5 Tanda Keberadaan Manusia Purba yang di Temukan di Indonesia

5 Tanda Keberadaan Manusia Purba yang di Temukan di Indonesia

5 Tanda Keberadaan Manusia Purba yang di Temukan di Indonesia – Manusia purba adalah manusia yang hidup pada era praaksara, yaitu saat tulisan belum ditemukan. Bagaimanakah cara untuk mengetahui kehidupan manusia pada zaman tersebut? Setidaknya, ada dua cara untuk slot gacor mengetahui kehidupan manusia zaman praaksara.

Pertama, yaitu melalui sisa manusia, tumbuhan, dan hewan yang sudah membatu atau yang disebut sebagai fosil. Kedua, yaitu melalui benda peninggalan sebagai hasil budaya manusia pada saat itu, misalnya alat rumah tangga, bangunan, artefak, perhiasan, senjata, dan fosil manusia purba yang sudah ditemukan.

Dari berbagai penelitian diketahui bahwa manusia purba memiliki perbedaan dengan manusia modern saat ini. Namun, untuk jenis manusia purba tertentu ada yang mempunyai tingkat kecerdasan lebih tinggi dibandingkan kera. Setidaknya, terdapat beberapa fosil manusia purba yang ditemukan di wilayah Indonesia. Berikut ulasannya.

5 Tanda Keberadaan Manusia Purba yang di Temukan di Indonesia

Pithecanthropus erectus

Kelompok manusia praaksara ini ditemukan oleh Eugene Dubosi pada 1890–1892 di Desa Trinil, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Pithecanthropus erectus diketahui hidup sekitar 1 juta sampai 600.000 tahun lalu. Berdasarkan temuan Dubosi itu, dapat diketahui ciri-ciri manusia purba ini

Pithecanthropus mojokertensis

Jenis manusia purba lainnya yang juga ditemukan di Indonesia adalah Pithecanthropus robustus dan Pithecanthropus mojokertensis. Manusia purba ini ditemukan oleh Tjokrohandojo atau Andojo yang bekerja di bawah Ralph von Koenigswald pada 1936 di Lembah Sungai Brantas. Manusia purba ini merupakan generasi lebih muda dibandingkan Meganthropus palaeojavanicus. Jenis manusia purba ini dianggap mirip kera, sehingga disebut pithe yang artinya kera.

Meganthropus palaeojavanicus

Fosil tulang rahang bawah Meganthropus palaeojavanicus ditemukan oleh peneliti kelahiran Jerman-Belanda bernama Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald pada 1941 di dekat Desa Sangiran, Lembah Sungai Bengawan Solo. Meganthropus temuan von Koeningswald berasal dari masa Pleistosen awal (lapisan bawah). Meganthropus atau kerap disebut dengan Manusia Sangiran adalah manusia purba tertua yang ditemukan di Indonesia.

Homo erectus soloensis

Manusia purba lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah Homo soloensis. Seperti namanya, fosil manusia purba ini ditemukan sbobet88 di sepanjang Bengawan Solo (Ngandong, Sambungmacan, dan Sangiran) oleh C. Ter Haar, Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, dan W.F.F. Oppernoort pada 1931–1933. Homo soloensis diperkirakan hidup dari 900.000 sampai 200.00 tahun lalu.

Homo mojokertensis

Manusia purba yang ditemukan di Indonesia berikutnya yaitu Homo mojokertensis. Kelompok manusia ini ditemukan oleh Ralph von Koenigswald pada 1936 di Mojokerto. Fosil yang ditemukan adalah tengkorak anak-anak yang usianya di bawah lima tahun. Penemu manusia purba ini memperkirakan fosil Homo mojokertensis sebagai fosil dari anak-anak Pithecanthropus.

Cerita Sejarah Raja Firaun Kerajaan Mesir Kuno

Cerita Sejarah Raja Firaun Kerajaan Mesir Kuno – Untuk penduduk Mesir Kuno, Firaun dianggap menjadi setengah manusia dan setengah dewa. Lantas siapa Firaun pertama dan terakhir di Mesir? Lebih dari 3.000 tahun Sebelum Masehi (SM), wilayah Mesir terbagi dua. Bagian selatan disebut Mesir Hulu atau Mesir Atas, lalu Mesir Hilir di sebelah utara di mana Sungai Nil bermuara.

Kedua wilayah ini mempunyai ciri yang berbeda. Dari Mesir Hulu prasasti yang ditemukan, penguasanya memakai mahkota putih tinggi yang disebut hedjet, sedangkan pada Mesir Hilir penguasanya memakai mahkota merah pendek yang disebut deshret. Slot Gacor Hari Ini

Cerita Sejarah Raja Firaun Kerajaan Mesir Kuno

Sekitar tahun 3150 SM raja Mesir Hulu Namer, menaklukkan wilayah pada bagian utara dan menciptakan sebuah kerajaan besar pertama di dunia dengan ibu kota Memphis. Sejumlah sejarawan menyebut nama Nemes yang menyatukan dua wilayah itu. Belakangan ahli Mesir asal Inggris Flinders Petrie mengajukan teori yang bisa diterima secara luas. Dikutip dari National Geographic, Flinders mengklaim Narmer dan Menes adalah orang yang sama. Dia menyebut Narmer atau Menes menjadi firaun pertama dari Dinasti Pertama.

Nama Asli Firaun Raja Mesir

Flinders menjelaskan, Namer ialah nama asli firaun pertama. Sementara Menes merupakan panggilan kehormatan untuknya yang memiliki arti “Dia yang Bertahan”. Dari sejarah di atas, sebutan firaun juga kadang diartikan “Penguasa Dua Wilayah”. Namun sebutan firaun tidak lazim di pakai .

Istilah yang paling sering di pakai oleh masyarakat Mesir kuno untuk menyebutkan pemimpinya adalah Raja. Sebutan firaun baru secara konsisten digunakan untuk pemimpin pada masa Kerajaan Baru, yakni pada 1570-1069. Era ini juga adalah paling populer dalam sejarah Mesir. Deretan firaun yang paling terkenal dari Dinasti ke-18 ini seperti Hatshepsut, Thutmoses III, Amenhotep III, Akhenaten dan istrinya Nefertiti, dan Tutankhamun.

Firaun dari Dinasti ke-19 seperti Seti I, Ramses II (Yang Agung), dan Merenptah, dan dari Dinasti ke-20 seperti Ramses III. Pada masa Kerajaan Baru ini juga memunculkan sosok yang dianggap membawa Mesir dalam puncak masa kejayaan dia adalah Rames. Ramses II memimpin Mesir selama 66 tahun. Ramses II yang hidup pada 1303-1213 SM pun disebut menjadi salah satu tokoh Firaun Mesir paling kuat dan berpengaruh dalam sejarah.

Firaun Mesir Terakhir

Diketahui bahwa Firaun Mesir yang terakhir ialah Cleopatra VII Philopater atau lebih dikenal sebagai Cleopatra dari Dinasti Ptolemaik. Cleopatra hidup pada 69 SM hingga 30 SM. Dia adalah anak dari Ptolemeus XII Auletes dan Cleopatra V Tryphania.

Cleopatra merupakan seorang perempuan muda yang berpendidikan tinggi. Ia mempelajari tentang medis, filsafat, retorika, dan pidato dengan seorang tutor. Cleopatra juga menguasai berbagai bahasa selain bahasa ibu.

Pemerintahan Mesir jatuh ketangan Cleopatra dan saudara laki-lakinya Ptolemeus XIII, setelah kematian Ptolemeus XII di bulan Februari atau Maret tahun 51 SM. Namun, Cleopatra bergerak cepat untuk mengambil kendali kerajaan. Hal tersebut memicu pergolakan di Mesir, sehingga Cleopatra harus mengungsi. Lalu Cleopatra menggunakan pengaruhnya untuk mendekati Jenderal Romawi Julius Caesar.

Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda Pada Tanggal 28 Oktober 1928

Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda – Tanggal 28 Oktober adalah hari bersejarah bagi masyarakat Indonesia. Kita memperingatinya sebagai Hari Sumpah Pemuda. Hari di mana para pemuda berikrar untuk bersatu dalam satu bangsa, tanah air, dan bahasa yang sama.

Sumpah Pemuda dicetuskan dalam Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. Namun sebelum itu, para pemuda sudah terlebih dahulu mengupayakan persatuan melalui Kerapatan Besar Pemuda (Kongres Pemuda I) yang dilaksanakan pada 30 April sampai 2 Mei 1926 di Batavia.

Tujuan diselenggarakannya Kongres Pemuda I adalah untuk menyamakan persepsi antar berbagai organisasi kepemudaan di Indonesia sehingga terwujud dasar pokok lahirnya persatuan Indonesia yang sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia (Abdul Rahman, et al., 2008).

Namun, Kongres Pemuda I tidak membuahkan hasil setelah Ketua Kongres, Muhammad Tabrani, tidak sepakat dengan Mohammad Yamin terkait penggunaan istilah bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Menurutnya, kalau tanah air dan bangsa bernama Indonesia, maka bahasa juga harus disebut bahasa Indonesia. Meski demikian, Kongres Pemuda I sudah menunjukkan adanya pemahaman satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa.

Baca Juga: Hari Kartini: Sejarah Kelahiran, hingga  Peringatan 21 April

Sejarah Lahirnya Sumpah Pemuda

Setelah Kongres Pemuda I selesai, beberapa pertemuan diadakan untuk membahas lebih lanjut terkait tindak lanjut dari Kongres Pemuda I. Setelah dua tahun, para pemuda yang dimotori PPPI (Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia) mengadakan beberapa rapat yang dihadiri oleh perwakilan dari beberapa organisasi pemuda. Dari rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Kongres Pemuda II akan dilaksanakan pada Oktober 1928 dengan susunan panitia sebagai berikut:

Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)

Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)

Sekretaris : Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond)

Bendahara : Amir Sjarifoeddin (Jong Bataks Bond)

Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)

Pembantu II : R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)

Pembantu III : R.C.L. Senduk (Jong Celebes)

Pembantu IV : Johannes Leimena (Jong Ambon)

Pembantu V : Mohamad Rocjani Soe’oed (Pemoeda Kaoem Betawi)

Kongres Pemuda II dilangsungkan selama dua hari pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 yang terbagi dalam tiga kali rapat yang masing-masing rapat dilaksanakan di gedung yang berbeda.

Rapat pertama dilaksanakan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Sabtu 27 Oktober 1928. Dalam rapat tersebut, Mohammad Yamin menguraikan tentang arti penting persatuan untuk kebangsaan. Menurutnya terdapat beberapa faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu persamaan kultur, bahasa, dan hukum adat.

Rapat kedua terjadi pada Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop membahas masalah pendidikan. Anak-anak harus dididik untuk memiliki karakter yang baik dan cinta tanah air. Anak-anak juga harus diberikan pelajaran merdeka tanpa melalui perintah ataupun pemaksaan. Harus ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah.

Rapat ketiga dilaksanakan di gedung Indonesische Clubgebouw Kramat pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada rapat ketiga dijelaskan pentingnya gerakan kepanduan bagi persatuan bangsa. Kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.

Dalam rapat ketiga ini, sebelum rumusan hasil kongres dibacakan, terlebih dahulu diperdengarkan lagu ciptaan Wage Rudolf Supratman, yakni Indonesia Raya yang nantinya akan menjadi lagu kebangsaan Indonesia setelah merdeka. Setelahnya, putusan kongres dibacakan dan diikuti oleh seluruh peserta, sebuah putusan yang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Adapun ikrar Sumpah Pemuda adalah sebagai berikut:

Pertama

Kami, putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah satu, tanah air Indonesia

Kedua

Kami, putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia

Ketiga

Kami, putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia

Makna Sumpah Pemuda

Tidak diragukan bahwa peristiwa Sumpah Pemuda memiliki arti penting bagi pergerakan nasional Indonesia ke depannya. Mengutip Mahda Ahdiyat dalam Gelombang Semangat Sumpah Pemuda (2021), masing-masing poin dalam Sumpah Pemuda memiliki makna sebagai berikut:

Sumpah Pemuda menyatukan para pemuda dan seluruh rakyat Indonesia untuk membela tumpah darah yang satu, yakni tanah air Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Meskipun terdiri atas ribuan pulau yang dipisahkan oleh laut, tapi pada hakikatnya adalah satu.

Sumpah Pemuda menyatukan para pemuda dan seluruh rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang berdaulat dan bersatu yaitu bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang besar dan majemuk, bangsa Indonesia telah melalui berbagai terpaan zaman melalui persatuan.

Sumpah Pemuda menyatukan para pemuda dan seluruh rakyat Indonesia untuk berbahasa satu, yakni bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang mempersatukan suku ras, dan etnis yang berbeda tanpa menghapuskan bahasa ibu masing-masing. Bahasa Indonesia juga selalu berkembang melalui penyerapan kosakata dari bahasa-bahasa daerah yang memperkaya kosakatanya.

Momen peringatan Sumpah Pemuda ini hendaknya dijadikan sebagai inspirasi bagi generasi muda Indonesia untuk bersatu dan memaknai perbedaan sebagai keunikan alih-alih untuk memecah dan menjadi sumber konflik. Dengan persatuan, generasi muda dapat membawa negeri ini ke arah yang lebih baik.

Hari Kartini: Sejarah Kelahiran, hingga  Peringatan 21 April

Sejarah Kartini perlu diketahui sebelum kita memperingati hari kelahirannya setiap tanggal 21 April. Kartini adalah salah satu Pahlawan Nasional yang bergerak dalam emansipasi wanita.

Kartini berjasa dalam memajukan kehidupan wanita di Indonesia. Berikut ini merupakan sejarah singkat dari Kartini yang telah dirangkum oleh cleaningserviceofdc.com.

Sejarah Kartini: Putri Seorang Bangsawan

Melansir dari buku berjudul “Sisi Lain Kartini” oleh Kemdikbud, Raden Ajeng Kartini (R.A. Kartini) lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan bernama Raden Mas (R.M.) Sosroningrat yang menikah dengan wanita desa, Mas Ajeng Ngasirah.

Kartini memiliki tujuh saudara, yakni:

  1. Raden Mas Slamet, lahir pada 15 Juni 1873.

  2. Raden Mas Boesono, lahir pada 11 Mei 1874.

  3. Raden Mas Kartono, lahir pada 10 April 1877.

  4. Raden Ajeng Kardinah, lahir pada 1 Maret 1881.

  5. Raden Mas Moeljono, lahir pada 26 Desember 1885.

  6. Raden Ajeng Soematri, lahir pada 11 Maret 1888.

  7. Raden Mas Rawito, lahir pada 16 Oktober 1892.

Baca Juga: 4 Tokoh Ini Mendapat Gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi

Sejarah Kartini: Bersekolah di ELS

Pada tahun 1885, Kartini bersekolah di Europesche Lagere School (ELS) atau setara dengan Sekolah Dasar (SD). Anak pribumi Indonesia yang diizinkan mengikuti pendidikan di ELS, hanya yang orang tuanya merupakan pejabat tinggi pemerintah. Bahasa pengantar di ELS adalah bahasa Belanda, sehingga Kartini bisa meningkatkan kemampuan bahasanya.

Namun, Kartini tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya karena ditentang oleh sang Ayah. Ia dipaksa untuk menjadi putri bangsawan sejati dengan mengikuti adat istiadat yang berlaku. Ia banyak menghabiskan waktu di rumahnya.

Ketertarikan Kartini dalam Dunia Membaca

Kartini yang selalu di rumah atas keinginan Ayahnya, akhirnya mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan dibacanya di taman rumah. Kartini jadi gemar membaca dan sering bertanya kepada Ayahnya.

Mengutip dari situs Kemdikbud Jateng, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda) yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Lalu, timbul keinginannya untuk memajukan kehidupan wanita Indonesia. Baginya, wanita tidak hanya di dapur, tetapi juga harus mempunyai ilmu.

Ia mulai mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Di tengah kesibukannya, ia tidak berhenti membaca dan menulis surat kepada teman-temannya yang berada di negeri Belanda.

Kelanjutan soal sejarah Kartini dapat disimak di halaman berikut ini.

Gagal Melanjutkan Sekolah karena Harus Menikah

Sejarah Kartini berikutnya adalah tentang pernikahan muda Kartini. Ia sempat menulis surat kepada Mr.J.H Abendanon dan memohon agar diberikan beasiswa untuk bersekolah di Belanda.

Namun, beasiswa tersebut tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orang tuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah, ia harus ikut suaminya ke daerah Rembang.

Suaminya mendukung Kartini mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Kartini melahirkan anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat, pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, Kartini meninggal di usia 25 tahun pada 17 September 1904. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Pendirian Sekolah Kartini

Yayasan Kartini mendirikan Sekolah Wanita yang bernama “Sekolah Kartini” pada tahun 1912. Sekolah tersebut tersebar di beberapa daerah, seperti:

  • Semarang
  • Surabaya
  • Yogyakarta
  • Malang
  • Madiun
  • Cirebon

Setelah Kartini wafat, Mr.J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini kepada teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Sejarah Kartini: Penetapan Hari Kartini Tanggal 21 April

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Selain itu, tanggal 21 April ditetapkan sebagai Hari Kartini.

4 Tokoh Ini Mendapat Gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi

4 Tokoh Ini Mendapat Gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi – Dalam upacara peringatan Hari Pahlawan yang dilaksanakan di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (10/11/2021), Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh yang telah wafat.

Keputusan mengenai pemberian gelar itu dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 109 dan 110 TK Tahun 2021 slot gacor tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa.

Sebagaimana diberitakan cleaningserviceofdc.com pada Rabu (10/11/2021), Sekretaris Militer Presiden, Tonny Harjono membacakan Keppres tersebut dalam upacara yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta.

Keppres yang ditetapkan Presiden Jokowi pada 25 Oktober 2021 tersebut berbunyi bahwa gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Jasa dianugerahkan kepada beberapa nama yang terlampir di dalamnya.

“Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya sesuai ketentuan syarat khusus dalam rangka memperoleh gelar pahlawan nasional dan tanda kehormatan bintang jasa sebagaimana diatur dalam undang-undang,” demikian petikan Keppres yang dibacakan oleh Tonny.

Baca juga: Inilah 12 Pahlawan Nasional yang Berasal Dari Sumatera Utara

Adapun empat tokoh yang diberi gelar itu mulai dari raja hingga sutradara, yakni Tombolotutu dari Sulawesi Tengah, Sultan Aji Muhammad Idris dari Kalimantan Timur, Usmar Ismail dari DKI Jakarta, dan Raden Aria Wangsakara dari Banten.

Berikut ini profil singkat empat tokoh yang mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Jokowi:

1. Tombolotutu

Dilansir dari parigimoutongkab.go.id melalui cleaningserviceofdc.com, Tombolotutu adalah raja di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.

Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi turut serta dalam perlawanan terhadap kolonialisme Belanda kala itu.

Tombolotutu telah diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional sejak tahun 1990-an.

2. Sultan Aji Muhammad Idris

Sultan Aji Muhammad Idris adalah sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Dia memimpin kesultanan ini sejak 1735 hingga 1778.

Dalam riwayat perjalanan Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Sultan Aji Muhammad Idris merupakan sultan pertama yang menyandang nama bernuansa Islam.

Sultan Aji Muhammad Idris adalah cucu menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng yang berangkat ke Tanah Wajo, Sulawesi Selatan.

Di Wajo, dia turut bertempur bersama rakyat Bugis melawan Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda.

3. Usmar Ismail

Usmar Ismail dikenal sebagai bapak perfilman Indonesia. Sepanjang hidupnya, Usmar Ismail telah membuat lebih dari 30 film.

Beberapa film produksi Usmar Ismail yang terkenal yakni Pedjuang (1960), Enam Djam di Djogja (1956), Tiga Dara (1956), dan Asrama Dara (1958).

Tak hanya itu, film arahan Usmar Ismail berjudul Darah dan Doa (The Long March of Siliwangi) yang diproduksi pada 1950 menjadi film pertama yang secara resmi diproduksi oleh Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.

4. Raden Aria Wangsakara

Raden Aria Wangsakara dikenal sebagai pejuang dalam melawan penjajahan Belanda. Dia merupakan keturunan Raja Sumedang Larang, Sultan Syarif Abdulrohman.

Bersama dua kerabatnya, yakni Aria Santika dan Aria Yuda Negara, Aria Wangsakara pergi ke Tangerang karena tidak setuju dengan saudara kandungnya yang berpihak kepada VOC.

Inilah 12 Pahlawan Nasional yang Berasal Dari Sumatera Utara

Pahlawan Nasional yang Berasal Dari Sumatera Utara – Setiap tahun pemerintah Indonesia akan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada setiap orang yang berjasa bagi bangsa dan negara di masa lalu.

Gelar Pahlawan Nasional sendiri merupakan penghargaan tertinggi di Indonesia. Gelar ini umumnya diberikan kepada sosok yang dianggap heroik dengan melakukan aksi yang dikenang dan diteladani sepanjang masa oleh masyarakat Indonesia

Dalam ulasan ini, akan dibahas 12 Pahlawan Nasional asal Sumatera Utara. Mereka dianggap berjasa bagi bangsa dan negara sejak masa penjajahan hingga pasca kemerdekaan.

1. Jenderal Besar AH. Nasution

Pahlawan Nasional asal Sumatera Utara yang pertama adalah Jenderal Besar Abdul Haris Nasution (AH. Nasution). Ia lahir di Kotanopan, 3 Desember 1918 dan meninggal di Jakarta, 6 September 2000.

Jenderal AH Nasution adalah salah satu tokoh dalam militer Indonesia. Dia ahli dalam Perang Gerilya dan pernah menyandang sejumlah jabatan penting seperti Panglima ABRI hingga Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Baca juga: 11 Pahlawan Nasional Wanita, dari Barat sampai Timur Indonesia

Jenderal AH Nasution juga menjadi salah satu target pembunuhan dalam Gerakan 30 September. Pada malam itu, dia berhasil melarikan diri. Namun nahas, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean justru menjadi korban.

Gelar Pahlawan Nasional ditetapkan pada 6 November 2002.

2. Sisingamangaraja XII

Sisingamangaraja XII lahir di Bakkara, Hubang Hasundutan pada 18 Februari 1845. Dia adalah pemimpin legendaris masyarakat Batak bermarga Sinambela, dan memiliki gelar Patuan Bosar Ompu Pulo Batu.

Sisingamangaraja XII naik tahta menjadi raja pada tahun 1876 menggantikan ayahnya. Penobatannya sebagai raja bersamaan dengan masuknya Belanda ke Sumatera Utara.

Belanda berusaha melakukan monopoli dagang di Bakkara. Hal itu memicu perlawanan dari masyarakat sehingga meletus Perang Batak yang dipimpin Sisingamangaraja XII.

Sisingamangaraja XII wafat di Dairi, 17 Juni 1907. Awalnya jenazahnya dimakamkan di Tapanuli Utara, namun pada 1953 dipindahkan ke Balige.

Sisingamangaradja XII ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 1961.

3. Ferdinand Lumban Tobing (FL. Tobing)

Pahlawan Nasional yang satu ini lahir di Sibolga, 19 Februari 1899. Nama Ferdinand Lumban Tobing saat ini diabadikan sebagai nama bandara di Tapanuli Utara.

Selama hidupnya, FL. Tobing pernah menjabat sejumlah posisi penting di pemerintahan, seperti Menteri penerangan, Menteri Hubungan Antar Daerah, Menteri Transmigrasi, dan Menteri Kesehatan (pejabat sementara).

FL. Tobing yang pernah bekerja di RS Cipto Mangunkusumo itu juga pernah menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara.

FL. Tobing meninggal di Jakarta pada 7 Oktober 1962 pada usia 63 tahun. Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional dilakukan pada 17 November 1962.

4. KH. Zainul Arifin

KH. Zainul Arifin lahir di Barus, Tapsel, 2 September 1909. Zainul Arifin aktif sebagai aktivis keagamaan sepanjang hidupnya. Selain juga menjadi Ketua DPR Gotong Royong (DPRGR).

KH. Zainul Arifin gugur akibat upaya pembunuhan pemberontak DI/TII. Saat itu, Zainul Arifin sedang Shalat Idul Adha di samping Presiden Soekarno pada 14 Mei 1962. Dalam penembakan itu, sebenarnya Presiden Soekarno yang menjadi target pembunuhan.

KH. Zainul Arifin akhirnya menghembuskan napas terakhir 10 bulan setelah penembakan, yaitu tepatnya pada 2 Maret 1963. Dia ditetapkan Pahlawan Nasional pada 4 Maret 1963.

5. Mayjen DI. Pandjaitan

Mayor Jenderal DI. Pandjaitan lahir di Balige pada 19 Juni 1925. Dia termasuk salah satu korban pembunuhan Dewan Jenderal pada Gerakan 30 September.

DI Pandjaitan termasuk Pahlawan Revolusi. Dia gugur di Lubang Buaya, Jakarta Timur. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan pada 5 Oktober 1965.

6. Tengku Amir Hamzah

Berikutnya adalah Tengku Amir Hamzah yang lahir di Tanjung Pura, Langkat, 28 Februari 1911. Tengku Amir Hamzah dikenal sebagai seorang sastrawan dengan puluhan karya yang dihasilkan.

Tengku Amir Hamzah tercatat pernah memimpin Kongres Indonesia Muda di Solo pada tahun 1931.

Tengku Amir Hamzah gugur di Kwala Begumit, Binjai pada 20 Maret 1946. Jenazahnya dimakamkan di Komplek Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.

Penepatan Tengku Amir Hamzah sebagai Pahlawan Nasional dilakukan pada tahun 1975.

7. H. Adam Malik

Haji Adam Malik lahir di Pematang Siantar pada 22 Juli 1917. Dia dikenal sebagai seorang diplomat ulung dengan sejumlah jabatan penting.

H. Adam Malik pernah menjadi Menteri Luar Negeri pada 1971. Selain itu dia juga orang Indonesia pertama yang menjadi Ketua Majelis Umum PBB yang ke-26.

Haji Adam Malik wafat di Bandung pada 5 September 1984 dan dimakamkan TMP Kalibata, Jakarta.

Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional dilakukan pada 6 November 1998.

8. Kiras Bangun (Garamata)

Kiras Bangun lahir pada tahun 1852. Dia dikenal dengan julukan Garamata atau pria bermata merah. Dia berasa dari Desa Batukarang, Kec. Payung, Karo, Sumatera Utara.

Kiras Bangun tercatat pernah memimpin pasukan Urung melawan Belanda di Tanah Karo, Sumatera Utara, sekitar tahun 1905.

Kiras Bangun alias Garamata gugur pada 22 Oktober 1942, dan dimakamkan di Desa Batukarang, Payung, Kabupaten Karo.

Dia ditetapkan sebagai Pahlawan nasional pada 9 November 2005.

9. Tahi Bonar Simatupang (TB Simatupang)

Tahi Bonar Simatupang lahir di Sidikalang pada 28 Januari 1920. Dia merintis karir militer pada tahu 1942 saat diterima sebagai anggota KNIL di Bandung.

Sejumlah jabatan penting di dunia militer Indonesia pernah disandangnya. Di antaranya adalah Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (1948-1946), Kepala Staf Angkatan Perang (1950-1954), dan Penasihat Militer di Departemen Pertahanan (1954-1955).

TB. Simatupang wafat di Jakarta pada 1 Januari 1990. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2013.

10. Letjen Djamin Ginting

Djamin Ginting lahir di Karo pada 12 Januari 1921. Dia dikenal sebagai tokoh dari Sumatera Utara, dan pejuang kemerdekaan melawan penjajahan Belanda.

Selain itu, Djamin Ginting juga seorang petinggi TNI yang berhasil menumpas pemberontakan Nainggolan di Medan pada April 1958.

Djamin Ginting meninggal dunia di Ottawa, Kanada pada 23 Oktober 1974, dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2014.

11. Lafran Pane

Lafran Pane lahir di Sipirok, Padang Sidempuan pada 5 Februari 1992. Dia dikenal sebagai tokoh pergerakan pemuda dan memprakarsai pembentukan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Lafran Pane menjadi salah satu tokoh utama penentang pergantian ideologi negara dari Pancasila menjadi Komunisme.

Dia wafat di Yogyakarta, 24 Januari 1991, dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2017.

12. Mr. Sutan M. Amin Nasution

Mr. Sutan M. Amin Nasution lahir di Lho’ Nga, Aceh pada 22 Februari 1904. Pada tahun 1946, dia ditugaskan sebagai Gubernur Muda Sumatera Utara yang Pertama yang meliputi Karesidenan Tapanuli Sumatera Timur dan Aceh.

Selama menjadi Gubernur Muda itu Mr. Sutan M. Amin Nasution harus menghadapi persoalan Pemberontakan Logam, Gerakan Laskar Marsuase, Gerakan Sayyid Al-Sagaf, dan Agresi Militer I Belanda tanggal 29 Juli 1947 di Pematang Siantar.

Mr. Sutan M. Amin Nasution wafat pada 16 April 1993, dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Dia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 2020.

11 Pahlawan Nasional Wanita, dari Barat sampai Timur Indonesia

Pahlawan Nasional Wanita – Perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah tidak hanya dilakukan oleh pejuang laki-laki saja. Sejumlah nama-nama pahlawan wanita pun muncul.

Hal ini dibuktikan dengan cukup banyak pahlawan nasional wanita yang berasal dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia.

Tujuan para pahlawan wanita Indonesia ini juga sama dengan apa yang dicita-citakan oleh pahlawan pria, para pahlawan wanita juga ingin turut membebaskan rakyat dari belenggu penjajahan yang sudah membuat rakyat menjadi sangat menderita di tanah kelahirannya sendiri.

Baca Juga: Sejarah Legenda Malin Kundang Dikutuk Jadi Batu

Selain memanggul senjata, para pahlawan wanita ini juga berjuang dengan cara lain. Salah satunya adalah dalam bidang pendidikan.

Mereka ingin agar para wanita Indonesia bisa mendapatkan pendidikan yang layak yang pada masa penjajahan sangat sulit untuk didapatkan wanita.

Berikut ini sebelas pahlawan wanita, yang berasal dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia.

1. Cut Nyak Meutia

Cut Meutia adalah seorang pahlawan wanita yang berasal dari daerah Aceh. Lahir di Kesultanan Aceh pada 15 Februari 1870, Cut Nyak Meutia turut membantu suaminya, Teuku Tjik Tunong dalam rangka melepaskan belenggu penjajahan.

Setelah sang suami meninggal dunia, Cut Meutia tak lantas berhenti mengobarkan semangat perjuangan dengan cara gerilya.

Untuk menghargai jasanya, pemerintah Indonesia akhirnya mengabadikan potret Cut Meutia pada pecahan seribu rupiah.

2. Cut Nyak Dhien

Pahlawan nasional wanita, salah satunya Cut Nyak Dhien (Foto: Dok. Istimewa)
Cut Nyak Dhien lahir pada tahun 1848 di Aceh. Meski Cut Nyak Dhien berasal dari keluarga bangsawan, tetapi hal ini tak menyurutkan tekadnya untuk berjuang demi membebaskan rakyatnya dari cengkeraman penjajah di Tanah Rencong.

Bersama suami keduanya, Teuku Umar Cut Nyak Dhien turut serta di garda terdepan dalam perlawanan rakyat Aceh melawan penjajah. Bahkan setelah Teuku Umar meninggal pun, Cut Nyak Dhien tetap melancarkan perlawanan terhadap Belanda.

3. Rasuna Said

Rangkayo Rasuna Said merupakan sosok wanita yang memiliki andil besar bagi Indonesia. Sama seperti pendahulunya, R.A Kartini, Rasuna Said memperjuangkan kesetaraan hak untuk para wanita.

Tak hanya bidang pendidikan, tetapi wanita kelahiran Agam, Sumatra Barat, 14 September 1910 silam ini juga mendorong para wanita untuk paham politik.

Berkat jasa-jasanya tersebut, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada 13 November 1974 lewat Surat Keputusan Presiden RI No.084/TK/Tahun 1974.

4. Raden Ajeng Kartini

Pahlawan nasional wanita, salah satunya R.A Kartini (Foto: Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen via Wikimedia Commons CC-BY-SA-3.0)
Jika menyebutkan pahlawan wanita yang namanya paling dikenal, pastilah Raden Ajeng Kartini menjadi salah satunya. Lahir di Jepara, 21 April 1879, Kartini menjadi pahlawan emansipasi wanita yang namanya sangat termasyur di Indonesia.

Lahir dari keluarga bangsawan, Kartini mendapatkan keistimewaan, yakni bisa mendapatkan pendidikan. Pendidikan sendiri merupakan sebuah hal yang tak bisa dengan mudah diakses oleh para wanita saat itu. Hal inilah yang diperjuangkan oleh Kartini.

5. Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang lahir pada 1752 di sebuah desa kecil bernama Serang yang terletak di sebelah utara Surakarta. Nyi Ageng Serang sendiri merupakan salah satu leluhur pahlawan pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.

Memiliki nama kecil Raden Ajeng Retno Kursiah Edi dan lahir dari keluarga terpandang, tak membuat Nyi Ageng Serang berpangku tangan saja saat penjajah. Ia pun bekerja sama dengan Pangeran Diponegoro untuk menumpas penjajahan.

6. Dewi Sartika

Pahlawan nasional wanita, salah satunya Dewi Sartika (Foto: Dok. Istimewa)
Selain R.A Kartini, Raden Dewi Sartika juga merupakan seorang pelopor akses pendidikan bagi wanita yang saat itu sangat sulit untuk didapatkan. Raden Dewi Sartika sendiri lahir di Cicalengka, Jawa Barat pada 4 Desember 1884.

Pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membangun sebuah sekolah yang bernama Sekolah Isteri Wanita yang terletak di Pendopo Kabupaten Bandung. Setelah pindah ke Jalan Ciguriang pada 1910, Sekolah Istri Wanita ini lantas berubah nama menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri.

7. Martha Christina Tiahahu

Martha Christina Tiahahu lahir di Maluku, 4 Januari 1800. Sang ayah, Kapitan Paulus Tiahahu merupakan sosok yang turut membantu Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal dengan nama Kapitan Pattimura memerangi penjajah di tanah Maluku.

Martha bahkan sejak remaja sudah turut serta memanggul senjata untuk membantu sang ayah dan Kapitan Pattimura dalam memerangi penjajah dengan taktik perang gerilya.

8. Maria Walanda Maramis

Maria Walanda Maramis adalah seorang pendidik sekaligus penggiat hak-hak perempuan yang berasal dari Sulawesi Utara. Ia juga dikenal sebagai sosok pejuang kemajuan dan emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan.

Maria mendirikan organisasi bernama Percintaan Ibu kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917. Organisasi ini bertujuan untuk memajukan pendidikan perempuan Minahasa.

Pada tahun 1919, Maria berhasil memperjuangkan kaum wanita Minahasa mendapatkan hak suara untuk memilih wakil rakyat di Minahasa Raad.

9. Nyai Ahmad Dahlan

Pahlawan nasional wanita, salah satunya Nyai Ahmad Dahlan (Foto: Arsip Kemendikbud)

Siti Walidah atau dikenal dengan nama Nyai Ahmad Dahlan adalah tokoh emansipasi perempuan yang berpartisipasi dalam diskusi perang bersama Jenderal Sudirman dan Presiden Soekarno.

Nyai Ahmad Dahlan memprakarsai berdirinya perkumpulan Sopo tresno pada tahun 1914 untuk wanita Islam.

Selain itu, ia juga mendirikan asrama putri di rumahnya untuk memberikan pendidikan keimanan, praktik ibadah, sampai berlatih pidato, dan dakwah.

10. Fatimah Siti Hartinah Soeharto

Fatimah Siti Hartinah Soeharto atau dikenal dengan sapaan Ibu Tien ini memprakarsai pendirian Perpustakaan Nasional.

Ia juga dikenal akan pengabdiannya kepada bangsa dan negara dan pernah menjabat berbagai jebatan kenegaraan. Selain itu, ia juga memprakarsai pembangunan Taman Mini Indonesia Indah.

11. Fatmawati Soekarno

Fatmawati Soekarno merupakan ibu negara Indonesia pertama yang menjahit bendera Sang Saka Merah Putih pada 17 Agustus 1945.

Pada tahun 1951, Fatmawati juga turut memperjuangkan agar dokumen, barang, dan arsip pemerintah Indonesia yang dirampas Belanda dikembalikan ke Indonesia.

ia juga turut serta secara aktif dalam memberikan bantuan mengirim perbekalan kepada istri prajurit dan prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran.

Sejarah Legenda Malin Kundang Dikutuk Jadi Batu

Sejarah Legenda Malin Kundang Dikutuk Jadi Batu – Kota Padang Sumatera Barat (Sumbar) memiliki beragam objek wisata mulai dari tema religi, sejarah hingga cerita rakyat seperti Batu Malin Kundang. Batu ini berada di Pantai Air Manis, Kota Padang, Sumatera Barat.

Perjalanan menuju Pantai Air Manis bisa ditempuh menggunakan sepeda motor. Dari Jembatan Siti Nurbaya, perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih sekitar 20 menit. Sepanjang perjalanan, wisatawan akan disuguhkan pemandangan hijau perbukitan dan juga pesona pinggir laut.

Dari pintu masuk Pantai Air Manis, perjalanan berlanjut sekira 300 meter menuju Batu Malin Kundang. Sampai di lokasi, tampak batu menyerupai bangkai kapal berserta alat-alatnya, salah satunya tali pengait kapal serta manusia yang disebut Malin Kundang sedang telungkup.

Baca Juga: 8 Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat, Salah Satunya Imam Bonjol

Di sekitar lokasi, banyak berjejer kios cinderamata. Wisatawan dapat menemukan pernak-pernik Pantai Air Manis Padang mulai dari topi, baju hingga gantungan kunci. Selian itu juga di sana terdapat area kuliner.

Objek wisata yang terinspirasi dari dongeng yang begitu melekat pada masyarakat Minang ini hanyalah relief semata. Bukan kejadian yang benar-benar terjadi di Ranah Minang.

Singkat cerita, Malin Kundang merupakan sebuah cerita rakyat asal Sumatera Barat yang berkisah tentang seorang anak durhaka kepada orang tuanya hingga dikutuk menjadi batu. Malin Kundang merupakan anak semata wayang yang tinggal bersama Ibunya di Pantai Air Manis, dengan latar belakang yang berasal dari keluarga miskin.

Kemudian pada saat menginjak remaja Malin ingin mengubah hidupnya dan keluar dari garis kemiskinan, hingga memutuskan untuk merantau. Berkat kegigihan dan ketekunannya dalam bekerja, dia mampu menjadi saudagar kaya raya hingga menikah.

Bertahun-tahun kemudian, Malin Kundang memboyong istrinya untuk berlayar dan berlabuh di tanah kelahirannya hingga sang ibu menyaksikan anaknya yang pulang dengan penampilan berbeda. Lalu ia mendekat dan membuat Malin marah. Malin tidak mau mengakui wanita tua tersebut sebagai ibunya karena berpenampilan lusuh dan kotor.

Mendapat perlakuan itu dari anaknya, Ibu Malin marah sehingga menyumpahi anaknya menjadi batu. Namun Malin tidak mengindahkan sumpah tersebut, sehingga datanglah badai dasyat yang menghancurkan kapalnya kemudian tubuhnya berubah menjadi kaku dan akhirnya menjadi batu.

Relief Batu Malin Kundang Dianggap Menyesatkan

Pembangunan relief Batu Malin Kundang yang berasal dari legenda rakyat tersebut dikritisi pakar sejarawan. Pakar sejarawan sekaligus akademisi Universitas Islam Negeri Imam (UIN) Imam Bonjol Padang Yulizal Yunus mengatakan, Malin Kundang dikutuk menjadi batu karena durhaka kepada ibunya hanyalah sebuah legenda bukan kisah nyata.

Menurutnya, legenda yang dibuatkan menjadi relief adalah sebuah hal yang merusak situs itu sendiri sehingga menyesatkan generasi berikutnya.

“Namanya legenda, tidak mesti dibuat menjadi nyata. Legenda itu dilihat dari nilai yang dapat dipetik hikmahnya. Seperti anak tidak boleh durhaka kepada Ibunya,” tutur Yulizal saat diwawancarai Cleaningserviceofdc.com di Kampus UIN IB Padang, Kamis (1/12).

Dia melanjutkan, meskipun cerita telah beredar di masyarakat bahwa Batu Malin Kundang hanyalah sebuah legenda semata, namun bisa mengubah pandangan masyarakat ketika melihat secara langsung relief Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis tersebut.

“Ketika orang melihat secara langsung relief ini, orang bisa dua paham. Pertama berpendapat itu hanyalah sebuah legenda, dan kedua seolah-olah kejadian yang benar-benar nyata. Adanya relief ini bisa saja membohongi publik,” bebernya.

Respons Cagar Budaya Nasional

Anggota Tim Ahli Cagar Budaya Nasional, Surya Helmi (69) mengatakan, cerita Malin Kundang merupakan sebuah legenda di Pantai Air Manis yang tidak dikenal siapa pengarangnya, dengan tujuan untuk memberikan edukasi kepada anak-anak agar tidak durhaka kepada orang tua. Namun pada waktu itu ada kebijakan dari pemerintah daerah untuk memvisualkan legenda tersebut seolah benar-benar serupa kejadian.

Sambungnya, relief Batu Malin Kundang dibuat sebelum tahun 90-an yang diukir di atas batu karang. Relief ini dianggap menyesatkan sejarah dan generasi berikutnya serta merusak lingkungan.

“Legenda yang divisualkan ini dapat menyesatkan generasi berikutnya, apalagi 100 hingga 200 tahun kemudian ceritanya makin kabur. Ini adalah legenda yang harus tetap dianggap legenda. Ketika saya menjadi dosen di Sumbar kala itu ketika umur 30-an saya mengkritisi pemerintah terkait relief ini, tetapi apa boleh buat relief tersebut sudah ada,” katanya dihubungi Cleaningserviceofdc.com.

“Nanti orang berpikir Malin Kundang ini memang ada, padahal itu hanyalah buatan manusia semata. Generasi berikutnya bisa sesat, sekarang saja saya yakin orang sudah ada yang menganggap itu kejadian nyata,” tuturnya.

Respons Wisatawan

Salah satu wisatawan asal Bogor, Provinsi Jawa Barat, Guntur Eko mengatakan, objek wisata Batu Malin Kundang bagus untuk memberikan edukasi kepada anak-anak supaya tidak durhaka kepada orang tua.

“Ini adalah legenda yang bagus, terutama memberikan edukasi kepada anak-anak. Berdasarkan tulisan-tulisan yang saya baca, Malin Kundang dikutuk oleh ibunya menjadi batu akibat durhaka kepada orang tua,” tuturnya kepada Cleaningserviceofdc.com di lokasi.

Sambungnya, ini adalah objek wisata yang positif untuk generasi yang akan datang, dan memang harus dijaga, baik itu kebersihan hingga penataan lokasi. “Untuk kebersihan sekitar pantai dan Batu Malin Kundang cukup bagus, tetapi perlu ditingkatkan lagi,” harapnya.

Dinobatkan Menjadi Wisata Favorit di Kota Padang

Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis dinobatkan menjadi destinasi wisata favorit. Batu Malin Kundang banyak dikunjungi wisatawan baik luar daerah hingga mancanegara.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Bidang Destinasi dan Daya Tarik Pariwisata Dinas Pariwisata Kota Padang Diko Riva Utama. Menurutnya, hingga Oktober 2022 tercatat 1.120.000 orang mengunjungi Batu Malin Kundang.

Sambungnya, kunjungan tersebut meningkat bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pemkot dan masyarakat sekitar pantai juga terus berbenah untuk memberikan pelayanan wisata lebih baik.

“Tahun 2021 kunjungan wisata tercatat sebanyak 1.002.270 orang, 2022 ini hitungan yang belum sampai Desember telah melebihi kunjungan 2021. Semoga akhir tahun semakin bertambah. Sepengetahuan saya Batu Malin Kundang itu adalah legenda yang dibuatkan reliefnya oleh masyarakat,” tuturnya kepada Cleaningserviceofdc.com, Kamis (1/11).

8 Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat, Salah Satunya Imam Bonjol

Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat — Sama seperti daerah lainnya di Indonesia, terdapat sejumlah pahlawan nasional dari Sumatra Barat yang turut membela tanah air. Gejolak perlawanan rakyat pada era penjajahan berkobar dari ujung barat tanah air hingga ujung timur.

Tak peduli pada suku, ras, dan juga agama, banyak muncul pahlawan-pahlawan yang menyerukan perlawanan pada kekejaman penjajah, tak terkecuali munculnya pahlawan dari Sumatra Barat.

Setidaknya terdapat delapan Pahlawan Nasional yang berasal dari Sumatra Barat ini. Tak hanya didominasi oleh kaum laki-laki, tetapi juga tercatat beberapa dari Sumatra Barat yang berjenis kelamin wanita.

Baca Juga: 9 Pahlawan Nasional Dari Kalimantan Lengkap Biografi Singkatnya

Tentu saja hal ini menguatkan isyarat jika semangat perjuangan itu tak mengenal jenis kelamin.

Berikut ini delapan nama Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat.

1. Tuanku Imam Bonjol

Hampir semua orang mengenal sosok Tuanku Imam Bonjol. Pemilik nama asli Muhammad Shahab ini lahir di Bonjol, Pasaman, pada tahun 1772. Bersama bala tentaranya, Tuanku Imam Bonjol memimpin Perang Padri pada tahun 1803 hingga 1838.

Untuk menghargai jasanya pada 6 November 1973, Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto berdasarkan Kepres Nomor 087/TK/Tahun 1973.

2. Haji Abdul Malik Karim Amrullah

Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau yang lebih dikenal dengan Buya Hamka lahir di Nagari Sungai Batang, Agam pada 17 Februari 1908.

Selain dikenal sebagai seorang pejuang, Buya Hamka juga dikenal sebagai seorang sastrawan dan juga ulama.

Buya Hamka diangkat menjadi Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Surat Keputusan Presiden No. 113/TK/2011, tanggal 7 November 2011.

3. Adnan Kapau Gani

Adnan Kapau Gani atau yang juga dikenal dengan nama A.K Gani merupakan sosok yang memiliki andil besar terhadap Indonesia. A.K Gani sendiri lahir di Palembayan, Agam, Sumatra Barat, pada 16 September 1905.

Beragam kedudukan pernah diembannya. AK Gani adalah seorang dokter, politisi, dan tokoh militer. Ia pernah menjadi Menteri Kemakmuran, Menteri Perdagangan, dan juga Menteri Pertanian.

4. Sutan Sjahrir

Sutan Sjahrir adalah salah satu pahlawan nasional dari Sumatera Barat (Foto: Netherlands Indies Government Information Service via Wikimedia Commons)
Sosok Pahlawan Nasional asal Sumatra Barat berikutnya adalah Sutan Sjahrir. Ia lahir di Padang Panjang pada 5 Maret 1909. Ia sosok yang getol memperjuangkan kemerdekaan sejak zaman penjajahan.

Setelah Indonesia merdeka, Sutan Sjahrir tak berhenti berjuang. Ia turut memperjuangkan pengakuan kedaulatan Indonesia di kancah internasional dan juga pencetus pertama politik bebas aktif.

5. Tan Malaka

Pemilik nama lengkap Ibrahim Datuk Tan Malaka ini lahir di Nagari Pandam Gadang, Limapuluh Kota, Sumatra Barat, pada 2 Juni 1897. Ia merupakan sosok yang mencetuskan nama Republik Indonesia.

Ia ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional pada tanggal 28 Maret 1963 oleh Presiden Soekarno melalui Surat Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1963.

6. Rasuna Said

Tak hanya sosok pria saja yang berjuang,tetapi juga pahlawan wanita. Salah satunya adalah Rangkayo Rasuna Said, ia lahir di Maninjau pada 14 September 1910.

Sama seperti yang diperjuangkan oleh R.A Kartini, Rasuna Said juga menginginkan agar wanita juga bisa mendapatkan pendidikan dan juga berpolitik dengan layak.

7. Mohammad Hatta

Ilustrasi. Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat, salah satunya (Foto: AFP)
Sang proklamator ini lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902 silam. Bersama Ir. Soekarno ia menjadi wakil dari Bangsa Indonesia pada saat ikrar proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945 silam.

Pada 7 November 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional melalui Kepres Nomor 84/TK/Tahun 2012.

8. Haji Agus Salim

Haji Agus Salim lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat, pada 8 Oktober 1884. Ulama termasyhur ini juga merupakan sepupu dari ayah Sutan Sjahrir.

Tak main-main, Agus Salim yang berjulukan The Grand Old Man ini dikabarkan menguasai ttujuh bahasa asing.

Haji Agus Salim juga menjadi salah satu sosok yang aktif dalam upaya diplomasi pengakuan kedaulatan Indonesia di awal kemerdekaan.

Ia pun diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Soekarno pada 27 Desember 1961 melalui Surat Keputusan Presiden nomor 657 tahun 1961.

Itulah delapan Pahlawan Nasional dari Sumatra Barat yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

9 Pahlawan Nasional Dari Kalimantan Lengkap Biografi Singkatnya

Pahlawan Nasional Dari Kalimantan Lengkap Biografi Singkatnya  Hari Pahlawan yang diperingati pada tiap tanggal 10 November, seharusnya mengingatkan kembali pada generasi sekarang atas perjuangan dari para pendahulunya. Termasuk, pahlawan yang berasal dari Kalimantan.

Gelar sebagai Pahlawan Nasional merupakan gelar yang paling tinggi yang pernah dianugerahkan kepada para pejuang di Tanah Air. Gelar yang berupa anumerta atau diberikan pasca kematian ini diberikan oleh Pemerintah RI berdasarkan pada seluruh tindakan yang dianggap heroik yang definisinya yakni perbuatan nyata yang bisa dikenang serta dijadikan teladan sepanjang masa oleh masyarakat lainnya.

Sayangnya, belum semua pejuang bisa dianugerahi dengan gelar ini, karena dalam pemberiannya membutuhkan waktu riset yang panjang. Kalimantan merupakan salah satu pulau di Indonesia yang juga turut terlibat dalam berbagai kegiatan sejarah panjang perjuangan kemerdekaan juga mempunyai beberapa nama pejuang yang telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Berikut biografi lengkap berserta sejarah dari pejuang pahlawan dari Kalimantan yang turut berjuang melawan penjajah.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai Pertama Kali

1. Pangeran Antasari

Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan pada 1797 atau 1809 dan wafat di Bayan Begok pada tanggal 11 Oktober 1862.

Pangeran Antasari merupakan seorang Sultan serta dan pemimpin dalam Perang Banjar untuk melawan pasukan kolonial Belanda.

Pangeran Antasari memiliki nama kecil yakni Gusti Inu Kertapati, dari ibu Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman dan ayahnya Pangeran Masohut bin Pangeran Amir. Ayahnya merupakan cucu dari Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang tak bisa naik tahta pada 1785 karena diusir oleh Pangeran Nata, Walinya yang lalu mengangkat dirinya menjadi Sultan Tahmidullah II dengan bantuan dari pihak Belanda.

Pangeran Antasari tak sekadar dianggap sebagai pemimpin suku Banjar tetapi juga dianggap sebagai pemimpin oleh berbagai suku yakni Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Ngaju, Maanyan, Siang, Bakumpai dan suku-suku lain yang berada di kawasan pedalaman serta sepanjang sungai Barito.

Beliau melanjutkan perlawanan terhadap Belanda pasca Sultan Hidayatullah ditipu dengan menyandera ibundanya yang lalu diasingkan ke Cianjur.

Perang Banjar terjadi pada tanggal 25 April 1859 saat Pangeran Antasari dan 300 orang prajuritnya menyerang tambang batu bara yang dikuasai oleh Belanda di Pengaron dan berlanjut di semua wilayah kerajaan Banjar seperti Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang Sungai Barito sampai ke Puruk Cahu.

Beliau meninggal karena terserang penyakit paru-paru dan cacar pada usia 75 tahun dan perlawanannya dilanjutkan oleh putranya yakni Muhammad Sema. Pangeran Antasari dianugerahkan sebagai pahlawan nasional pada 27 Maret 1968.

2. Brigjen Hasan Basri

Brigjen Hasan Basri lahir di Kandangan, Hulu Sungai Selatan pada tanggal 17 Juni 1923 dan wafat di Jakarta pada tanggal 15 Juli 1984. Beliau merupakan salah seorang tokoh militer yang turut berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia terutama di Kalimantan Selatan.

Beliau merupakan pendiri Batalyon ALRI Divisi IV di Kalimantan Selatan, serta disebut sebagai Bapak Gerilya Kalimantan oleh Ketetapan DPRGR Tingkat II Hulu Sungai Utara pada tanggal 20 Mei 1962. Pendidikan awal yang dienyamnya adalah HIS, Tsanawiyah al-Wathaniah di Kandangan, Kweekschool Islam Pondok Modern Ponorogo, Jawa Timur.

Pasca kemerdekaan, Brigjen Hasan Basri aktif dalam organisasi pemuda Kalimantan yang pusatnya berada di Surabaya. Karir sebagai seorang tentara dan pejuangnya dimulai dari situ, ketika beliau menyusup pulang ke Kalimanran Selatan dan menjadi pemimpin Laskar Syaifullah.

Saat banyak anggota dari Laskar yang tertangkao oleh Belanda, Hasan Basri membentuk Banteng Indonesia dan mendirikan Batalyon ALRI.

Meskipun hasil perjanjian Linggarjati dan Renville menjadikan Kalimantan berada di bawah kekuasaan Belanda, Hasan Basri tak gentar dan tetap melanjutkan perjuangannya.

Puncaknya, beliau berhasil untuk memproklamasikan kedudukan Kalimantan sebagai bagian dari Republik Indonesia pada 17 Mei 1949. ALRI kemudian dilebur ke dalam TNI AD Divisi Lambung Mangkurat dan beliau diangkat sebagai Letnan Kolonel.

Pada 3 November 2001, Brigjen Hasan Basri diberikan gelar sebagai pahlawan nasional dari Banjarmasin oleh pemerintah.

3. Idham Chalid

Salah satu politisi Indonesia yang sangat memberikan pengaruh pada zamannya, Idham Chalid lahir di Satui, Kalimantan Selatan pada tanggal 27 Agustus 1921 dan meninggal pada tanggal 11 Juli 2010 di Jakarta.

Beliau pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia di Kabinet Ali Sastroamidjojo dan di Kabinet Djuanda, Ketua MPR dan DPR pada 1972-1977, Idam Chalid juga aktif dalam berbagai kegiatan keagamaan serta pernah menjabat sebagai Ketua Tanfidziyah Nadhlatul Ulama sejak 1956-1984.

Adam Chalid telah aktif di PBNU sejak usia remaja dan pernah menjadi Ketua Umum Partai Bulan Bintang Kalimantan Selatan saat NU masih menjadi bagian dari Masyumi. Bahkan, pernah menjadi anggota DPR RIS (1949-1950), Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif NU (1952-1956) sebelum menjadi Ketua Umum NU pada 1956 dan merupakan orang terlama yang pernah menjabat sebagai ketua NU.

Gelar pahlawan nasional dari Banjarmasin dianugerahkan oleh pemerintah pada 7 November 2011 sebagai putra Banjar ketiga yang diangkat sebagai pahlawan nasional.

Pada masa seusai Orde Lama, Adam Chalid juga menjabat sebagai Menteri Utama Bidang Kesejahteraan Rakyat pada Kabinet Ampera I, Menteri Negara Kesejahteraan pada Kabinet Ampera II serta Kabinet Pembangunan I.

4. Ir. Pangeran H. Mohammad Noor

Ir. Pangeran H. Mohammad Noor lahir pada tanggal 24 Juni 1901 di Martapura. Beliau merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Banjar. Ir. Pangeran H. Mohammad Noor adalah cicit dari Ratu Anom Mangkubumi Kentjana bin Sultan Adam al-Watsik Billah.

Pada masa itu, Kesultanan Banjar telah dihapuskan secara sepihak oleh Belanda ketika menjelang akhir Perang Banjar. Sehingga keluarga Kesultanan yang tak lagi mempunyai hak istimewa menjadi terpencar di mana-mana dan menjadi jatuh miskin.

Ir. Pangeran H. Mohammad Noor bisa bersekolah di HIS, MULO, HBS lalu Techniche HoogeSchool (ITB) hingga memperoleh gelar Insinyur pada 1927, setahun setelah Ir. Soekarno.

Beliau tak bekerja untuk Belanda, melainkan memilih untuk berjuang dengan rakyat dan menggantikan ayahnya dalam Volksraad sebagai wakil Kalimantan pada 1935-1939.

Lalu, Ir. Pangeran H. Mohammad Noor aktif sebagai anggota PPKI dan turut melawan tentara sekutu pada pertempuran Surabaya Oktober-November 1945.

Pada masa revolusi tahun 1945-1949, Ir. Pangeran H. Mohammad Noor mendirikan pasukan MN 1001 untuk beroperasi di Kalimantan Selatan dengan dipimping Hassan Basri dan juga di Kalimantan Tengah dengan dipimpin Tjilik Riwut.

Kemudian, beliau diangkat menjadi Gubernur Kalimantan pertama yang berkedudukan di Yogyakarta ketika Agresi Militer Belanda I dan II, kemudian Ir. Pangeran H. Mohammad Noor membantu Idham Chalid dan rekan-rekannya untuk bertemu dengan Mohammad Hatta yang meminta agar Kalimantan terus berjuang secara politik dan militer meskipun belum bisa dibantu oleh Pusat.

Selanjutnya, Ir. Pangeran H. Mohammad Noor diangkat menjadi Menteri PU dan berhasil menyelesaikan proyek Sungai Barito, pembukaan pesawahan pasang surut atau P4S, membangun PLTA Riam Kanan dan sebagian kanal di Banjarmasin-Sampit, serta mengeruk ambang Barito yang bisa meningkatkan kemakmuran di lembah sungai Barito. Beliau dianugerahi sebagai pahlawan nasional dari Banjarmasin pada tahun 2018.

5. Abdul Kadir

Memiliki nama lain sebagai Raden Temenggung Setia Pahlawan, Abdul Kadir lahir pada 1771 di Kab. Sintang Propinsi Kalimantan Barat. Beliau wafat pada 1875 di Kab. Melawi, Kalimantan Barat. Beliau merupakan seorang bangsawan dari Melawi yang menawarkan pengembangan ekonomi rakyatnya sekaligus melawan pasukan Belanda.

Abdul Kadir adalah putra dari seorang bangsawan kerajaan Sintang yang memimpin wilayah Melawi pada tahun 1845 menggantikan ayahnya. Abdul Kadir berada dalam kondisi dilematis karena harus patuh kepada raja yang tuduk kepada Belanda, tetapi jiwanya tidak bisa mengingkari penolakan terhadap penjajahan Belanda.

Beliau kemudian membangun pasukan secara diam–diam untuk bersiap melawan Belanda. Belanda yang mengetahui rencana tersebut dan memberinya gelar Setia Pahlawan beserta sejumlah uang pada tahun 1866,tetapi Abdul Kadir tetap melanjutkan perlawanannya dari tahun 1868-1875. Belanda selalu kalah karena Abdul Kadir selalu mendapatkan informasi, akhirnya beliau ditangkap oleh Belanda dan ditahan di Nanga Pinoh hingga wafat dalam tahanan dan dimakamkan di Natal Mungguk Liang, Melawi. Abdul Kadir memperoleh gelar sebagai pahlawan nasional pada tahun 1999.

6. Tjilik Riwut

Marsekal Pertama TNI Anumerta Tjilik Riwut lahir pada tanggal 2 Februari 1918 di Kasongan, Kab. Katingan, Propinsi Kalimantan Tengah dan wafat pada tahun 1987 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Beliau merupakan seorang putra dayak yang turut berperan dalam pemerintahan sebagai Gubernur Kalimantan Tengah pada tahun 1958.

Tjilik Riwut pernah menulis beberapa buku dan berprofesi sebagai jurnalis. Pada tanggal 17 Desember 1946, Tjilik Riwut bersama dengan beberapa tokoh perwakilan Dayak Kalimantan melakukan sumpah setia kepada pemerintah RI dengan upacara adat suku Dayak. Kemudian beliau mendapat perintah untuk memimpin Operasi Penerjunan Pasukan Payung yang pertama kali oleh S. Suryadarma, Kepala TNI AU pada tanggal 17 Oktober 1947 di desa Sambi, Kotawaringin, Kalimantan Tengah.

Untuk memperingati hari tersebut, tanggal 17 Oktober resmi ditetapkan sebagai Hari Pasukan Khas TNI AU. Tjilik Riwut diangkat sebagai pahlawan nasional pada tshun 1998. Namanya diabadikan sebagai salah satu nama untuk bandara di Palangkaraya.

7. Drs. Saadilah Mursyid

Drs, Saadillah Mursjid lahir pada tanggal 7 September 1937 dan wafat pada tanggal 28 Juli 2005. Beliau adalah Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Indonesia pada Kabinet Pembangunan V, Menteri Sekretaris Kabinet pada Kabinet Pembangunan VI, dan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Pembangunan VII.

Sebelum mendapatkan posisi menteri, Drs. Saadilah Mursyid sebagai lulusan Universitas Gadjah Mada, The Netherlands Economic Institute (Rotterdam), dan Universitas Harvard ini pernah bertugas di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada tahun 1992, beliau memperoleh penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana. Sejak tahun 2003, Drs. Saadilah Mursyid menjadi general manager Taman Mini Indonesia Indah.

Beliau menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara saat pengunduran diri mantan Presiden Soeharto. Pada masa itu Soeharto menunjuk Drs. Saadilah Mursyid untuk mempersiapkan naskah final Keputusan Presiden mengenai Komite Reformasi dan Keputusan Presiden mengenai Pembentukan Kabinet Reformasi. Drs. Saadilah Mursyid juga dikenal sebagai politisi pengikut Soeharto yang loyal serta tetap mendampingi Soeharto ketika banyak orang berpaling dari Soeharto setelah kejatuhannya. Beliau adalah orang yang menulis konsep pengunduran diri Presiden Soeharto serta melaporkan detik-detik suasana genting pada Mei 1998.

Dari pernikahannya dengan Halimah Ratna Mursjid, Drs. Saadilah Mursyid dikaruniai tiga anak dan enam cucu. Beliau dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

8. Sultan Hidayatullah II

Sultan Hidayatullah II, terlahir dengan nama Gusti Andarun, dengan gelar mangkubumi Pangeran Hidayatullah kemudian bergelar Sultan Hidayatullah Halil Illah. Beliau lahir di Martapura, 1822 dan wafat di Cianjur, Jawa Barat, 24 November 1904 pada usia 82 tahun. Sultan Hidayatullah adalah pemimpin Kesultanan Banjar yang berkuasa antara tahun 1859 hingga 1862. Sultan Hidayatullah dikenal sebagai salah seorang tokoh pemimpin Perang Banjar yang melawan pemerintahan Hindia Belanda.

Terlahir sebagai anak dari Pangeran Ratu Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam Al-Watsiq Billah, Gusti Andarun menjadi kandidat utama pewaris takhta Kesultanan Banjar untuk menggantikan kakeknya Sultan Adam, tetapi posisi tersebut malah diduduki oleh kakak tirinya Tamjidullah II yang memperoleh dukungan dari pemerintah Hindia Belanda.

Peristiwa ini menciptakan terjadinya perpecahan di lingkungan keluarga bangsawan Banjar dan masyarakat, dimana tercipta kubu pendukung Tamjidullah yang dekat dengan Belanda serta kubu pendukung Gusti Andarun yang tak setuju dengan keputusan pemerintah Hindia Belanda tersebut. Untuk meredam ketegangan, pada tahun 1856 pemerintah Hindia Belanda kemudian mengangkat Gusti Andarun sebagai mangkubumi (kepala pemerintahan) Banjar dengan diberikan gelar Pangeran Hidayatullah.

Pengangkatan tersebut ternyata tak dapay meredakan ketegangan antara keluarga bangsawan, masyarakat, serta pemerintah Hindia Belanda. Ketegangan ini pun menjadi pemicu terjadinya Perang Banjar, dimana pada tanggal 18 April 1859, pasukan Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari menyerang tambang batu bara Oranje-Nassau di daerah Pengaron. Pemerintah kolonial lalu memakzulkan Tamjidullah serta mencoba menobatkan Hidayatullah sebagai sultan, tetapi Hidayatullah menolak tawaran tersebut. Beliau dinobatkan oleh para panglima Banjar untuk menjadi sultan pada September 1859, dengan gelar Sultan Hidayatullah Halil Illah.

Sultan Hidayatullah memimpin Perang Banjar hingga tahun 1862, saat beliau beserta keluarganya berhasil ditangkap oleh pihak Hindia Belanda. Sultan Hidayatullah, keluarga, dan sebagian pengikutnya kemudian diasingkan ke Cianjur, dimana beliau menghabiskan sisa hidupnya disana hingga wafat pada tahun 1904. Atas sikapnya yang anti-imperialis serta kepemimpinannya dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda dalam Perang Banjar, pada tahun 1999 pemerintah Indonesia menganugerahkannya Bintang Mahaputera Utama.

9. Letjend Purn. Zaini Azhar Maulani

Letjend Purn. Zaini Azhar Maulani lahir di Marabahan, Kalimantan Selatan pada tanggal 6 Januari 1939, beliau merupakan seorang penulis di bidang militerm intelijen serta gerakan Islam. Beliau pernah menjadi seorang aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) sekaligus menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara hingga tahun 1999. Beliau wafat pada 5 April 2005.

Karier Letjend Purn. Zaini Azhar Maulani lebih banyak dihabiskan di dunia militer, diawali sebagai Komandan Peleton, Kompi I, Batalyon 145/Sriwijaya. Beliau lalu menjabat sebagai Panglima Kodam VI Tanjungpura tahun 1988-1991. Dari Kodam Tanjungpura, beliau kemudian menjabat Sekretaris Jenderal Departemen Transmigrasi pada tahun 1991-1995. Letjend Purn. Zaini Azhar Maulani lalu menjadi staf ahli Menristek/BPPT pada tahun 1995-1998. Selain itu, Z.A. Maulani juga merupakan penulis soal militer, intelijen serta gerakan Islam.

Beliau juga pernah menjadi aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII). Setelah jabatannya sebagai Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara pada tahun 1999, Letjend Purn. Zaini Azhar Maulani lebih banyak menganalisis politik dalam negeri. Dalam kehidupan sosial, beliau juga termasuk sebagai salah satu pencetus Perkumpulan Alumni Pelajar Islam Indonesia dimana beliau menjadi Ketua Umum Pertama Pengurus Pusat Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII). Letjend Purn. Zaini Azhar Maulani juga rajin memberikan ceramah dan menjadi narasumber dalam kesehariannya.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai Pertama Kali

Sejarah Berdirinya Kerajaan Kutai Pertama Kali – Kerajaan tertua di wilayah Nusantara yang bercorak Hindu-Buddha adalah Kerajaan Kutai.

Bukti bahwa kerajaan ini paling tua diperkuat dengan temuan tujuh prasasti yang disebut sebagai Yupa.

Pada Prasasti Yupa yang ditulis dengan huruf Pallawa dalam Bahasa Sanskerta disebut nama Kudungga sebagai raja pertama yang menduduki takhta Kerajaan Kutai.

Disebut pula bahwa Kudungga memiliki seorang putra bernama Aswawarman yang menjadi raja kedua Kutai.

Aswawarman memiliki tiga orang putra, salah satunya bernama Mulawarman, yang menjadi penerus takhta dan berhasil membawa Kerajaan Kutai menuju masa kejayaan.

Kerajaan yang diperkirakan didirikan oleh Kudungga pada abad ke-4 ini letak geografisnya berada di daerah Muara Kaman di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Ka’bah Hingga Masa Sekarang

Berdirinya Kerajaan Kutai

Sejarah Kerajaan Kutai diawali dengan datangnya pengaruh kebudayaan India, terutama kebudayaan Hindu ke nusantara.

Meski Kutai tidak terletak dalam jalur perdagangan internasional, tetapi hubungan dagangnya dengan India telah berkembang sejak awal.

Masuknya kebudayaan Hindu menyebabkan Kutai yang semula merupakan kelompok masyarakat yang berbentuk suku berubah sistem pemerintahannya.

Kepala pemerintahan yang semula seorang kepala suku berubah menjadi raja.

Bukti yang menunjukkan adanya pengaruh India dalam kelompok masyarakat Kutai dapat dilihat pada Prasasti Yupa yang dibuat sekitar abad ke-5.

Huruf Pallawa dan Bahasa Sanskerta pada Prasasti Yupa adalah huruf dan bahasa yang dipakai di tanah Hindu.

Dari Prasasti Yupa, diketahui raja pertama Kutai bernama Kudungga yang merupakan nama Indonesia asli dan belum memeluk agama Hindu.

Kudungga memiliki putra bernama Aswawarman, yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Wamsakerta.

Nama anak Kudungga ini menunjukkan telah masuknya pengaruh Hindu dalam Kerajaan Kutai.

Sebab, kata warman pada nama diyakini menjadi salah satu ciri bahwa seseorang adalah penganut Hindu secara penuh.

Maharaja Kudungga

Kudungga adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Kutai.

Kedudukan Kudungga pada awalnya adalah seorang kepala suku. Dengan masuknya Hindu, ia kemudian mengubah struktur pemerintahan menjadi kerajaan dan menjadikan dirinya sebagai raja.

Raja Kudungga diperkirakan penduduk Indonesia asli yang belum memeluk Agama Hindu.

Hal ini karena nama Kudungga mirip dengan nama Bugis Kudungga.

Setelah resmi menjadi raja, Kudungga mendapatkan gelar Maharaja Kudungga Anumerta Dewawarman.

Pada masa pemerintahan Kudungga, kondisi politiknya belum mengenal sistem yang teratur.

Sejarah Berdirinya Ka’bah Hingga Masa Sekarang

Sejarah Berdirinya Ka’bah Hingga Masa Sekarang – Ka’bah merupakan bangunan suci yang berada di dalam Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudi.

Ka’bah dibangun kali pertama oleh Nabi Ibrahim AS bersama putranya Nabi Ismail AS.

Dalam sejarahnya, Ka’bah telah mengalami beberapa kali pemugaran hingga sekarang.

Berikut adalah sejarah Ka’bah dari masa ke masa:

Baca juga: Sejarah Berdirinya Taj Mahal di India

Pendirian Ka’bah

Dalam Kitab Suci Alquran, diceritakan bahwa Ka’bah kali pertama dibangun Nabi Ibrahim AS bersama putranya Nabi Ismail AS atas perintah Allah SWT. Kisah ini dimuat di beberapa surat Alquran, yakni:

  • QS Al-Maidah ayat 97: “Allah telah menjadikan Ka’bah rumah suci tempat manusia berkumpul. Demikian pula bulan haram, hadyu dan qala’id. Yang demikian itu agar kamu mengetahui, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
  • QS Al-Baqarah ayat 127: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail, (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
  • QS Al-Imran ayat 96: “Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia, ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam.”

Pembangunan Ka’bah diperkirakan dimulai pada sekitar tahun 1500 SM.

Selain itu, ada pendapat lain yang menyatakan bahwa Ka’bah dibangun sejak zaman Nabi Adam.

Para ahli sejarah memperkirakan bahwa bentuk Ka’bah saat kali pertama dibangun memiliki tinggi 30 hingga 31 hasta atau 20 meter dengan lebar 20 hasta atau sekitar 10 meter.

Adapun bangunannya berupa susunan batu tanpa semen yang melekatkan.

Selain itu, Ka’bah awalnya tidak memiliki atap dan terdapat dua pintu.

Setelah berhasil dibangun, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyeru kepada manusia supaya berziarah ke Ka’bah.

Ka’bah sebelum Era Islam

Sebelum Islam datang dan disebarkan oleh Nabi Muhammad, Ka’bah merupakan bangunan suci yang dikelilingi oleh berhala.

Hingga kini, tidak diketahui secara pasti sejak kapan Ka’bah menjadi bangunan yang dikelilingi banyak berhala.

Namun, ada sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa anak Nabi Ibrahim, yakni Nabi Ismail, memiliki banyak pengikut.

Akan tetapi, setelah Nabi Ismail meninggal, para pengikutnya dan anak-anaknya secara perlahan mulai meninggalkan kepercayaan kepada Allah dan mulai menyembah berhala.

Dari situlah, Ka’bah mulai menjadi tempat pemujaan berhala.

Selain itu, banyak orang dari berbagai wilayah datang mengunjungi Ka’bah untuk menyembah berhala-berhala tersebut.

Berhala-berhala yang mengelilingi Ka’bah itu kemudian dinamai dengan nama para dewa.

Salah satu berhala terkenal di Ka’bah pada masa itu adalah hubal yang dibawa oleh Amru bin Luhai.

Pemugaran Ka’bah

Sekitar 5 tahun sebelum kenabian Muhammad, terjadi banjir hebat yang menghancurkan dinding-dinding Ka’bah.

Bencana itu kemudian membuat Bangsa Quraisy yang mendiami Mekkah, berniat merenovasi total bangunan Ka’bah karena telah lapuk dimakan usia.

Akan tetapi, mereka takut karena jauh sebelumnya, Abrahah celaka ketika akan menghancurkan Ka’bah.

Hanya Al-Walid bin Al-Mughirah Al-Makhzumy atau Al-Walid Ibnul Mughirah yang berani merenovasi total bangunan Ka’bah.

Ia merupakan orang yang kali pertama merobohkan Ka’bah untuk direnovasi menjadi bangunan baru pada sekitar abad ke-6 M.

Kala itu, Nabi Muhammad diperkirakan telah berusia 35 tahun dan turut serta dalam pemugaran Ka’bah.

Pada pemugaran tersebut, bangunan Ka’bah ditinggikan hingga 18 hasta.

Sementara itu, tinggi bangunan Ka’bah dikurangi menjadi sekitar 6,5 hasta dari sebelumnya yang mencapai 30 hasta.

Nabi Muhammad sebenarnya kurang sepakat dengan pemugaran Ka’bah oleh kaum Quraisy.

Sebab, kaum Quraisy mengubah posisi Ka’bah sehingga tidak sama dengan bangunan awal yang didirikan Nabi Ibrahim.

Meski demikian, Nabi Muhammad menahan egonya dan memilih mendahulukan kepentingan kepentingan yang kala itu baru saja memeluk Islam.

Pemugaran kedua Ka’bah dilakukan pada sekitar akhir tahun ke-36 Hijriah, tepatnya setelah Khalifah Yazid bin Muawiyah menyerbu Abdullah bin Zubair dan pengikutnya di Mekkah.

Perang itu pun mengakibatkan Ka’bah terbakar dan sebagian dindingnya roboh.

Kerusakan akibat perang itu kemudian membuat Ka’bah harus diratakan dengan tanah dan dibangun kembali.

Abdullah bin Zubair membangun tiang-tiang di sekeliling bangunan Ka’bah dan menutupinya dengan tirai.

Ia kemudian menambah bangunan Ka’bah menjadi 6 hasta, menambah tingginya menjadi 10 hasta, serta membuat dua pintu yang terdiri dari satu pintu masuk dan satu pintu keluar.

Abdullah bin Zubair membangun ulang Ka’bah itu sesuai dengan hadis Nabi Muhammad soal pemugaran yang dilakukan kaum Quraisy.

“Wahai Aisyah, jika bukan karena kaummu baru saja meninggalkan jahiliyah, tentu mereka sudah kuperintahkan untuk menghancurkan Ka’bah agar kumasukkan ke dalamnya apa yang dikeluarkan darinya, kutempelkan (pintunya) ke tanah, kubuatkan baginya satu pintu di timur dan satu pintu di barat, dan aku akan menghubungkannya dengan dasar-dasar yang dibangun Ibrahim,” kata Nabi Muhammad kepada Sayyidah Aisyah mengenai pembangunan Ka’bah yang dilakukan kaum Quraisy itu.

Masa Nabi Muhammad 

Ka’bah kembali dipugar pada era Nabi Muhammad SAW, di abad ke-7 M.

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Muhammad meminta pemimpin dari empat suku di Mekkah untuk mengangkat Hajar Aswad secara bersamaan.

Hajar Aswad ini merupakan batu yang diriwayatkan diberikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Ismail.

Saat itu, ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail hampir selesai membangun Ka’bah, terdapat kekurangan batu.

Dari situlah datang Malaikat Jibril dengan membawa Hajar Aswad untuk menyempurnakan Ka’bah.

Setelah pemugaran dan kenabian Muhammad SAW, Ka’bah masih dipenuhi oleh berhala yang mengelilinginya.

Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, Ka’bah menjadi tempat pemujaan berhala bagi kaum Quraisy. Di sana terdapat sekitar 300-an lebih berhala yang mengelilingi Ka’bah.

Lama meninggalkan Mekkah membuat Nabi Muhammad SAW dan kaum muslim di Madinah rindu dengan Ka’bah.

Pada tahun 630, Nabi Muhammad SAW bersama dengan kaum muslimin mengunjungi Mekkah dan Ka’bah.

Selain itu, Nabi Muhammad juga memerintahkan untuk menghancurkan berhala-berhala yang mengelilingi Ka’bah.

Peristiwa tersebut kemudian dikenal dengan Fatkhu Mekkah atau Pembebasan Mekkah.

Setelah wafatnya Nabi

Setelah dikuasai oleh umat Islam, pemugaran Ka’bah dilakukan kembali oleh Al Hajjaj bin Yusuf Ats Saqafi dan dipasangi marmer.

Renovasi tersebut dilakukan sekitar abad ke-8 M menyusul semakin berkembangnya Islam dan banyaknya jemaah haji yang mengunjungi Ka’bah.

Setelah itu, Ka’bah diperkirakan tidak mengalami pemugaran. Baru pada tahun 1040, Ka’bah direnovasi oleh Sultan Murad Khan dari Turki Utsmani.

Pemugaran yang dilakukan oleh Sultan Murad Khan dikarenakan Ka’bah mengalami kerusakan berat setelah hujan lebat dan menyebabkan banjir.

Selanjutnya, di Era Muhammad Ali Pasha, Ka’bah dipugar kembali pada abad ke-19 setelah mengalami banjir.

Masa Kerajaan Arab Saudi

Kemudian setelah penyatuan Arab Saudi pada 1932, raja pertamanya, Raja Abdul Aziz menjadi penjaga Ka’bah dan Masjidil Haram.

Pada pemerintahan Raja Abdul Aziz, Masjidil Haram yang mengelilingi Ka’bah diperluas hingga memiliki kapasitas hampir 50.000.

Selanjutnya, pemerintah Arab Saudi merenovasi besar-besaran Masjidil Haram hingga mampu menampung satu juta jamaah pada 1982.

Pada 2020, Raja Abdullah bin Abdul Aziz merenovasi kembali Masjidil Haram hingga mampu menampung jamaah sekitar hampir 1,2 juta jamaah.

Sejarah Berdirinya Taj Mahal di India

Sejarah Berdirinya Taj Mahal – Taj Mahal adalah monumen yang terletak di Kota Agra, India, yang dibangun oleh Raja Mughal, Shah Jahan.

Shah Jahan mendirikan bangunan ini slot nexus sebagai makam dari istrinya, Arjumand Banu Begum atau dikenal sebagai Mumtaz Mahal, yang berasal dari Persia.

Mumtaz diketahui sebagai istri ketiga yang paling dicintai oleh sang raja karena cantik, setia dan rela memiliki banyak anak.

Alasan membangun Taj Mahal

Raja Shah Jahan membangun Taj Mahal sebagai dedikasi atas meninggalnya Mumtaz, ketika melahirkan anak ke-14 di Bahanpur.

Pada masa itu, Shah Jahan sedang menghadapi pemberontakan di Dataran Tinggi Deccan. Ia bertarung bersama pasukannya ketika Mumtaz meninggal.

Saat menjelang wafat, Mumtaz meminta agar Shah Jahan tidak menikah lagi dan ingin dihormati dengan mausoleum (makam).

Taj Mahal kemudian dikenal sebagai simbol dari cinta Raja Shah Jahan kepada istrinya itu.

Baca juga: Sejarah Pembangunan Menara Eiffel di Paris, Sempat Dikritik

Pembangunan Taj Mahal

Mausoleum Taj Mahal dibangun selama 11 tahun, yakni dari 1632 hingga 1643 M.

Kendati demikian, pembangunan terus berlanjut pada tahun-tahun berikutnya untuk menyelesaikan bagian-bagian lain yang berupa menara, masjid, dan gerbang.

Kabarnya, 1.000 gajah dikerahkan untuk mengangkut bahan bangunan dan lebih dari 20.000 orang yang terdiri dari buruh, pelukis, serta tukang batu, dipekerjakan untuk menyelesaikan mausoleum ini.

Para pekerja tersebut didatangkan dari India, Persia, Ottoman dan Eropa.

Bangunan Taj Mahal dibuat dari marmer putih yang mencerminkan rona yang disesuaikan dengan cahaya matahari dan sinar bulan.

Marmer putih tersebut berhiaskan 28 jenis batu mulia dan semi mulia yang berasal dari India dan Asia.

Sedangkan pada makam berbentuk segi delapan yang dihiasi relief. Bangunan Taj Mahal juga banyak dihiasi dengan ayat-ayat Al Quran yang berbentuk kaligrafi Arab.

Oleh karena itu, disebut bahwa Taj Mahal di Kota Agra menjadi simbol perkembangan Islam pada Kerajaan Mughal.

Sejarah Pembangunan Menara Eiffel di Paris, Sempat Dikritik

Sejarah Pembangunan Menara Eiffel di Paris – Jika mengunjungi Kota Paris di Perancis, tentunya belum lengkap jika tidak berfoto dengan latar Menara Eiffel atau la tour Eiffel yang ikonis. Sambil berwisata, wisatawan bisa mengetahui sejarah Menara Eiffel yang cukup unik ini.

Pembangunan Menara Eiffel mulanya merupakan bagian dari persiapan perhelatan Exposition Universelle atau World’s Fair(pameran dunia) pada tahun 1889. Perhelatan pada tahun itu bertepatan dengan perayaan hari jadi Revolusi Perancis yang ke-100.

Pada waktu itu, dilansir dari laman resmi Menara Eiffel, tersebar pengumuman soal kompetisi membangun menara besi setinggi 300 meter.

Proyek pembangunan Menara Eiffel terpilih di antara 107 proyek yang mendaftar.

Baca Juga: Sejarah Tembok Raksasa China, yang Rusak Akibat Gempa Qinghai

Proyek ini melibatkan pengusaha sekaligus insinyur Gustave Eiffel, bersama dua insinyur bernama Maurice Koechlin dan Emile Nouguier, serta arsitek Stephen Sauvestre.

Untuk diketahui, Koechlin dan Nouguier bekerja di perusahaan milik Eiffel.

Menara Eiffel telah menjadi magnet wisatawan, bahkan saat Exposition Universelle tahun 1889 diadakan selama kira-kira enam bulan. Sekitar 1,95 juta orang dilaporkan mengunjungi Menara Eiffel selama perhelatan itu berlangsung.

Pada minggu pertama pembukaan, lift di Menara Eiffel belum bisa dioperasikan.

Namun, hal itu tidak menghalangi orang-orang untuk menikmati pemandangan Kota Paris dari ketinggian. Bahkan tercatat hampir 30.000 orang rela naik tangga agar bisa merasakan sensasi tersebut.

Berapa tinggi Menara Eiffel?

Pembangunan Menara Eiffel berlangsung selama dua tahun, dari tahun 1887 sampai 1889.

Menara ini terdiri dari 18.038 bagian dari besi, 2,5 juta paku, 7.300 ton besi, dan 60 ton cat saat pembangunannya.

Semua elemen disiapkan di pabrik milik Eiffel di pinggiran Kota Paris. Setiap 18.000 bagian yang digunakan untuk membangun Menara Eiffel didesain dan diukur secara spesifik, sebelum akhirnya disatukan membentuk bagian baru sepanjang kira-kira lima meter.

Sebagai informasi, tinggi Menara Eiffel sekitar 300 meter. Jika sampai ke titik puncak, maka tingginya menjadi sekitar 330 meter.

Ukuran lebar menara ini bervariasi tergantung tingkatnya. Total lebarnya di dasar kira-kira 124 meter.

Sejarah Tembok Raksasa China, yang Rusak Akibat Gempa Qinghai

Sejarah Tembok Raksasa China — Sebuah bagian dari Tembok Raksasa China yang dibangun era Dinasti Ming (1368-1644) runtuh akibat gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,9 mengguncang Provinsi Qinghai pada Sabtu (8/1).

Bagian Tembok China sepanjang dua meter di daerah Shandan, Provinsi Gansu, China Barat Laut, terlihat hancur. Padahal pusat gempa berjarak 114 kilometer dari lokasi bagian tembok tersebut.

Dikutip dari laman History, Tembok Raksasa Cina merupakan rangkaian tembok dan benteng kuno sepanjang lebih dari 13.000 mil (20.921,47 km) yang berlokasi di China bagian utara.

Bagian Tembok Raksasa China Runtuh akibat Gempa M 6,9 Guncang Qinghai
Bangunan ini awalnya digagas oleh Kaisar Qin Shi Huang, kaisar pertama dari Tiongkok.

Kaisar yang memimpin Dinasti Qin ini memerintahkan agar benteng-benteng yang sudah ada dihancurkan. Ia lalu memerintahkan rakyat China untuk membangun tembok di sepanjang wilayah utara untuk melindungi China dari serangan dari utara.

Keagungan Tembok Raksasa Cina semakin terpelihara pada masa dinasti Ming sekitar abad ke-14 hingga ke-17 Masehi, meskipun dibuat untuk mencegah serangan dari luar, Tembok Raksasa China tidak mampu mencegah penjajah memasuki Tiongkok.

Tembok Raksasa China terbuat dari tanah dan batu. Bangunan ini membentang dari pelabuhan Laut Cina Shanhaiguan hingga ke barat yakni ke provinsi Gansu. Bangunan ini melindungi beberapa area strategis.

Baca Juga: Sejarah Pembangunan Piramida Giza Mesir

Tinggi Tembok China

Tinggi bangunan ini bervariasi, mulai dari 15 hingga 50 kaki atau Tembok Raksasa menjulang setinggi sekitar 15-30 kaki atau sekitar 4,5 meter hingga 15,2 meter. Bangunan ini juga memiliki menara penjaga di beberapa bagiannya.

Setelah Kaisar Qin Shi Huang dan Dinasti Qin jatuh, Tembok Raksasa China jatuh ke tangan beberapa dinasti selanjutnya, mulai dari Dinasti Han hingga Dinasti Wei yang memperbaiki dan memperluas Tembok Raksasa China untuk mempertahankan diri dari serangan suku lain.

Setelah itu, Tembok Raksasa China dikuasai oleh Kerajaan Bei Qi (550-577 Masehi). Penguasa kala itu membangun dan memperbaiki tembok sepanjang lebih dari 900 mil atau sepanjang 1.448 km. Kemudian dikuasai oleh Dinasti Sui (581-618 Masehi) yang beberapa memperbaiki dan memperpanjang Tembok Raksasa China.

Setelah itu, Tembok Raksasa China dikuasai oleh Dinasti Tang, Dinasti Song, dan Dinasti Yuan yang didirikan oleh Jenghis Khan.

Terlepas dari sejarahnya yang panjang, Tembok Raksasa China mengalami pemugaran secara maksimal pada masa Dinasti Ming (1368-1644 Masehi). Dengan demikian kekokohan bangunan itu bisa dinikmati hingga sekarang.
Setelah ratusan tahun difungsikan sebagai alat pertahanan diri, Tembok Raksasa China kini menjadi salah satu destinasi wisata terkenal di China.

Badaling adalah area paling populer dari Tembok Raksasa China yang juga dikenal penuh sesak dengan turis lokal dan internasional.

Namun suasana itu mungkin segera berubah, dengan otoritas di Badaling mengumumkan mereka bakal menerapkan kuota pengunjung harian baru sebanyak 65 ribu pengunjung per hari mulai 1 Juni 2019.

“Jumlah wisatawan yang mengunjungi area Badaling sangat besar,” kata Chen Fei, wakil direktur Kantor Distrik Badaling, kepada Radio Beijing Corporation.

“Sekitar 10 juta pengunjung datang ke Badaling sepanjang tahun lalu.”

Jumlah tersebut mirip dengan populasi manusia di Swedia atau Austria. Per hari Badaling dikunjungi sekitar 27 ribu pengunjung.

Selain Badaling, objek wisata di China lainnya seperti Bendungan Tiga Ngarai dan Museum Istana Beijing juga ramai dikunjungi turis.

Untuk itu, pemerintah China menerapkan aturan baru demi meredakan kepadatan turis selama musim liburan. Salah satunya, pelancong yang ingin ke Tembok Raksasa China lebih baik merencanakan kunjungan mereka selama musim sepi (November hingga Maret, tidak termasuk Hari Libur Tahun Baru China) atau bertualang ke beberapa bagian Tembok Raksasa selain Badaling.

Sejarah Pembangunan Piramida Giza Mesir

Sejarah Pembangunan Piramida Giza Mesir – Piramida Giza yang pertama dan merupakan buah gagasan Khufu bernama Piramida Agung Giza. Nama “Agung” disematkan lantaran ukuran piramida itu yang besar.

Tinggi Piramida Agung Giza menjulang hingga 481 kaki (147 meter). Bangunan tersebut tersusun dari sekitar 2,3 juta blok batu, yang masing-masing memiliki berat rata-rata 2,5 hingga 15 ton.

Putra Khufu yakni firaun Khafre nampaknya mewarisi kegemaran sang ayah akan bangunan besar. Khafre meneruskan proyek mercusuar ayahnya dengan menggagas pembangunan edisi kedua dari Piramida Giza, sekitar 30 tahun setelah yang pertama berdiri atau 2520 SM.

Dijuluki sesuai nama pencetusnya, Piramida Khafre berdiri dengan ukuran lebih kecil dari Piramida Giza pertama. Tingginya 471 kaki atau 143 meter.

Ambisi pembangunan piramida tidak lenyap setelah firaun Khafre mangkat. Penguasa selanjutnya, Menkaure meneruskan tradisi pembangunan piramida di Giza.

Proyek pada masa raja dari dinasti ke-4 yang berkuasa pada 2575–2465 SM tersebut melahirkan Piramida Giza ketiga. Namun, ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan 2 pendahulunya. Dibangun sekitar 2490 SM, Piramida Giza ketiga ini hanya memiliki tinggi 66 meter.

Tiga Piramida Giza itu berdiri sejajar antara satu dengan yang lain. Piramida Agung berada di sisi paling utara. Piramida ketiga sekaligus terakhir berada di bagian paling selatan. Adapun Piramida Khafre berada di tengah-tengahnya.

Di dekat setiap piramida tersebut dibangun sebuah kuil kamar mayat. Setiap ruangan pemakaman dihubungkan ke sebuah kuil lembah yang terletak di dataran Sungai Nil. Dataran tersebut dulunya merupakan langganan banjir yang membuat masyarakat Mesir Kuno sejahtera berkat pertanian.

Baca Juga: Sejarah Pembangunan Monas [Monumen Nasional], Ikon Kota Jakarta

Misteri Pembangunan Piramida Giza

Pada masa setelah era firaun, Piramida Giza tidak lagi sakral seperti saat pertama kali dibangun di masa Mesir kuno. Ketiga piramida tersebut telah dijarah, baik secara internal maupun eksternal, pada zaman kuno hingga abad pertengahan.

Penjarahan membuat barang-barang di dalam ruang pemakaman raib. Selain itu, ketinggian ketiga piramida Giza juga telah berkurang sebab banyak batu pembentuknya dilucuti.

Menariknya, hingga kini belum diketahui secara pasti cara bangsa Mesir kuno mengumpulkan dan menata batu-batu besar penyusun piramida. Salah satu teori yang paling masuk akal adalah orang Mesir menggunakan tanggul miring dan melingkar untuk mengangkut balok-balok batu.

Sementara itu, menurut sejarawan Yunani Kuno, Herodotus, proses pembangunan Piramida Agung Giza memakan waktu sekitar 20 tahun. Tenaga manusia yang dibutuhkan diperkirakan mencapai 100 ribu orang.

“Banyak orang menganggap situs itu hanya sebagai kuburan dalam pengertian modern, padahal sebenarnya [bermakna] lebih dari itu. Di makam-makam yang dihias ini, anda mendapati pemandangan indah dari setiap aspek kehidupan di Mesir kuno. Jadi, ini bukan hanya tentang bagaimana orang Mesir meninggal tetapi juga bagaimana mereka hidup,” ujar Peter Der Manuelian, profesor egyptology Universitas Tufts, dikutip dari laporan National Geographic.

Sejarah Pembangunan Monas [Monumen Nasional], Ikon Kota Jakarta

Sejarah Pembangunan Monas – Menomen ini terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan tugu kebanggaan bangsa Indonesia, selain itu monas juga menjadi salah satu pusat tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar Jakarta. Tujuan pembangunan tugu monas adalah untuk mengenang dan mengabadikan kebesaran perjuangan Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, dan juga sebagai wahana untuk membangkitkan semangat patriotisme generasi sekarang dan akan datang.

Monas mulai dibangun pada bulan Agustus 1959. Keseluruhan bangunan Monas dirancang oleh para arsitek Indonesia yaitu Soedarsono, Frederich Silaban dan Ir. Rooseno. Pada tanggal 17 Agustus 1961, Monas diresmikan oleh Presiden Soekarno. Dan mulai dibuka untuk umum sejak tanggal 12 Juli 1975.

Tugu Monas punya ciri khas tersendiri, sebab arsitektur dan dimensinya melambangkan kias kekhususan Indonesia. Bentuk yang paling menonjol adalah tugu yang menjulang tinggi dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala seakan tak kunjung padam, melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut berjuang sepanjang masa.

Baca Juga: Apakah Christopher Columbus Penemu Benua Amerika?

Bentuk dan tata letak Monas yang sangat menarik memungkinkan pengunjung dapat menikmati pemandangan indah dan sejuk yang memesona, berupa taman di mana terdapat pohon dari berbagai provinsi di Indonesia. Kolam air mancur tepat di lorong pintu masuk membuat taman menjadi lebih sejuk, ditambah dengan pesona air mancur bergoyang.

Di dekat pintu masuk menuju pelataran Monas itu juga nampak megah berdiri patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Patung yang terbuat dari perunggu seberat 8 ton itu dikerjakan oleh pemahat Italia, Prof Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia.

Gagasan Pembangunan Monas

Gagasan awal pembangunan Monas muncul setelah sembilan tahun kemerdekaan diproklamirkan. Beberapa hari setelah peringatah HUT ke-9 RI, dibentuk Panitia Tugu Nasional yang bertugas mengusahakan berdirinya Tugu Monas. Panitia ini dipimpin Sarwoko Martokusumo, S Suhud selaku penulis, Sumali Prawirosudirdjo selaku bendahara dan dibantu oleh empat orang anggota masing-masing Supeno, K K Wiloto, E F Wenas, dan Sudiro.

Panitia yang dibentuk itu bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pembangunan Monas yang akan didirikan di tengah lapangan Medan Merdeka, Jakarta . Termasuk mengumpulkan biaya pembangunannya yang harus dikumpulkan dari swadaya masyarakat sendiri.

Setelah itu, dibentuk panitia pembangunan Monas yang dinamakan ”Tim Yuri” diketuai langsung Presiden RI Ir Soekarno. Melalui tim ini, sayembara diselenggarakan dua kali. Sayembara pertama digelar pada 17 Februari 1955, dan sayembara kedua digelar 10 Mei 1960 dengan harapan dapat menghasilkan karya budaya yang setinggi-tingginya dan menggambarkan kalbu serta melambangkan keluhuran budaya Indonesia.

Dengan sayembara itu, diharapkan bentuk tugu yang dibangun benar-benar bisa menunjukan kepribadian bangsa Indonesia bertiga dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari beton dan besi serta batu pualam yang tahan gempa, tahan kritikan jaman sedikitnya seribu tahun serta dapat menghasilkan karya budaya yang menimbulkan semangat kepahlawanan.

Oleh Tim Yuri, pesan harapan itu dijadikan sebagai kriteria penilaian yang kemudian dirinci menjadi lima kriteria meliputi harus memenuhi ketentuan apa yang dinamakan Nasional, menggambarkan dinamika dan berisi kepribadian Indonesia serta mencerminkan cita-cita bangsa, melambangkan dan menggambarkan “api yang berkobar” di dalam dada bangsa Indonesia, menggambarkan hal yang sebenarnya bergerak meski tersusun dari benda mati, dan tugu harus dibangun dari benda-benda yang tidak cepat berubah dan tahan berabad-abad.

Namun, dua kali sayembara digelar, tidak ada rancangan yang memenuhi seluruh kriteria yang ditetapkan panitia. Akhirnya, ketua Tim Yuri menunjuk beberapa arsitek ternama yaitu Soedarsono dan Ir F Silaban untuk menggambar rencana tugu Monas. Keduanya arsitek itu sepakat membuat gambarnya sendiri-sendiri yang selanjutnya diajukan ke ketua Tim Yuri (Presiden Soekarno), dan ketua memilih gambar yang dibuat Soedarsono.

Dalam rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan pemikiran yang mengakomodasi keinginan panitia. Landasan pemikiran itu meliputi kriteria Nasional. Soedarsono mengambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya yaitu angka 17, 8, dan 45 sebagai angka keramat Hari Proklamasi.

Bentuk tugu yang menjulang tinggi mengandung falsafah “Lingga dan Yoni” yang menyerupai “Alu”sebagai “Lingga” dan bentuk wadah (cawan-red) berupa ruangan menyerupai “Lumpang” sebagai “Yoni”. Alu dan Lumpang adalah dua alat penting yang dimiliki setiap keluarga di Indonesia khususnya rakyat pedesaan. Lingga dan Yoni adalah simbol dari jaman dahulu yang menggambarkan kehidupan abadi, adalah unsur positif (lingga) dan unsur negatif (yoni) seperti adanya siang dan malam, laki-laki dan perempuan, baik dan buruk, merupakan keabadian dunia.

Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala. Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.

Proses Pembangunan Monas

Pembangunan tugu Monas dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu tahap pertama (1961-1965), kedua (1966-1968), dan tahap ketiga (1969-1976). Pada tahap pertama pelaksanaan pekerjaannya dibawah pengawasan Panitia Monumen Nasional dan biaya yang digunakan bersumber dari sumbangan masyarakat.

Tahap kedua pekerjaannya masih dilakukan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya saja, biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, karena keterbatasan biaya.

Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).

Ruang Museum Sejarah

Ruang museum sejarah yang terletak tiga meter dibawah permukaan halaman tugu memiliki ukuran 80X80 meter. Dinding serta lantai di ruang itu pun semuanya dilapisi batu marmer. Di dalam ruangan itu, pengunjung disajikan dengan 51 jendela peragaan (diorama) yang mengabadikan sejarah sejak jaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia, perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia hingga masa pembangunan di jaman orde baru. Di ruangan ini pula, pengunjung juga dapat mendengar rekaman suara Bung Karno saat membacakan Proklamasi.

Ruang Kemerdekaan

Sementara di ruang kemerdekaan yang berbentuk amphitheater terletak di dalam cawan tugu, terdapat empat atribut kemerdekaan meliputi peta kepulauan Negara RI , Lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika, dan pintu Gapura yang berisi naskah Proklamasi Kemerdekaan.

Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu memiliki ukuran 11X11 meter, pengunjung dapat mencapai pelataran itu dengan menggunakan elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang.

Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong di setiap sudut, dimana pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter dari halaman tugu Monas.

Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu ditambah menjadi 50 kilogram.

Apakah Christopher Columbus Penemu Benua Amerika?

Apakah Christopher Columbus Penemu Benua Amerika? – Christopher Columbus adalah penjelajah samudera andal Spanyol yang dipercaya merupakan keturunan Italia.

Christopher Columbus dikenal sebagai pemrakarsa pelayaran samudera dan penemu Benua Amerika.

Columbus menemukan Benua Amerika pada 14 Agustus 1498, dalam penjelajahannya yang ketiga untuk melintasi Atlantik.

Akan tetapi, anggapan ini cukup banyak ditentang oleh para ahli sejarawan.

Lantas, benarkah Christopher Columbus penemu Benua Amerika?

Baca juga: Sejarah Tercipta Lagu Indonesia Raya

Columbus bukan penemu Benua Amerika

Anggapan bahwa Christopher Columbus merupakan penemu Benua Amerika tidaklah benar.

Sebab, orang Eropa yang disebut-sebut pertama kali berkunjung ke Amerika adalah Leif Erikson, pemimpin bangsa Viking. Ia sampai di Benua Amerika, tepatnya di Kanada, pada 1000.

Viking adalah sebutan untuk orang-orang Skandinavia yang sempat menjelajah dan menjajah wilayah Eropa dan sebagian Amerika Utara sekitar akhir abad ke-8.

Christopher Columbus dikenal sebagai penemu Benua Amerika berkat sejarah penjelajahannya.

Columbus kali pertama mulai berlayar pada 1492. Ketika itu, dia berangkat dari Spanyol dan mendarat di San Salvador, Kepulauan Bahama, bukan Hindia Timur seperti yang diperkirakan.

Kemudian, Columbus melanjutkan pelayarannya pada 1493, 1498, dan 1502, yang membawanya ke berbagai wilayah di Amerika Selatan dan Tengah.

Berkat pencapaiannya itu, Christopher Columbus pun dianggap sebagai penemu Benua Amerika.

Akan tetapi, dalam perkembangannya, anggapan yang sudah banyak dipercaya oleh mayoritas masyarakat ini salah.

Lebih akurat jika Columbus dinobatkan sebagai sosok yang memperkenalkan serta membuka jalan untuk orang-orang Eropa ke Amerika, bukan sebagai penemu benua itu.

Ditambah, Christopher Columbus tidak pernah mendarat di Amerika Utara sepanjang dia melakukan penjelajahan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Christopher Columbus bukan penemu Benua Amerika.

Sejarah Tercipta Lagu Indonesia Raya

Sejarah Tercipta Lagu Indonesia Raya – Indonesia Raya merupakan lagu kebangsaan Republik Indonesia. Lagu ini diciptakan oleh Wage Rudolf Supratman atau WR Supratman.

Indonesia Raya pertama kali diperkenalkan pada 28 Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II di Batavia.

Indonesia Raya menjadi penanda kelahiran pergerakan nasionalisme seluruh nusantara di Indonesia.

Baca juga: Sejarah Agama Kristen di Dunia

Latar Belakang

WR Supratman sudah bertahun-tahun mengikut kakaknya tinggal di Makassar, sampai akhirnya pada 1924 ia memutuskan untuk kembali ke Pulau Jawa.

Di sana, ia bekerja sebagai wartawan di Bandung dan menyumbangkan artikel-artikelnya ke surat kabar Kaoem Moeda, Kaoem Kita, dan Sin Po.

Sejak saat itu, Supratman mulai tergugah dalam suasana pergerakan, ia pun berkontribusi dalam menciptakan lagu-lagu perjuangan yang membangkitkan semangat.

Suatu hari, Supratman membaca sebuah artikel yang menentang para komponis Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan tanah air.

Melihat berita tersebut, Supratman menggubah lagu Indonesia Raya yang pada subjudulnya ia beri tulisan “lagu kebangsaan”.

Lagu tersebut pertama kali dikumandangkan saat Kongres Pemuda II dan ditanggapi dengan gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.

Tidak butuh waktu lama, naskah lagu Indonesia Raya tersebar ke mana-mana.

Teks lagu Indonesia Raya dipublikasikan pertama kali oleh surat kabar Sin Po, surat kabar Tionghoa.

Sedangkan untuk rekaman pertama dimiliki oleh seorang pengusaha bernama Yo Kim Tjan.

Protes

Pada 1930, lagu Indonesia Raya dilarang untuk dinyanyikan di depan umum, karena dianggap mengganggu ketertiban dan keamanan.

Belanda merasa khawatir, Indonesia Raya akan memicu semangat kemerdekaan atau pemberontakan.

Supratman pun diinterogasi oleh pemerintah Belanda yang kemudian disusul dengan protes lainnya, sampai Volksraad (dewan rakyat) harus turun tangan.

Pemerintah Hindia-Belanda pun terpaksa untuk mengusut kembali larangan yang dimaklumatkan Gubernur Jenderal.

Keputusan akhir yang didapat adalah lagu Indonesia Raya boleh dinyanyikan tanpa lirik “merdeka, merdeka” dan di dalam ruangan tertutup.

Aturan

Lagu Indonesia Raya dan penggunaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1958 dan UU No. 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

Protokol 

Pasal 62 UU No. 25 Tahun 2009 berbunyi:

“Setiap orang yang hadir pada saat lagu kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat”.

Penggunaan 

Lagu Indonesia diperdengarkan atau dinyanyikan pada saat:

  • Untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil Presiden RI.
  • Untuk menghormati bendera negara pada waktu pengibaran atau penurunan bendera negara yang diadakan dalam upacara.
  • Dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
  • Dalam acara pembukaan sidang paripurna MPR, DPR, DPRD, dan DPD.
  • Untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi.
  • Dalam acara atau kegiatan olahraga internasional.
  • Dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia.

Larangan

  1. Mengubah lagu kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan lagu kebangsaan.
  2. Memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan lagu kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial.
  3. Menggunakan lagu kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.

WR Supratman

WR Supratman adalah guru, wartawan, violinis, dan komponis Hindia Belanda.

Ia dikenal sebagai pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya serta merupakan anggota grup musik jazz Black adn White Jazz Band. 

Tanggal lahir versi pertamanya, 9 Maret, ditetapkan sebagai Hari Musik Nasional.

Ia pun diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia atas jasanya.

Sejarah Agama Kristen di Dunia

Sejarah Agama Kristen di Dunia – Kristen adalah salah satu agama yang banyak dipeluk penduduk dunia.

Orang-orang yang beragama Kristen biasa disebut sebagai umat Kristiani.

Mayoritas pemeluk agama Kristen adalah orang-orang dari negara Barat, seperti Eropa dan Amerika. slot server kamboja no 1

Setelah itu, ajaran Kristen mulai menyebar luas ke negara-negara lain, salah satunya Indonesia.

Agama Kristen masuk ke Indonesia pada 1575, yang dibawa oleh Belanda ke Maluku.

Terlepas dari penyebarannya yang cukup pesat, bagaimana sejarah agama Kristen?

Baca juga: Inilah Teori Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Sejarah Kristen

Agama Kristen bermula dari kota kecil bernama Yerusalem, yang kemudian berkembang menjadi tempat kelahiran Yesus Kristus.

Kelahiran, kematian, dan kenaikan Yesus ke surga menjadi awal mula serta intisari dari kekristenan yang dipeluk oleh umat Kristiani.

Lebih lanjut, setelah kemunculan perjanjian baru, agama Kristen pun mulai menyebar ke berbagai penjuru dunia yang kebanyakan dibawa oleh bangsa penjajah, seperti Spanyol, Portugis, dan Belanda.

Perjanjian Baru adalah bagian utama kedua kanon Alkitab Kristen yang membahas ajaran-ajaran dan pribadi Yesus serta berbagai peristiwa dalam kekristenan pada abad ke-1.

Ketiga negara, Spanyol, Portugis, dan Belanda, menjajah negara-negara di kawasan Asia hingga Afrika.

Ketika menjajah, ketiga negara itu juga turut menyebarkan ajaran Kristen yang mereka bawa ke negara jajahannya.

Biasanya, penyebaran ajaran Kristen dilakukan oleh para pendeta yang disebut dengan misi glory atau memperluas penyebaran Kristen ke wilayah-wilayah yang baru.

Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menyebarkan ajaran Kristen, salah satunya zending.

Zending adalah organisasi-organisasi perkabaran injil yang dilakukan oleh pemerintah Belanda.

Adapun maksud dan tujuannya adalah untuk menyebarkan ajaran Kristen di tengah masyarakat.

Dalam agama Kristen, ada beberapa hal yang menjadi pilar utama, yaitu:

  • Yesus Kristus: yang diyakini oleh umat Kristiani sebagai anak Allah.
  • Alkitab: kitab umat Kristiani.
  • Baptis: simbol mensucikan diri dari segala dosa ketika manusia dilahirkan.
  • Tritunggal: satu Tuhan memiliki tiga pribadi yang sehakikat, yaitu Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Penyebaran agama Kristen

Tersebarnya agama Kristen di dunia dimulai dari berdirinya gereja-gereja di sepanjang Mediterania Timur hingga Romawi.

Diyakini bahwa penyebaran agama Kristen di dunia bermula dari setelah Yesus disalib di Yerusalem, yang kemudian bangkit lagi, dan naik ke surga.

Gereja pertama didirikan 50 hari setelah kebangkitan Yesus dari kematian.

Orang-orang pertama yang mengimani agama Kristen adalah bangsa Yahudi.

Setelah itu, seiring berjalannya waktu, ajaran Kristen mulai disebarluaskan ke negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Inilah Teori Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia

Teori Masuknya Agama Hindu dan Budha ke Indonesia – ANDA pasti sudah tidak asing dengan candi Borobudur, candi Prambanan, maupun peninggalan lain – berupa prasasti dan lain sebagainya, yang tersebar di Indonesia dan menjadi objek wisata popular.

Hal tersebut merupakan bukti bahwa pengaruh agama Hindu dan Budha di Indonesia cukup besar dan menjadi salah satu pembentuk keanekaragaman budaya di tanah air Indonesia.

Masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia berawal melalui jalur perdagangan.

Pada masa tersebut, sebelum bangsa kolonial datang ke Nusantara, Indonesia melakukan transaksi perdagangan dengan bangsa asing, terutama Tiongkok dan India yang merupakan pusat agama Hindu dan Buddha terbesar di Asia.

Baca juga: 7 Tokoh yang Terlibat dalam Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

5 Teori Masuknya Agama Hindu dan Buddha ke Indonesia

Melalui jalur perdagangan, agama Hindu dan Buddha mulai hadir di Indonesia. Para pedagang tersebut mengajarkan agama Hindu dan Buddha ke Indonesia.

Ada 5 teori yang cukup terkenal dalam menjelaskan masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia.

1. Teori Ksatria 

Menurut teori ksatria agama Hindu dibawa ke Indonesia oleh kaum militer atau prajurit dan bangsawan yang saat itu memegang kekuasaan di wilayah India. Teori ksatia dikemukakan oleh C.C. Berg, Mookerji, dan J.L. Moens,

teori ini menyatakan agama Hindu dan Buddha dibawa oleh kaum ksatria yang melalukan ekspedisi militer ke Indonesia.

2. Teori Waisya

Teori ini menyatakan kalau agama Hindu Buddha dibawa oleh pada pedagang India ke Indonesia. Agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India. Teori ini dikemukakan oleh N.J. Krom, yang berpendapat bahwa agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia dibawa oleh pedagang dari India.

Agama Hindu dan Buddha disebarkan dengan cara pernikahan, hubungan dagang, atau interaksi dengan penduduk setempat saat pedagang dari India dan bermukim di Nusantara yang secara spesifik merujuk kepada Indonesia atau kepulauan Indonesia di masa sekarang.

3. Teori Brahmana

Teori brahmana pertama kali dikemukakan oleh Jc.Van Leur. Teori ini menyatakan bahwa agama Hindu Buddha dibawa oleh kaum brahmana dengan dua cara, yaitu kaum brahmana dari India diundang raja-raja Indonesia dan kaum brahmana datang dari India bersama para pedagang ke Nusantara.

4. Teori Arus Balik

Teori yang dikemukakan oleh F.D.K Bosch menyatakan bahwa agama Hindu Buddha dibawa oleh orang Indonesia yang pergi belajar ke India dan ketika kembali dari India, mereka menyebarkan agama Hindu Buddha ke Indonesia.

5. Teori Sudra

Teori sudra dikemukakan oleh van Faber. Teori ini menjelaskan bahwa penyebaran agama dan kebudayaan Hindu Buddha di Indonesia diawali oleh para kaum sudra atau budak yang bermigrasi ke wilayah Indonesia.

7 Tokoh yang Terlibat dalam Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Tokoh yang Terlibat dalam Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan – Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah bagian dari pidato proklamasi yang disampaikan oleh Ir. Soekarno sebagai wakil bangsa Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan ini dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB bertempat di Jalan Pegangsaan Timur no 56, Jakarta.

Pada saat yang sama, dikibarkan pula Bendera Merah Putih sebagai bendera negara dan dinyanyikan lagu kebangsaan ciptaan WR. Supratman.

Sebelum kemerdekaan diproklamasikan, bangsa Indonesia sudah melalui perjalanan dan pengorbanan yang begitu besar.

Salah satunya adalah peristiwa Rengasdengklok yang ditandai dengan penculikan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta oleh golongan muda.

Pada buku tematik kelas 5 SD, kita diajak untuk menentukan tokoh yang terlibat dalam Peristiwa Proklamasi dan memainkan perannya.

Baca Juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Apakah teman-teman sudah tahu siapa saja tokohnya? Berikut ini penjelasan tokoh dalam Proklamasi beserta perannya. Simak, yuk!

1. Ir. Soekarno

Ir. Soekarno adalah satu orang yang berjasa dalam mendirikan negara Republik Indonesia sebagai negara yang berdaulat.

Bung Karno menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadasi Maeda bersama Bung Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo.

Beliau kemudian menandatangani teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama Bung Hatta.

Bung Karno juga membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur No.56, Jakarta.

2. Drs. H. Mohammad Hatta

Tokoh yang terlibat dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia selanjutnya adalah Drs. H. Mohammad Hatta.

Bung Hatta bertugas menyusun teks Proklamasi, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menandatanganinya.

Selain itu, Bung Hatta juga memberi ide kalimat teks Proklamasi,

“Hal-hal tentang pemindahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.”

Bung Hatta menjadi pendamping Ir. Soekarno dalam upacara Proklamasi dan menggunakan pakaian serba putih.

3. Achmad Soebardjo

Achmad Soebarjo merupakan tokoh selanjutnya yang juga berjasa dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia.

Perannya adalah membawa Soekarno dan Moh. Hatta kembali ke Jakarta setelah dibawa dengan paksa ke Rengasdengklok.

Perjalannya penuh rintangan, namun tak menyurutkan langkahnya untuk menyelamatkan kedua pemimpin itu.

Sesampainya di lokasi, beliau berhasil membujuk para pemuda agar dapat membawanya kembali ke Jakarta.

Achmad Soebardjo juga meyakinkan para pemuda bahwa keduanya akan segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

4. Laksamana Tadashi Maeda

Laksamana Tadashi Maeda merupakan seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, teman-teman.

Ia membantu persiapan konsep teks Proklamasi Kemerdekaan dengan mempersilakan rumahnya digunakan untuk kegiatan penting.

Meskipun orang Jepang, ia rela membantu Indonesia karena simpatinya terhadap rakyat Indonesia yang begitu besar.

5. Sukarni

Sukarni termasuk dalam golongan muda yang ikut terlibat dalam upaya penculikan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok.

Selama di Rengasdengklok, keduanya didesak untuk segera memproklamasikan kemerdekaan, paling lambat 17 Agustus 1945.

Akhirnya, kedua tokoh penting ini menyetujui dan dibawa kembali ke Jakarta oleh Achmad Soebardjo untuk menyusun Proklamasi.

6. Fatmawati

Fatmawati adalah istri dari Presiden Ir. Soekarno. Fatmawati menjadi ibu negara Indonesia pertama pada tahun 1945-1967.

Perannya bagi peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tentu tidak boleh dilupakan begitu saja.

Sebab, Fatmawati berperan sebagai penjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan ketika upacara 17 Agustus 1945.

7. Sayuti Melik

Tokoh yang berjasa dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia selanjutnya adalah Sayuti Melik.

Sayuti Melik dicatat dalam sejarah Indonesia sebagai tokoh Proklamasi yang mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Tak hanya itu saja, Sayuti Melik juga dikenal sebagai sosok yang menubah kalimat:

“Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia” dalam konsep naskah proklamasi.

Nah, itulah beberapa tokoh yang terlibat dalam peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Semoga informasi ini bisa bermanfaat, ya

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Sejarah Berdirinya Kerajaan Mataram Islam Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya pada akhir abad ke-16.

Pusat pemerintahan kerajaan ini berada di sekitar Yogyakarta, dan sempat pula dipindahkan ke Surakarta.

Berdiri pada masa penjajahan Belanda membuat Kerajaan Mataram Islam tidak luput dari gangguan VOC.

Campur tangan VOC pun menjadi salah satu faktor Kerajaan Mataram Islam terbelah dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pada 1755.

Lantas, bagaimana proses berdirinya Kerajaan Mataram Islam?

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam

Proses berdirinya Kerajaan Mataram Islam dimulai ketika Panembahan Senopati atau Danang Sutawijaya turut membantu Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir mengalahkan Arya Penangsang.

Danang Sutawijaya adalah putra Ki Ageng Pemanahan, salah satu orang kepercayaan Sultan Hadiwijaya.

Pada awal abad ke-16, Danang Sutawijaya dan Ki Ageng Pemanahan membantu Sultan Hadiwijaya menumpas pemberontakan Arya Penangsang di Kesultanan Demak.

Sultan Hadiwijaya, sebagai menantu Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak, memilih mendirikan Kerajaan Pajang dengan pusat pemerintahan berada di sekitar Surakarta saat ini.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit dan 13 Rajanya

Atas jasanya menyingkirkan Arya Penangsang, Ki Ageng Pemanahan diberi hutan Mentaok (sekarang Kotagede, Yogyakarta) oleh Sultan Hadiwijaya.

Ki Ageng Pemanahan membangun tanah tersebut menjadi sebuah kadipaten di bawah Kerajaan Pajang.

Di saat yang sama, Danang Sutawijaya juga diadopsi oleh ultan Hadiwijaya, sebagai pancingan karena belum mempunyai keturunan.

Pada 1575, Danang Sutawijaya menggantikan posisi ayahnya yang wafat sebagai Adipati Mataram dengan gelar Senopati Ing Ngalaga, yang artinya panglima di medan perang.

Setelah itu, Danang Sutawijaya berusaha melepaskan diri dari Kerajaan Pajang, yang berakibat pada timbulnya peperangan dengan Sultan Hadiwijaya.

Tidak lama kemudian, Sultan Hadiwijaya sakit dan akhirnya wafat. Upaya Danang Sutawijaya untuk memerdekakan Mataram pun semakin mudah, terlebih lagi Kerajaan Pajang mengalami pergolakan karena perebutan kekuasaan.

Pada 1586, Danang Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram Islam dan mengangkat dirinya sebagai raja dengan gelar Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama.

Kerajaan Mataram Islam sempat berjaya di masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645), sebelum akhirnya terpecah dua pada pertengahan abad ke-18.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit dan 13 Rajanya

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit –  Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Budha terakhir di Nusantara antara abad ke-13 dan ke-16. Dalam sejarah, Majapahit dianggap sebagai salah satu kerajaan terbesar, dan wilayahnya mencakup hampir seluruh nusantara. Kerajaan Majapahit didirikan pada tahun 1293 oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singasari.

Puncak kesuksesan kerajaan itu pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1389. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menaklukkan Sumatera, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan beberapa pulau Filipina.

Baca Juga: Sejarah Pendiri Kerajaan Sriwijaya Hingga Puncak Kejayaanya

Kerajaan juga memiliki hubungan dengan Kampa, Kamboja, Siam, Burma selatan, Vietnam dan Cina. Sumber sejarah kerajaan Majapahit dapat ditemukan dalam kitab Negarakertagama, Pararaton, kitab Kidung, prasasti dan berita Cina.

Sejarah Singkat Kerajaan Majapahit

Konon awal mula Kerajaan Majapahit berdiri setelah runtuhnya Kerajaan Singasari akibat Pemberontakan Jayakatwang pada tahun 1292 M.
Cucu Kartanegara (raja Singosari dikalahkan Jayakatwang) yang berada di bawah tekanan, yaitu Raden Wijaya kemudian melarikan diri.
Selama pelariannya, ia menerima bantuan dari Arya Wiraja. Raden Wijaya kemudian membuat desa kecil di hutan Trowulan dan diberi nama desa Majapahit.
Nama ini diambil dari nama buah Maja yang tumbuh di hutan namun memiliki rasa pahit, terkait dengan Historia.
Seiring berjalannya waktu, desa itu berkembang dan Wijaya diam-diam dikuatkan dengan merebut hati penduduk dari Tumapel dan Daha.
Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu lebih cepat ketika pasukan Khubilai Khan tiba pada tahun 1293.
Setelah mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang pasukan Khubilai Khan karena tidak mau tunduk pada kekuasaan kaisar Mongol.
Penobatannya sebagai raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 atau pada tanggal 10 November 1293 merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan Majapahit.
Sebagai raja, Raden Wijaya bergelar Kertarajasa Jayawardhana. Nama Raden Wijaya telah disematkan untuk menghormati pamannya, pendiri Kerajaan Singasari, serta untuk menghormati leluhurnya di Singasari.

Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit

Meskipun sering memberontak pada tahap awal, kerajaan Majapahit tumbuh menjadi kerajaan terbesar di Nusantara. Masa kejayaan kerajaan datang ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk (1350-1389 M). Kejayaan Majapahit tak luput dari peran Gajah Mada, sang mahapatih yang berhasil menumpas segala pemberontakan dan bersumpah untuk menyatukan nusantara.

Selama 39 tahun berkuasa, Hayam Wuruk dan Gajah Mada telah berhasil membuat panji Majapahit terlihat di seluruh nusantara bahkan semenanjung Malaka. Sumpah Palapa yang dikeluarkan oleh Gajah Mada dilaksanakan, dengan wilayah Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Malaysia, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, serta Tumasik (Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina.

Selain itu, kerajaan juga menjalin hubungan dengan Campa (Thailand), Kamboja, Siam, Burma selatan, Vietnam dan Cina. Majapahit juga memiliki armada laut yang tangguh di bawah pimpinan Mpu Nala. Berkat kekuatan dan strategi militernya, Majapahit mampu menciptakan stabilitas di wilayahnya. Dari segi ekonomi, Majapahit telah menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara dengan ekspor lada, garam, dan lengkeng.

Raja-raja Kerajaan Majapahit

• Raden Wijaya (1293-1309 M)
• Sri Jayanagara (1309-1328 M)
• Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350 M)
• Hayam Wuruk (1350-1389 M)
• Wikramawardhana (1389-1429 M)
• Dyah Ayu Kencana Wungu (1429-1447 M)
• Prabu Brawijaya I (1447-1451 M)
• Prabu Brawijaya II (1451-1453 M)
• Prabu Brawijaya III (1456-1466 M)
• Prabu Brawijaya IV (1466-1468 M)
• Prabu Brawijaya V (1468 -1478 M)
• Prabu Brawijaya VI (1478-1489 M)
• Prabu Brawijaya VII (1489-1527 M)

Pusat Kerajaan Majapahit

Sebagai kerajaan besar saat ini, Majapahit tercatat telah tiga kali pindah pusat pemerintahan. Tiga pusat pemerintahan tetap berada di wilayah Jawa Timur.
• Mojokerto
Pusat pemerintahan atau ibu kota kerajaan Majapahit yang pertama terletak di kota Mojokerto. Saat itu ibu kota diperintah oleh raja pertama, diyakini Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya. Lokasi pusat pemerintahan tersebut konon berada di tepi Sungai Brantas.

• Trowulan
Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri Jayanegara, raja kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat pemerintahan ke Trowulan. Pada masa kini, kota tersebut berjarak 12 km dari Mojokerto. Pusat pemerintahan di Trowulan berjalan cukup lama.

• Daha
Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat pemerintahan kerajaan Majapahit.
Kepindahan pusat pemerintahan Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan masalah internal di kerajaan dan ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Keruntuhan Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran setelah wafatnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk. Sejak saat itu, para penerusnya tidak ada yang cakap dalam mengelola luasnya kekuasaan Majapahit. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang mendorong runtuhnya Kerajaan Majapahit, di antaranya:
• Banyak wilayah taklukkan yang melepaskan diri
• Terdapat konflik perebutan takhta
• Meletusnya Perang Paregreg
• Semakin berkembangnya pengaruh Islam di Jawa
Kekuasaan Kerajaan Majapahit benar-benar berakhir pada 1527, setelah ditaklukkan oleh pasukan Sultan Trenggana dari Kesultanan Demak. Sejak saat itu, wilayahnya yang tersisa diambil alih oleh Kesultanan Demak.

Peninggalan Kerjaan Majapahit

Meski telah runtuh beberapa abad lalu, hingga kini masyarakat modern tetap dapat menyaksikan sisa-sisa peninggalan kerajaan Majapahit. Saksi bisu kejayaan Majapahit muncul dalam berbagai rupa seperti situs, candi, kitab, dan arsitektur.

Situs Trowulan :
Sebagai salah satu pusat pemerintahan, kerajaan Majapahit banyak meninggalkan warisannya seperti prasasti Wurare, Kudadu, Sukamerta, Balawi, Prapancasapura, Parung, Canggu, Biluluk, Karang Bogem, Katiden.

Candi :
Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Pari, Candi Penataran, Candi Jabung, Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Wringin Branjang, Candi Surawana Candi Minak Jinggo, Candi Rimbi, Candi Kedaton, dan Candi Sumberjati.

Prasasti :
Prasasti Kudadu, Prasasti Sukamerta, Prasasti Prapancasapura, Prasasti Wringin Pitu, Prasasti Wurare, Prasasti Balawi, Prasasti Parung, Prasasti Biluluk, Prasasti Karang Bogem, Prasasti Katiden, dan Prasasti Canggu Prasasti Jiwu. (OL-13)

Sejarah Pendiri Kerajaan Sriwijaya Hingga Puncak Kejayaanya

Sejarah Pendiri Kerajaan Sriwijaya – Kerajaan Sriwijaya adalah sebuah kerajaan yang menjadi salah satu kerajaan maritim terbesar yang ada di wilayah Indonesia. Letaknya kerajaan ini berada tepat di Pulau Sumatera dengan corak khasnya yaitu Budha.

Kerajaan Sriwijaya juga menjadi sebagai sebuah kerajaan yang berhasil berkuasa dalam mengendalikan jalur perdagangan utama di wilayah Selat Malaka. Serta berhasil pula untuk menaklukkan berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa.

Sebagai kerajaan yang berada di jalur perdagangan yang melintasi Selat Malaka, terdapat banyak sekali para pedagang yang singgah di jalur perdagangan ini guna membeli rempah-rempah. Tidak hanya barang berupa rempah-rempah saja, awal mula berdirinya kerajaan Sriwijaya juga terjadi pula sebuah pertukaran kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang yang berasal dari India, Arab, dan China yang membawa dampak terhadap budaya di Pulau Sumatera sampai sekarang ini.

Nama Sriwijaya ini diambil dari bahasa Sansekerta yakni kata “Sri” artinya cahaya atau bercahaya dan kata “Wijaya” artinya kejayaan atau kemenangan. Dengan begitu, arti nama dari Sriwijaya yaitu kemenangan yang gemilang.

Lalu, bagaimana awal mula berdirinya kerajaan Sriwijaya? Siapakah pendiri kerajaan Sriwijaya? dan apa saja beberapa hal penting lainnya terkait kerajaan Sriwijaya?. Berikut telah dirangkum terkait kerajaan Sriwijaya mulai dari awal mula berdiri kerajaan Sriwijaya, pendiri kerajaan Sriwijaya, raja-raja di kerajaan Sriwijaya, letak dari kerajaan Sriwijaya, masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, masa keruntuhan kerajaan Sriwijaya, dan peninggalan dari kerajaan Sriwijaya. Mari perhatikan secara lengkap pembahasan berikut ini.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Singasari Paling Lengkap

Awal Mula Berdiri Kerajaan Sriwijaya

Sebuah catatan awal mula berdirinya kerajaan Sriwijaya pertama kali diteliti oleh seorang Pria kelahiran Perancis pada tahun 1920, bernama George Coedes. Kala itu dirinya memberitahukan mengenai temuannya dalam sebuah surat kabar berbahasa Indonesia dan Belanda.

Kerajaan Sriwijaya diperkirakan telah berdiri dan pertama kali muncul pada abad ke-7 masehi. Hal itu dengan didasarkan pada sebuah catatan perjalanan seorang biksu bernama I Tsing yang menuliskan kisah persinggahan selama 6 bulan di Kerajaan Sriwijaya. Tak hanya itu saja, catatan mengenai berdirinya kerajaan Sriwijaya ini juga didasarkan pada sebuah penemuan prasasti abad ke-7 yang cukup banyak.

Pada abad ke-7 masehi kerajaan Sriwijaya yang dipimpin oleh seorang raja bernama Dapunta Hyang Sri Janayasa atau biasa disebut dengan nama Sri Jayanasa, merupakan seorang raja pertama di kerajaan Sriwijaya. Keterangan itu tertulis dalam salah satu prasasti yang ditemukan di Kota Kapur, Bangka.

Meski begitu, kisah pendirian dari kerajaan Sriwijaya ini merupakan salah hal yang terkadang cukup sulit untuk dipecahkan oleh para peneliti. Karena pada sumber-sumber yang telah ditemukan atau dijumpainya tersebut tidak terdapat sebhah struktur genealogis yang tersusun secara rapi antar raja-raja di kerajaan Sriwijaya.

Di dalam prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 masehi menyebutkan bahwa nama Dapunta Hyang, merupakan raja di kerajaan Sriwijaya. Lalu, Di dalam prasasti lainnya yaitu prasasti Talang Tuo pada tahun 684 masehi menyebutkan bahwa nama Dapunta Hyang diperjelas kembali menjadi nama Dapunta Hyang Sri Janayasa. Kedua prasasti ini dijadikan sebagai sebuah penjelasan tertua mengenai sosok dari Dapunta Hyang Sri Janayasa dianggap sebagai seorang pemimpin atau raja di kerajaan Sriwijaya.

Pada prasasti Kedukan Bukit ini pun menceritakan mengenai kisah dari seorang bernama Dapunta Hyang yang pernah mengadakan sebuah perjalanan dengan membawa sebanyak 20 ribu tentara yang berasal dari Minanga Tamwan menuju ke daerah Palembang, Bengkulu, dan juga Jambi. Dalam perjalanannya itu, dirinya berhasil untuk menguasai wilayah yang dianggap strategis untuk melakukan perdagangan di kerajaan Sriwijaya sehingga menjadi makmur.

Sementara itu, berdasarkan prasasti Kota ditemukan di Pulau Bangka pada tahun 686 masehi. Isi dalam prasasti tersebut menceritakan mengenai kisah dari kerajaan Sriwijaya yang diperkirakan telah berhasil dalam menaklukkan wilayah Sumatera bagian selatan, Bangka, dan juga Belitung. Bahkan hingga ke wilayah Lampung.

Bukti itu juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa mencoba untuk melancarkan ekspedisi militernya guna melakukan serangan terhadap wilayah Jawa yang dianggapnya sebagai wilayah yang tidak mau berbakti terhadap maharaja Sriwijaya. Peristiwa tersebut terjadi pada waktu yang hampir mendekati dengan runtuhnya sebuah kerajaan yang ada di Jawa Barat bernama Kerajaan Tarumanegara dan kerajaan yang ada di Jawa Tengah bernama Kerajaan Kalingga atau Holing. Serangan itu dapat saja terjadi dikarenakan oleh adanya serangan atau perlawanan yang dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya.

Pendiri dari Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mempunyai seorang raja pertama bernama Dapunta Hyang Sri Jayanasa atau biasa disebut Sri Jayanasa. Nama Dapunta Hyang Sri Jayanasa menjadi raja di kerajaan Sriwijaya dengan didasarkan pada sebuah catatan dari I Tsing dan catatan dari dua prasasti yakni prasasti Talang Tuo dan prasasti Kedukan Bukit.

Pada catatan I Tsing dan prasasti tersebut menyebutkan bahwa nama Dapunta Hyang Sri Jayanasa adalah seorang yang diangkat sebagai raja di kerajaan Sriwijaya setelah melakukan perjalanan suci atau biasa dikenal Siddhayatra memakai sebuah perahu.

Dapunta Hyang Sri Jayanasa memimpin ribuan prajurit dan armada untuk menguasai sejumlah wilayah di Palembang, Lampung, Jambi, dan Bangka. Sejumlah catatan lain pun menyebutkan bahwa Dapunta Hyang juga sempat mencoba untuk melakukan penyerangan terhadap kerajaan yang ada di Pulau Jawa.

Raja-raja di Kerajaan Sriwijaya

Seperti yang telah disampaikan pada pembahasan diatas bahwa struktur genealogis raja-raja di Sriwijaya banyak yang terputus dan hanya didukung oleh beberapa bukti yang dianggap kurang kuat.

Berikut merupakan nama raja-raja di kerajaan Sriwijaya yang telah disepakati oleh sejumlah para ahli sesudah masa kekuasaan dari Dapunta Hyang Sri Jayanasa. Diantaranya yaitu:

– Sri Indrawarman
– Raja Dharanindra
– Raja Samaratungga
– Rakai Pikatan
– Balaputradewa
– Sri Udayadityawarman
– Sri Culamaniwarman atau Cudamaniwarman
– Sri Marawijayatunggawarman
– Sri Sanggramawijayatunggawarman

Letak dari Kerajaan Sriwijaya

Letak pasti dari kerajaan Sriwijaya sampai sekarang ini masih menjadi perdebatan. Akan tetapi, sebuah pendapat yang dikemukakan oleh seorang bernama G. Coedes di tahun 1918 menyebutkan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya berada di wilayah Palembang.

Hingga sekarang ini, wilayah Palembang masih dianggap sebagai pusat pemerintahan kerajaan Sriwijaya. Sejumlah para ahli juga menyimpulkan bahwa Sriwijaya dengan coraknya yakni maritim mempunyai kebiasaan dalam berpindah-pindah pusat kekuasaan. Karena terdapat sejumlah ahli yang menyimpulkan bahwa Sriwijaya berpusat di wilayah Kedah, Setelah itu Muara Takus, sampai disebutkan pula kota Jambi.

Namun sebuah penelitian baru yang dilakukan oleh Universitas Indonesia di tahun 2013 menemukan bahwa terdapat sejumlah situs candi dengan corak Buddha di wilayah Muaro Jambi. Runtuhnya candi tersebut diperkirakan menjadi tempat tinggal dari para cendekiawan Buddha. Pada dahulu kala, kerajaan Sriwijaya banyak menampung biksu Buddha dan para cendekiawan.

Masa Kejayaan Kerajaan Sriwijaya

Masa kejayaan kerajaan Sriwijaya berada ketika masa pemerintahan Balaputradewa. Saat itu, kerajaan Sriwijaya banyak berhasil menguasai jalur perdagangan yang strategis dan beberapa kerajaan lainnya.

Kekuasaan dan pengaruh kerajaan Sriwijaya pun telah mencapai ke wilayah Thailand dan Kamboja. Hal itu tampak pada Pagoda Borom That yang memiliki gaya arsitektur Sriwijaya yang berada di Chaiya, Thailand.

Letaknya yang berada di jalur perdagangan menjadikan Sriwijaya mudah untuk menjual hasil alam, misalnya kapur barus, cengkih, kayu gaharu, kayu cendana, kapulaga, dan pala. Raja Balaputradewa dianggap sebagai seorang raja yang membawa kerajaan Sriwijaya mencapai puncak kejayaan di abad ke-8 dan ke-9.

Akan tetapi, pada dasarnya kerajaan Sriwijaya mengalami masa kekuasaan yang jaya hingga ke generasi Sri Marawijaya. Hal itu dikarenakan raja-raja sesudah Sri Marawijaya telah disibukkan oleh peperangan melawan Pulau Jawa di tahun 922 masehi dan 1016 masehi.

Kemudian, dilanjutkan dengan perlawanan menghadapi kerajaan Cola di tahun 1017 sampai tahun 1025 masehi, Raja Sri Sanggramawijaya berhasil ditawan. Pada masa pemerintahan Balaputradewa hingga dengan Sri Marawijaya, kerajaan Sriwijaya berhasil menaklukkan Selat Malaka yang menjadi jalur utama perdagangan antara Cina dan India.

Tak hanya itu saja, seperti yang dikutip dari Buku Mengenal Kerajaan-Kerajaan Nusantara karya dari Deni Prasetyo, menceritakan bahwa mereka berhasil memperluas kekuasaan sampai ke wilayah Jawa Barat, Bangka, Kalimantan Barat, Singapura, Malaysia, dan Thailand bagian Selatan. Guna menjaga keamanan tersebut, kerajaan Sriwijaya membangun sejumlah armada laut yang cukup kuat.

Dengan tujuan agar kapal asing yang hendak melakukan perdagangan di Sriwijaya merasa aman dari adanya gangguan perompak. Sampai lambat laun, Sriwijaya berkembang sebagai negara maritim yang sangat kuat.

Masa Keruntuhan Kerajaan Sriwijaya

Seiring pergantian dari kepemimpinan kerajaan Sriwijaya yang mulai banyak mendapatkan serangan dari berbagai kerajaan khususnya adalah kerajaan di Pulau Jawa. Terdapat serangan dari kerajaan Medang yang berada di Jawa Timur, serangan itu merupakan salah satu serangan gencar dari Pulau Jawa.

Selain itu kerajaan Sriwijaya pub menerima serangan bertubi-tubi dari kerajaan Cola hingga melemahkan kekuasaan di Selat Malaka dan secara perlahan berhasil menguasai daerah kekuasaan lain di Sriwijaya. Kebesaran kerajaan Sriwijaya kini mulai mengalami kemunduran pada abad ke-11 masehi.

Pada masa itu, berawal dari adanya serangan besar-besaran yang dilakukan oleh seorang raja bernama Rajendra Coladewa dari Kerajaan Cola yang berhasil menaklukkan salah satu raja di kerajaan Sriwijaya. Dilansir dari buku Sejarah karya dari Nana Supriatna, menceritakan bahwa pada abad ke-13 masehi salah satu kerajaan taklukan Sriwijaya yakni kerajaan Malayu, berhasil ditaklukkan oleh kerajaan Singasari, merupakan kerajaan dari Jawa dengan pemimpin bernama Kertanegara. Lewat sebuah ekspedisi Pamalayu, Kertanegara berhasil untuk menjalin hubungan yang baik terhadap kerajaan Malayu.

Sedangkan, kerajaan Sriwijaya mulai merasa lemah dan tidak dapat berbuat apa-apa dalam mencegah negara taklukannya menjalin hubungan yang baik dengan wilayah saingan yaitu Pulau Jawa. Sampai kelemahan itu dimanfaatkan oleh kerajaan Sukhodaya dari Thailand dibawah pimpinan Raja Kamheng. Daerah Sriwijaya yang berada di Semenanjung Malaysia berhasil direbut sehingga Selat Malaka dapat dikuasai. Akhir abad ke-14 masehi, kerajaan Sriwijaya pun benar-benar runtuh sebab serangan kerajaan Majapahit dari Jawa.

Peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya

Terdapat sejumlah peninggalan kerajaan Sriwijaya yang belum diketahui oleh orang banyak. Berikut peninggalan kerajaan Sriwijaya mulai dari prasasti hingga dengan Candi, diantaranya:

1. Prasasti Kedukan Bukit

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang pertama ini yaitu prasasti Kedukan Bukit. Prasasti tersebut ditemukan di tepi sungai Batang, Kedukan Bukit, Kota Palembang. Pada prasasti itu terdapat angka tahun yakni 686 masehi yang ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Di dalam prasasti Kedukan Bukit berisi ungkapan mengenai Dapunta Hyang yang menaiki perahu dan mengisahkan mengenai kemenangan Sriwijaya.

2. Prasasti Kota Kapur

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang kedua ini yaitu prasasti Kota Kapur. Prasasti itu ditemukan di Pulau Bangka sebelah Barat yang isinya mengenai kutukan untuk orang yang berani melanggar perintah dari Raja Sriwijaya.

3. Prasasti Telaga Batu

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang ketiga ini yaitu prasasti Telaga Batu. Prasasti tersebut ditemukan di Kolam Telaga Biru, Kecamatan Ilir Timur, Kota Palembang. Di dalam prasasti Telaga Batu berisi tentang kutukan untuk orang-orang jahat yang berada di wilayah kerajaan Sriwijaya.

4. Prasasti Karang Berahi

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang keempat ini yaitu prasasti Karang Berahi. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Karang Berahi, Merangin, Jambi. Di dalam prasasti Karang Berahi isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.

5. Prasasti Palas Pasemah

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang kelima ini yaitu prasasti Palas Pasemah. Prasasti tersebut ditemukan di pinggir rawa Desa Palas Pasemah, Lampung Selatan. Di dalam prasasti Palas Pasemah berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang isinya mengenai kutukan untuk orang-orang jahat yang tidak setia terhadap Raja Sriwijaya.

6. Prasasti Talang Tuo

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang selanjutnya ini yaitu prasasti Talang Tuo. Di dalam prasasti tersebut berisi mengenai doa Buddha Mahayana dan kisahnya mengenai pembangunan taman dari Sri Jayanasa.

7. Prasasti Hujung Langit

Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang berikutnya ini yaitu prasasti Hujung Langit. Prasasti tersebut ditemukan di Desa Haur Kuning, Lampung. Di dalam prasasti Hujung Langit terdapat sebuah angka tahun yakni 997 masehi.

8. Prasasti Ligor

Selain Peninggalan kerajaan Sriwijaya yang telah disebutkan diatas terdapat juga peninggalan kerajaan sriwijaya lainnya yaitu prasasti Ligor. Prasasti tersebut ditemukan di wilayah Thailand sebelah Selatan oleh seorang bernama Nakhon Si Thammarat. Di dalam prasasti Ligor berisi mengenai kisah seorang Raja Sriwijaya yang membangun Tisamaya Caitya untuk Karaja.

9. Prasasti Leiden

Tak hanya prasasti Ligor, Talang Tuo, Hujung Langit, Palas Pasemah, Karang Berahi, Kota Kapur, Telaga Batu, dan Kedukan Bukit saja, terdapat juga peninggalan kerajaan Sriwijaya lainnya yaitu prasasti Leiden. Di dalam prasasti ini tertulis bahasa Sanskerta pada lempengan tembaganya. Serta tamil yang mengisahkan mengenai hubungan dinasti Cola terhadap dinasti Syailendra dari Sriwijaya.

10. Candi Muara Takus

Peninggalan kerajaan Sriwijaya tidak hanya memiliki peninggalan berupa prasastinya yang cukup banyak tetapi juga memiliki Candi. Terdapat peninggalan kerajaan Sriwijaya berupa Candi yang bernama Muara Takus. Candi ini ditemukan di Desa Muara Takus, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Candi Muara Takus mempunyai corak Budha yang khas dengan beberapa susunan stupa. Di dalam halaman Candi ini pun terdapat Candi dengan nama Candi Bungsu, Candi Sulung, Stupa Palangka, dan Stupa Mahligai.

Demikian pembahasan mengenai Kerajaan Sriwijaya mulai dari awal mula berdiri kerajaan Sriwijaya, pendiri kerajaan Sriwijaya, raja-raja di kerajaan Sriwijaya, letak dari kerajaan Sriwijaya, masa kejayaan kerajaan Sriwijaya, masa keruntuhan kerajaan Sriwijaya, dan peninggalan dari kerajaan Sriwijaya. Semoga pembahasan tersebut dapat memberikan wawasan pengetahuan dan manfaat bagi para pembacanya.

Sejarah Kerajaan Singasari Paling Lengkap

Sejarah Kerajaan Singasari merupakan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang berasal dari Malang, Jawa Timur. Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok yang bergelar Sri Rajasa Bathara Sang Amurwabhumi pada tahun 1222 M. Kerajaan Singasari mencapai masa puncak kejayaan pada tahun 1272-1292 M pada masa pemerintahan Kertanegara. Dibawah pemerintahan Kertanegara, Kerajaan Singasari mampu memperluas kekuasaannya hingga Bali, Sunda, sebagian Kalimantan dan sebagian Sumatera.

Sejarah Kerajaan Singasari

Pendirian Kerajaan Singasari tidak terlepas dari tokoh Ken Arok. Ken Arok awalnya hanya menjabat sebagai pengawal dari seorang akuwu di Tumapel bernama Tunggul Ametung. Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan menikahi istrinya, Ken Dedes. Setelah menjabat sebagai adipati Tumapel, Ken Arok bersekutu dengan para Brahmana dan melakukan pemberontakan di Kerajaan Kediri. Pemberontakan yang dilakukan oleh Ken Arok memaksa Raja Kertajaya, raja Kediri menyerahkan kekuasaannya dan bepindah ke Kerajaan Singasari. Ken Arok kemudian menjabat sebagai raja dari Kerajaan Tumapel atau dinamakan Kerajaan Singasari.

Baca Juga: Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera Pertamakali

Raja – Raja Kerajaan Singasari

  • Ken Arok (1222-1227 M)
  • Anusapati (1227-1248 M)
  • Tohjaya (1248 M)
  • Wisnuwardhana (1248-1272 M)
  • Kertanegara (1272-1292 M)

Kehidupan Sosial Kerajaan Singasari

Kehidupan sosial Kerajaan Singasari berubah – ubah menyesuaikan pemimpinnya. Pada masa pemerintahan Ken Arok, rakyat Singasari sangat terjamin. Pasca wafatnya Ken Arok, akibat konflik keluarga kerajaan menyebabkan kehidupan sosial rakyatnya tidak mendapat perhatian. Ketika masa pemerintahan Kertanegara masyarakat Singasari kembali teratur.

Kehidupan Politik Kerajaan Singasari

Kehidupan politik Kerajaan Singasari ditandai dengan adanya konflik keluarga Kerajaan Singasari yang membuat kerajaan mengalami pergantian kepemimpinan. Pada masa pemerintahan Kertanegara, Kerajaan Singasari melakukan ekspedisi Pamalayu untuk memperluas wilayah Kerajaan Singasari.

Masa Kejayaan Kerajaan Singasari

Kerajaan Singasari mencapai masa kejayaan pada masa pemerintahan Kertanegara. Kerajaan Singasari menguasai seluruh Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Melayu dan Semenanjung Melayu. Kertanegara dikenal sebagai raja yang menginginkan penyatuan atas wilayah Nusantara dibawah Singasari. Untuk mencapai cita – cita tersebut, Kertanegara menerapkan upaya berikut :

  • Perluasan daerah dan hubungan dengan luar negeri
  • Pengiriman ekspedisi ke Sumatera yang terkenal dengan ekspedisi Pamalayu (1275 M)
  • Memantapkan struktur pemerintahan Singasari
  • Agama Hindu dan Buddha sama-sama berkembang

Selain memperluas wilayah, Kertanegara juga mengembangkan perdagangan dan pelayaran. Komoditas ekspor Singasari diantaranya beras, emas, kayu cendana dan rempah – rempah. Pengausaan jalur perdagangan dari Selat Malaka hingga kepulauan Maluku menjadi bukti kebesaran Kerajaan Singasari.

Runtuhnya Kerajaan Singasari

Keruntuhan Kerajaan Singasari terjadi pada masa pemerintahan Kertanegara. Runtuhnya Singasari dikarenakan lemahnya pertahanan Singasari akibat terlalu mementingkan urusan luar negeri daripada dalam negeri. Jayakatwang dari Kediri melakukan penyerangan ke Singasari. Dampaknya, Kertangeara wafat dan Kerajaan Singasaripun runtuh.

Peninggalan Kerajaan Singasari

  • Candi Kidal
  • Candi Singasari
  • Candi Jago
  • Candi Katang Lumbang
  • Candi Kangenan
  • Prasasti Singasari
  • Prasasti Malurung

Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera Pertamakali

Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera Pertmakali – Masuknya kerajaan-kerajaan Islam di tanah diperkirakan telah berlangsung sekitar abad ke 13 hingga abad ke 16. Maraknya perdagangan antara pedagang muslim dari berbagai daerah seperti Arab, Maroko, Persia, Tiongkok dan lain-lain menjadikan masyarakat Indonesia saat itu mudah berbaur dengan para pedagang muslim.

Kegiatan perdagangan ini makin membuat agama Islam tersebar dengan pesat hingga ke berbagai daerah seperti Jawa, Maluku, Sulawesi hingga Sumatra. Kehadiran agama Islam di nusantara juga mulai menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat kala itu. Aturan-aturan hidup yang berlandaskan nilai-nilai Islam mulai diimplementasikan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat.

Baca Juga: Sejarah Pertama Kali Masuknya Islam di Indonesia

Proses masuknya Islam di Nusantara sebenarnya tidak tersiar secara bersamaan. Tiap daerah memiliki periode yang berbeda-beda saat Islam masuk di wilayahnya. Menurut para sejarawan Islam, Sumatera merupakan tempat yang menjadi awal mula masuknya Islam di nusantara.

Kemudian, masuknya agama Islam ke tanah air pada sekitar abad ke 6 tidak lepas dari pengaruh Syekh Kadir Jailani yang menyiarkan Islam saat itu. Pada periode pertama menyebarkan syiar agama Islam, beliau telah membawa banyak perubahan dan perkembangan di masyarakat nusantara.

Aspek budaya, sosial pemerintahan dan politik juga tersentuh dengan nilai-nilai Islam yang diajarkan. Secara umum, perubahan besar itu terlihat jelas dari berdirinya berbagai kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam di nusantara termasuk di wilayah Sumatera.

Kerajaan Islam di Sumatra

Kerajaan Jeumpa (777 M)

Kerajaan Jeumpa merupakan salah satu kerajaan Islam di nusantara yang muncul sekitar abad ke 7 M. Adapun pendiri dari kerajaan Jeumpa ini ialah Salman Al Parsi. Kerajaan Jeumpa menjadi tempat penyebaran pertama Islam untuk pertama kalinya di wilayah nusantara kala itu.

Penyebaran agama Islam di Kerajaan Jeumpa kala itu dipengaruhi oleh para pedagang muslim yang berasal dari Persia. Secara perlahan Kerajaan Jeumpa hingga para masyarakat pun memeluk Islam. Sekitar tahun 777 Masehi, kerajaan secara sepenuhnya menjadi kerajaan yang bercorak Islam.

Daerah cakupan Kerajaan Jeumpa mencakup Kabupaten Beureun. Masa keruntuhan Jeumpa terjadi sekitar tahun 880 M. Secara umum kerajaan Jeumpa menjadi kerajaan yang memiliki ramai penduduk. Adapun pusat pemerintahan dari Kerajaan Jeumpa ialah kota pelabuhan.

Kota ini termasuk sebagai tempat persinggahan dan perdagangan strategis di pulau Sumatera. Kerajaan Jeumpa juga masuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran yang strategis di wilayah Selat Malaka. Wilayahnya yang strategis tersebut menjadikan masyarakat Kerajaan Jeumpa memilih berdagang.

Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa terletak di wilayah pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan Jeumpa juga telah menjalin hubungan kerja sama perdagangan dengan berbagai kerajaan-kerajaan yang ada di seluruh pulau Sumatera.

Selain dengan kerajaan-kerajaan di nusantara, Kerajaan Jeumpa juga telah memiliki kerja sama perdagangan dengan berbagai kerajaan dari wilayah Persia, Arab, India bahkan Tiongkok.

Dalam mempelajari berbagai kerajaan Islam di Nusantara yang ada, buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara hadir untuk memberikan penjelasan sejarah mengenai kerajaan yang ada sebagai wawasan serta karakter sebagai umat Islam.

Kesultanan Peureulak (840-1292)

Kesultanan Perlak merupakan salah satu Kerajaan Islam di wilayah Sumatera. Kesultanan Perlak juga terkenal akan daerahnya yang menghasilkan banyak kayu perlak. Kayu perlak sendiri merupakan jenis kayu yang sangat cocok dalam pembuatan kapal.

Oleh karena itu daerah ini terkenal dengan sebutan Kesultanan Perlak. Karena wilayahnya yang strategis serta memiliki hasil alam yang baik, menjadikan Perlak sebagai kawasan pelabuhan niaga yang berkemang pada abad ke 8 M.

Semakin ramainya transaksi perdagangan yang dilakukan oleh pedagang muslim dari Arab dan Persia menjadikan masyarakat di daerah Perlak semakin dekat dengan Islam. Berbagai perkawinan campur dengan saudagar muslim dan warga setempat juga menjadi faktor utama semakin meluasnya Islam.

Proses awal islamisasi sendiri berkaitan dengan adanya perdagangan serta pembentukan kerajaan dimana kronologi singkatnya dapat kamu temukan pada buku Islam dalam Arus Sejarah Indonesia oleh Jajat Burhanudin yang juga menjelaskan berbagai hal lainnya terkait perkembangan agama Islam di Indonesia.

Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521)

Nama lain dari Kesultanan Samudera Pasai ialah Samudera Darussalam. Kerajaan ini merupakan salah satu kerajaan Islam yang terletak di bagian pesisir pantai utara Sumatera. Lokasinya berada di sekitar kota Loksumawe dan Aceh Utara.

Beberapa bukti sejarah yang mengaitkan keberadaan Kerajaan Samudera Pasai adalah ditemukannya beberapa makam raja serta berbagai penemuan koin berbahan emas dan perak yang berisikan nama-nama raja.

Kesultanan ini didirikan oleh Marah Silu yang memiliki gelar Sultan Malik As-Shaleh pada tahun 1267. Kerajaan Samudera Pasai Runtuh pada tahun 1521 ketika dikalahkan oleh bangsa Portugis.

Kesultanan Lamuri (800-1503)

Kesultanan Lamuri terletak di daerah Aceh Besar yang berpusat di Lam Reh, Kecamatan Masjid Raya. Kesultanan Lamuri merupakan kerajaan yang lebih dulu muncul sebelum berdirinya Aceh Darussalam.

Data mengenai keberadaan Kesultanan Lamuri ini didasarkan pada berita-berita luar yang selalu dikemukakan oleh para pedagang dan pelaut asing dari India, Arab dan China.

Kerajaan Linge (1025-sekarang)

Kerajaan Linge termasuk ke dalam kerajaan kuno yang terletak di Aceh. Kerajaan ini berdiri sekitar tahun 1025 M atau 416 H di mana raja pertamanya ialah Adi Genali.

Adi Genali sendiri memiliki empat orang anak yaitu Empuberu, Sibayak, Linge, Merah Johan dan yang terakhir Merah Linge. Menurut sejarah, Raja Linge I mewariskan sebuah pedang dan sebentuk cincin pertama untuk keturunannya. Pedang dan cicin tersebut berasal dari Mahmud Syah.

Kerajaan Siguntur (1250-sekarang)

Kerajaan Siguntur merupakan kerajaan yang telah berdiri sejak tahun 1250 setelah runtuhnya kerajaan Dharmasraya. Setelah bertahan beberapa periode, Kerajaan Siguntur pun kemudian dikuasai oleh Kerajaan Pagaruyung.

Namun, para ahli waris istana kerajaan masih tetap diberikan gelar sultan. Hingga hari ini ahli waris yang melanjutkan jabatan raja Siguntur ialah Sultan Hendiri. Bahasa yang digunakan di lingkungan Kerajaan Siguntur ialah bahasa Minang dialek Siguntur yang memang memiliki kesamaan dengan dialek Payakumbuh.

Kesultanan Indrapura (1347-Sekarang)

Kerajaan ini adalah sebuah kesultanan yang berlokasi di Pesisir Selatan, Sumatra Barat serta berbatasan dengan Jambi dan Bengkulu. Secara resmi, kerajaan ini pernah menjadi bawahan Kerajaan Pagaruyung akan tetapi pada akhirnya kesultanan ini berdiri sendiri sehingga bisa mengatur sendiri urusan kerajaan tanpa campur tangan kerajaan Pagaruyung.

Kerajaan Pedir (1400-1524)

Kerajaan Pedir merupakan kerajaan kecil yang digambarkan terletak di wilayah dataran rendah. Wilayahnya luas serta subur sehingga para penduduknya hidup dengan makmur. Batas-batas kerajaan ini ialah sebelah timur wilayah kerajaan Samudera Pasai, kemudian bagian barat wilayah kerajaan Aceh Darussalam dan bagian selatan berbatasan dengan pegunungan serta di bagian utara berbatasan dengan Selat Malaka.

Kerajaan Daya (1480-Sekarang)

Dulu wilayah kerajaan ini terdapat hulu sungai Daya. Di tempat ini terdapat sebuah dusun Lhan Na dan dihuni oleh masyarakat yang belum beragama. Tak lama setelah itu masyarakat di sekitar hulu menjadi ramai dan berkembang karena berbagai pendatang menikah dengan penduduk asli hulu. Agama Islam mulai meluas di kerajaan ini setelah orang-orang dari Aceh besar dan Pasai datang ke kerajaan ini.

Kesultanan Aceh (1496-1903)

Kesultanan Aceh Darussalam termasuk juga sebagai kerajaan Islam yang berada di provinsi Aceh. Kesultanan Aceh berlokasi di utara pulau Sumatra yang beribu kotakan Banda Aceh Darussalam.

Adapun sultan pertama dari kerajaan ini Sultan Ali Mughayat. Selama berdirinya kerajaan Aceh, kesultanan ini fokus pada sistem pendidikan militer yang bertujuan untuk menentang imperialism bangsa Eropa.

Dengan adanya sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, kerajaan Aceh menjadi pusat pengkajian ilmu pengetahuan serta menjadi sebuah kerajaan yang memiliki hubungan diplomatik dengan negara lain.

Kerajaan Sungai Pagu (1500-Sekarang)

Kerajaan ini telah ada sejak abad ke 16 di daerah Solok Selatan. Adapun nama lengkap dari kerajaan ini ialah Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu. Kerajaan ini terletak di Pasir Talang dan wilayah Bandar Sepuluh.

Kerajaan ini memiliki wilayah dari Surian hingga rantau XII Koto. Hingga hari ini penerus tahta raja dari Sungai Pagu sedang vakum setelah wafatnya Almarhum Zulkarnain Daulat yang memiliki gelar Baginda Sultan Besar Tuanku Rajo Disambah.

Kerajaan Bungo Setangkai

Kerajaan Bungo Setangkai merupakan kerajaan yang sudah lama berdiri di Minangkabau sebelum berdirinya Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini juga merupakan pecahan dari Kerajaan Pasumayan Koto Batu yang berada di Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar saat ini. Kerajaan ini sendiri diprakrasai oleh Datuk Ketumanggungan.

Kesultanan Jambi (1600-Sekarang)

Wiayah Jambi sebelumnya memang merupakan wilayah dari Kerajaan Melayu. Namun, setelah itu menjadi bagian dari wilayah Sriwijaya yang berada di Palembang. Sekitar abad ke 14 M, Jambi merupakan vassal dari kerajaan Majapahit.

Pengaruh Jawa saat itu juga masih sangat kental di dalam kerajaan Jambi yang berlangsung sekitar abad ke 17 dan ke 18. Munculnya kesultanan Jambi bersamaan dengan hadirnya Islam di wilayah tersebut.

Sekitar tahun 1616, Jambi menjadi pelabuhan terkaya setelah Aceh. Kemudian di tahun 1670, kerajaan Jambi mulai bersanding dengan kekuatan Kerajaan Johor dan Palembang. Sayangnya, masa kejayaan Jambi hanya seumur jagung. Di tahun 1680, Jambi telah kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama karena adanya konflik internal dengan Johor.

Kesultanan Asahan (1630-Sekarang)

Kesultanan Asahan terletak di wilayah yang saat ini disebut sebagai kota Tanjung Bali, Kabupaten Asahan. Kerajaan ini telah berdiri sejak tahun 1630. Di tahun 1865 kerajaan Asahan mengalami kemunduran setelah ditaklukkan Belanda.

Di tahun 1946, Kesultanan Asahan masuk menjadi bagian negara Indonesia. Adapun raja pertama di kesultanan Asahan ini ialah Raja Abdul Jalil. Hingga abad ke 19, Asahan tetap berada di bawah Kesultanan Aceh.

Kesultanan Serdang (1723-Sekarang)

Pada tahun 1723 kerajaan Serdang mulai berdiri kemudian di tahun 1946 kerajaan ini pun masuk menjadi bagian dari negara RI. Kesultanan Serdang berpisah dengan Deli di tahun 1720 karena adanya sengketa tahta kerajaan. Kerajaan ini masuk sebagai kerajaan yang makmur karena majunya perkebunan kelapa sawit, tembakau dan karet di wilayahnya. Sayangnya, pada tahun 1865 Serdang ditaklukkan oleh Belanda.

Kesultanan Deli (1632-Sekarang)

Kesultanan Deli masuk sebagai Kesultanan Melayu dan didirikan sejak tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan. Lokasi kerajaan ini terletak di Tanah Deli atau di kota Medan saat ini. Kesultanan Deli masih ada hingga hari meskipun sudah tak memiliki kekuatan politik lagi setelah terjadinya perang dunia II dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Kesultanan Langkat (1568-Sekarang)

Kesultanan Langkat adalah sebuah kerajaan yang pernah memerintah wilayah kabupaten Langkat yang saat ini dikenal sebagai Sumatera Utara. Kesultanan langkat menjadi makmur setelah dibukanya wilayah perkebunan karet hingga ditemukannya cadangan minyak di wilayah Pangkalan Brandan.

Kesultanan Siak

Kesultanan Siak yang juga dikenal sebagai Kesultanan Siak Sri Indreapura merupakan sebuah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Kesultanan Siak didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung dan bergelar Sultan Abdul Jalil di tahun 1723.

Kesultanan Palembang (1455-Sekarang)

Kesultanan Palembang merupakan sebuah kerajaan bercorak Islam dan berada di kota Palembang, Sumatera Selatan.

Kesultanan ini berada di bawah pimpinan Sri Susuhunan Abdurrahman, yaitu seorang bangsawan Palembang di tahun 1659. Kemudian di tahun 1823 pemerintah Belanda menghapuskan keberadaan Kesultanan Palembang.

Pelajari informasi lain mengenai Kesultanan Palembang pada buku Kesultanan Palembang dalam Pusaran Konflik yang di dalamnya memaparkan secara terperinci peristiwa, tokoh serta latar belakang internal dan juga eksternal.

Kesultanan Riau Lingga(1824-1911)

Kesultanan Lingga yang bercorak Islam ini didirikan di wilayah Pulau Lingga. Kesultanan ini didirikan pada tahun 1824 yang merupakan pecahan wilayah Kesultanan Johor Riau.

Pendiri dari kerajaan ini ialah Sultan Abdul Rahman Muazzam Syah. Pusat pemerintahan kesultanan Lingga awalnya terletak di Tanjung Pinang lalu kemudian dipindahkan ke pulau Lingga.

Kesultanan Kota Pinang (1630-1946)

Kesultanan Kota Pinang telah ada sejak tahun 1630 di area yang sekarang telah menjadi Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Kesultanan ini dikuasai oleh Belanda sekitar tahun 1837 dan kemudian masuk menjadi bagian negara Indonesia di tahun 1946.

Kesultanan Pelalawan (1725-1946)

Kesultanan Pelalawan telah ada sejak 1725 M hingga 1946 M. Kerajaan ini berada di wilayah kabupaten Pelalawan. Kerajaan ini pernah menguasai wilayah Melayu yang turut serta dalam pewarisan budaya Melayu dan Islam di wilayah Riau. Sebutan Tengkoe Besar adalah gelar untuk raja Pelalawan kala itu.

Kerajaan Indragiri (1347-1945)

Kerajaan Inderagiri menjadi kerajaan Melayu yang terletak di wilayah Kabupaten Indragilir Provinsi Riau. Sebelumnya, kerajaan ini menjadi bawahan dari Kerajaan Pagaruyung sekaligus kawasan pelabuhan. Setelah itu, Kerajaan Indragiri diperebutkan oleh Kesultanan Jambi, Siak dan Aceh.

Kerajaan Aru (1200-1613)

Kesultanan Aru juga dikenal dengan sebutan Haru yang merupakan kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai Timur Sumatera Utara Sekarang. Nama kerajaan ini juga disebut-sebut dalam Sumpah Palapa Gadjah Mada.

Kesultanan Barus (1300-1858)

Kerajaan Barus berada di Tapanuli Tengah. Kesultanan ini didirikan oleh Sultan Ibrahimsyah. Kesultnanan ini berakhir masa kejayaannya saat ditaklukkan Belanda di tahun 19 M.

Kerajaan Padang (1630-1946)

Kerajaan Padang masuk sebagai kerajaan Melayu yang bercorak Islam. Lokasi utama kerajaan Padang saat ini ialah di Tebing Tinggi.

Kerajaan Tamiang (1330-1558)

Kerajaan Tamiang juga dikenal dengan sebutan Benua Tunu yang merupakan kerajaan bercorak Islam di Aceh. Wilayah kerajaan ini memiliki perbatasan antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.

Kerajaan Tulang Bawang (1500-Sekarang)

Kerajaan Tulang Bawang merupakan sebuah kerajaan yang terletak di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di wilayah Kabupaten Talang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah mengenai kerajaan ini.

Kepaksian Sekala Brak (1400-Sekarang)

Kerajaan ini merupakan kerajaan yang bercorak Islam dan terletak di wilayah Lampung. Menurut sejarah kedatangan Empat Umpu Ratu dari Pasai membuat kerajaan ini menjadi kerajaan yang bercorak Islam.

Kerajaan Dharmasraya

Nama Dharmasraya berasal dari nama ibu Kota di sebuah Kerajaan Melayu yang berada di Sumatera. Kerajaan ini mengalami masa kemundurannya setelah Kerajaan Sriwijaya di serang oleh Raja Chola dari Koromandel di tahun 1025.

Sejarah Pertama Kali Masuknya Islam di Indonesia

Sejarah Pertama Kali Masuknya Islam di Indonesia – Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Agama ini lahir dan berkembang di Tanah Arab. Pendirinya ialah Muhammad yang lahir tahun 570 M. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moralitas manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup dalam keadaan moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah).

Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Makkah. Dikarenakan penyebaran agama baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada 622 M. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia. Sekalipun dakwah Muhammad pada periode Makkah bisa dibilang berat dan gagal secara politis atau paling tidak belum menemukan hasil yang setimpal, tetapi dia telah berhasil menancapkan kekuatan dan tonggak iman kepada sedikit pengikutnya yang kelak menjadi penyebar ajaran-ajaran tauhid, bahkan ekspansi kekuasaan ke berbagai belahan dunia.

Agama ini dapat berkembang dengan cepat karena Islam mengatur hubungan manusia dan Tuhan. Islam disebarluaskan tanpa paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya.

BACA JUGA: Inilah Sejarah Lahirnya Pancasila dan Perumusannya

Artikel kali ini tidak bermaksud mengkaji Islam secara luas, tetapi lebih menfokuskan kepada pertanyaan-pertanyaan seputar sejarah singkat masuknya Islam ke Indonesia dan peran Wali Songo dalam menyebarkan Islam di Jawa.

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini tentunya diperlukan analisis yang kuat secara sosio-historis agar kesimpangsiuran yang selama ini terus bergejolak paling tidak berkurang dengan munculnya asumsi baru yang didukung analisa dan argumentasi yang kuat.

Sejarah Singkat Masuknya Islam ke Indonesia

Sejauh menyangkut kedatangan Islam di Nusantara, muncul diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli. Biasanya perdebatan mereka berkisar kepada tiga topik, yaitu tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Dalam hal masuknya Islam ke Indonesia menimbulkan berbagai teori.

Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Tionghoa zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7 terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.

Adapun pendapat yang menyatakan Islam masuk Nusantara pada abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa dia pernah singgah di Perlak pada 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.

Bukti yang turut memperkuat pendapat ini ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297 M. Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur, dan berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.

Ada baiknya dipaparkan di sini beberapa pendapat tentang awal masuknya Islam di Indonesia.

1. Islam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7

  1. Seminar masuknya Islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al-Mas’udi, yang menyatakan bahwa pada 675 M terdapat utusan dari raja Arab muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada 648 M, diterangkan telah ada koloni Arab muslim di pantai timur Sumatra.
  2. Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum muslim masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di Sumatra dalam perjalannya ke Tionghoa.
  3. Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum muslim sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606–699 M.
  4. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslim sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.
  5. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada 674 M kaum muslim Arab telah masuk ke Malaya.
  6. S. Muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnya berjudul Islam di India dan Hubungannya dengan Indonesia menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum muslim India pada 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslim Indonesia.
  7. W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources, menjelaskan bahwa dalam Hikayat Dinasti T’ang memberitahukan adanya Ta Shih (Arab muslim) berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674 M).
  8. T.W. Arnold dalam buku The Preaching of Islam: A History of The Propagation of the Moslem Faith menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada 1 Hijriah (abad 7 M).

2. Islam Masuk ke Indonesia pada Abad ke-11

Satu-satunya sumber ini adalah ditemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun (dimasehikan 1082).

3. Islam Masuk ke Indonesia pada Abad ke-13

  1. Catatan perjalanan Marcopolo menyatakan bahwa dia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di Aceh pada 1292 M.
  2. K.F.H. van Langen menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di Aceh pada 1298 M berdasarkan berita Tiongkok.
  3. J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit Hindoesten menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13.
  4. Beberapa sarjana Barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dikarenakan sudah adanya beberapa kerajaaan Islam di kawasan Indonesia.

Namun yang jelas, sebelum pengaruh Islam masuk ke Indonesia, di kawasan ini sudah terdapat kontak-kontak dagang, baik dari Arab, Persia, India dan Tiongkok. Islam secara akomodatif, akulturatif, dan sinkretis merasuk dan mempunyai pengaruh di Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Melalui perdagangan itulah Islam masuk ke kawasan Indonesia. Dengan demikian, bangsa Arab, Persia, India, dan Tiongkok punya andil melancarkan perkembangan Islam di kawasan Indonesia.

Islam sendiri masuk di Jawa melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti
Maimun bin Hibatullah yang wafat pada 475 Hijriah atau 1082 M di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Selain itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada 822 H atau 1419 M.

Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.

Proses Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Indonesia

Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan munculnya bandar-bandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Selain itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh (pendakwah).

Untuk lebih jelasnya kiranya dapat disimak dalam paparan berikut ini.

1. Peranan Kaum Pedagang

Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang peranan penting dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia maupun para pedagang Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Selain itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang. Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama untuk menunggu datangnya angin musim.

Pada saat menunggu inilah terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat istiadat, budaya, dan agama. Tidak hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan. Pedagang-pedagang tersebut berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat, yang umumnya beragama Islam.

Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Inilah yang membuat penduduk Indonesia mulai memeluk agama Islam. Lama-lama penganut agama Islam semakin banyak, bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir.

Penduduk setempat yang telah memeluk agama Islam kemudian menyebarkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada sanak familinya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia. Selain itu, para pedagang dan pelayar tersebut juga ada yang menikah dengan penduduk setempat, sehingga lahirlah keluarga dan anak-anak yang Islam. Hal ini berlangsung terus selama bertahun-tahun hingga akhirnya muncul sebuah komunitas Islam, yang membentuk sebuah pemerintahaan Islam. Dari situlah lahir kesultanan-kesultanan Islam di Nusantara.

2. Peranan Bandar-Bandar di Indonesia

Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak di jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar.

Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia. Para pedagang beragama Islam di bandar-bandar inilah memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain atau kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia.

Kalau kita lihat, letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai. Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota, bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.

Peranan bandar-bandar sebagai pusat perdagangan dapat kita lihat jejaknya. Para pedagang di dalam kota mempunyai perkampungan sendiri-sendiri yang penempatannya ditentukan atas persetujuan dari penguasa kota tersebut, misalnya di Aceh, terdapat perkampungan orang Portugis, Benggali, Tionghoa, Gujarat, Arab, dan Pegu. Begitu juga di Banten dan kota-kota pasar kerajaan lainnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kota-kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam memiliki ciri-ciri yang hampir sama, yaitu letaknya di pesisir, ada pasar, ada masjid, ada perkampungan, dan ada tempat para penguasa (sultan).

Peran Wali Songo Dalam Menyebarkan Islam di Jawa

Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Selain sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya.

Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Selain itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh Wali Songo (9 wali). Wali ialah orang yang sudah mencapai tingkatan tertentu dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Para wali ini dekat dengan kalangan istana. Merekalah orang yang memberikan pengesahan atas sah tidaknya seseorang naik takhta. Mereka juga adalah penasihat sultan. Dikarenakan dekat dengan kalangan istana, mereka kemudian diberi gelar sunan atau susuhunan (yang dijunjung tinggi). Kesembilan wali tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim). Inilah wali yang diyakini sebagai pertama datang ke Jawa pada abad ke-15 dan menyiarkan Islam di sekitar Gresik. Dimakamkan di Gresik Jawa Timur pada 822 H/1419 M. Dia ternyata berhasil memikat banyak pengikut.
  2. Sunan Ampel (Raden Rahmat). Dia menyiarkan Islam di Ampel, Surabaya, Jawa Timur. Selain itu, dia merupakan perancang pembangunan Masjid Demak.
  3. Sunan Drajad (Syarifudin). Dia adalah anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan agama di sekitar Lamongan. Seorang sunan yang berjiwa sosial.
  4. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim). Dia adalah anak dari Sunan Ampel. Menyiarkan Islam di Tuban, Lasem, dan Rembang. Sunan yang sangat bijaksana.
  5. Sunan Kalijaga (Raden Mas Said/Jaka Said). Dia adalah murid Sunan Bonang. Menyiarkan Islam di Jawa Tengah. Seorang pemimpin, pujangga, dan filosof. Menyiarkan agama dengan cara menyesuaikan dengan lingkungan setempat.
  6. Sunan Giri (Raden Paku). Menyiarkan Islam di luar Jawa, yaitu Madura, Bawean, Nusa Tenggara, dan Maluku dengan metode bermain.
  7. Sunan Kudus (Jafar Sodiq). Menyiarkan Islam di Kudus, Jawa Tengah. Seorang ahli seni bangunan. Hasilnya ialah Masjid dan Menara Kudus.
  8. Sunan Muria (Raden Umar Said). Menyiarkan Islam di lereng Gunung Muria, terletak antara Jepara dan Kudus, Jawa Tengah. Sangat dekat dengan rakyat jelata.
  9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah). Menyiarkan Islam di Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Seorang pemimpin berjiwa besar.

Para wali tersebut, sekalipun banyak kalangan yang berpendapat bahwa dakwah mereka lebih banyak diwarnai nuansa pemikiran tasawuf, tetapi bukan berarti mereka tidak mempertimbangkan aspek-aspek seperti geo-strategis, geo-politis dan lain-lain. Meskipun masing-masing tidak hidup sezaman, tetapi dalam pemilihan wilayah dakwah sepertinya tidak sembarangan.

Penentuan tempat dakwahnya dipertimbangkan pula dengan faktor geo-strategi yang sesuai dengan kondisi zamannya. Kalau kita perhatikan, dari kesembilan wali dalam pembagian wilayah kerjanya ternyata mempunyai dasar pertimbangan geo-strategis yang mapan. Salah satu yang unik adalah bahwa kesembilan wali tersebut membagi kerja dengan rasio 5-3-1.

Jawa Timur mendapatkan perhatian besar dari para wali. Ada lima wali di wilayah ini yang sini menempatkan diri dengan pembagian teritorial dakwah yang berbeda. Maulana Malik Ibrahim, sebagai wali perintis mengambil wilayah dakwahnya di Gresik. Setelah Malik Ibrahim wafat, wilayah ini dikuasai oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil posisi di Surabaya. Sunan Bonang sedikit ke utara di Tuban, sedangkan Sunan Drajat di Sedayu Lamongan.

Kalau kita perhatikan posisi wilayah yang dijadikan basis dakwah kelima wali tersebut, kesemuanya mengambil tempat kota bandar perdagangan atau pelabuhan. Pengambilan posisi pantai ini adalah ciri Islam sebagai ajaran yang disampaikan oleh para da’i yang mempunyai profesi sebagai pedagang. Berkumpulnya kelima wali ini di Jawa Timur adalah karena kekuasaan politik saat itu berpusat di wilayah ini yaitu Kerajaan Kadiri di Kediri dan Majapahit di Mojokerto.

Pengambilan posisi di pantai ini sekaligus melayani atau berhubungan dengan pedagang rempah-rempah dari Indonesia timur. Hal ini sekaligus juga berhubungan dengan padagang beras dan palawija lainnya, yang datang dari
pedalaman wilayah kekuasaan Kadiri dan Majapahit seperti yang dikemukakan oleh J.C.Van Leur dalam Indonesia: Trade and Society.

Sebagaimana dikutip oleh Ahmad Mansur Suryanegara, selain Islam telah mulai masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 (674), juga dijelaskan bahwa penyebaran Islam di Indonesia tidak mengenal adanya lembaga khusus yang menanganinya. Selanjutnya, dijelaskan bahwa setiap muslim adalah sebagai da’i-nya. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh D.H. Burger dan Prajudi dalam Sejarah Sosiologis dan Ekonomis Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Mansur Suryanegara, menyatakan bahwa penyebaran Islam di Indonesia tidak mengenal agresi militer dan agama, tetapi melalui jalan damai atau pacifique penetration.

Penyebarannya lebih banyak dijalankan melalui perdagangan. Dari keterangan ini, dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa pemilihan tempat para wali dalam dakwahnya lebih banyak mengambil posisi bandar perdagangan daripada kota pedalaman.

Para wali di Jawa Timur lebih terlihat sebagai penyebar Islam yang berdagang. Artinya, tidak seperti yang banyak digambarkan oleh dongeng yang memberitakan kisah para wali sebagai tokoh yang menjauhi kehidupan masyarakat seperti berlaku sebagai biksu, atau lebih banyak beribadah seperti bertapa di gunung daripada aktif di bidang perekonomian. Ternyata dinamika kehidupannya lebih rasional seperti halnya yang dicontohkan oleh Muhammad yang juga pernah berdagang.

Para wali di Jawa Tengah mengambil posisi di Demak, Kudus, dan Muria. Sasaran dakwah para wali yang di Jawa Tengah tentu berbeda dengan yang ada di wilayah Jawa Timur. Dapat dikatakan bahwa pusat kekuasaan politik Hindu dan Buddha di Jawa Tengah sudah tidak berperan lagi. Hanya saja, para wali melihat realitas masyarakat yang masih dipengaruhi oleh budaya yang bersumber dari ajaran Hindu dan Buddha.

Saat itu, para wali mengakui wayang sebagai media komunikasi yang mempunyai pengaruh besar terhadap pola pikir masyarakat. Oleh karena itu, wayang perlu dimodifikasi, baik bentuk maupun isi kisahnya perlu diislamkan. Seperti tokoh Janaka yang kemudian diganti namanya menjadi Arjuna, yang berarti mengharapkan keselamatan sebagaimana dalam bahasa Arab sebagai arju najah, tokoh Bagong yang kemudian diartikan sebagai ma bagho yang berarti tidak mau berbuat sesuatu yang tidak terpuji, Petruk yang berarti meninggalkan sesuatu yang bertentangan dengan syari’at apabila diamanahi sebuah jabatan, hal ini diambil dari kata fatruk (tinggalkanlah sebagai fi’il amar).

Sebenarnya, penempatan di ketiga tempat tersebut tidak hanya melayani penyebaran Islam untuk Jawa Tengah semata, tetapi juga berfungsi juga sebagai pusat pelayanan Indonesia tengah. Saat berlangsung aktivitas ketiga wali tersebut, pusat kekuasaan politik dan ekonomi beralih ke Jawa Tengah, yakni dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit.

Munculnya kesultanan Demak nantinya melahirkan kesultanan Pajang dan Mataram II. Perubahan kondisi politik seperti ini, memungkinkan ketiga tempat tersebut mempunyai arti geo-strategis yang menentukan.

Proses islamisasi di Jawa Barat hanya ditangani oleh seorang wali, yaitu Syarif Hidayatullah, yang setelah wafat dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Penentuan tugas hanya oleh seorang wali untuk Jawa Barat tentu berdasarkan pertimbangan yang rasional pula. Saat itu, penyebaran ajaran Islam di Indonesia barat, terutama di Sumatra dapat dikatakan telah merata jika dibandingkan dengan kondisi di Indonesia timur.

Adapun pemilihan kota Cirebon sebagai pusat aktivitas dakwah Sunan Gunung Jati tidak dapat dilepaskan hubungannya dengan jalan perdagangan rempah-rempah sebagai komoditas yang berasal dari Indonesia timur. Cirebon merupakan pintu perdagangan yang mengarah ke Jawa Tengah dan Indonesia timur atau ke Indonesia Barat.

Oleh karena itu, pemilihan Cirebon dengan pertimbangan sosial politik dan ekonomi saat itu mempunyai nilai geo-strategis, geo-politik, dan geo-ekonomi yang menentukan keberhasilan penyebaran Islam selanjutnya.

Nah, itulah informasi mengenai kronologi masuknya Islam di Indonesia yang disebarkan oleh para pedagang, bandar-bandar, dan Wali Songo di Jawa. Islam tidak datang ke sebuah tempat dan pada suatu masa yang hampa budaya. Dalam ranah ini, hubungan antara Islam dengan anasis-anasir lokal mengikuti model keberlangsungan (al-namudzat al-tawashuli), ibarat manusia yang turun-temurun lintas generasi, demikian juga kawin-mengawini antara Islam dengan muatan-muatan lokal.

Islam di sisi lain merupakan agama yang berkarakteristik universal dengan pandangan hidup mengenai persamaan, keadilan, takaful, kebebasan, kehormatan, serta memiliki konsep teosentrisme yang humanistik sebagai nilai inti dari seluruh ajaran Islam.

Inilah Sejarah Lahirnya Pancasila dan Perumusannya

Inilah Sejarah Lahirnya Pancasila dan Perumusannya – Pancasila adalah pilar ideologis negara Indonesia. Nama ini terdiri atas dua kata dari Sanskerta: पञ्च “pañca” yang berarti lima dan शीला “śīla” yang berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berikut adalah lima ideologi utama penyusun Pancasila adalah lima sila Pancasila, yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:

  1. Ketuhanan yang Maha Esa.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia.
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sekalipun terjadi perubahan isi dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada 1945, tanggal 1 Juni diperingati bersama sebagai hari lahirnya Pancasila.

Baca Juga: Sejarah dan Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi Indonesia

Sejarah Perumusan dan Lahirnya Pancasila

Pada 1 Maret 1945, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat. Dalam pidato pembukaannya, dr. Radjiman antara lain mengajukan pertanyaan kepada anggota-anggota sidang, “Apa dasar Negara Indonesia yang akan kita bentuk ini?

Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu:

Lima Dasar oleh Muhammad Yamin, yang berpidato tanggal 29 Mei 1945. Yamin merumuskan lima dasar sebagai berikut:

  • Perikebangsaan.
  • Perikemanusiaan.
  • Periketuhanan.
  • Perikerakyatan.
  • Kesejahteraan rakyat.

Dia menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar kepada sejarah, peradaban, agama, dan hidup ketatanegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Namun, Mohammad Hatta dalam memoarnya meragukan pidato Yamin tersebut.

Soekarno kemudian mengusulkan Panca Sila yang dikemukakan pada 1 Juni 1945 dalam pidato spontannya yang kemudian dikenal dengan judul “Lahirnya Pancasila”. Soekarno mengemukakan dasar-dasarnya, yaitu:

  1. Kebangsaan Indonesia atau nasionalisme.
  2. Kemanusiaan atau internasionalisme.
  3. Mufakat atau demokrasi.
  4. Kesejahteraan sosial.
  5. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 1 Juni itu, katanya:

Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.

Sebelum sidang pertama itu berakhir, dibentuk suatu Panitia Kecil untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara berdasarkan pidato yang diucapkan Soekarno pada 1 Juni 1945 dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan Indonesia Merdeka.

Dari Panitia Kecil itu dipilih sembilan orang yang dikenal dengan Panitia Sembilan, untuk menyelenggarakan tugas itu. Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945 yang kemudian diberi nama Piagam Jakarta.

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa dokumen penetapannya ialah:

  • Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22 Juni 1945.
  • Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 – tanggal 18 Agustus 1945.
  • Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat – tanggal 27 Desember 1949.
  • Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara – tanggal 15 Agustus 1950.
  • Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret Presiden 5 Juli 1959).

Presiden Joko Widodo pada 1 Juni 2016 telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai tahun 2017.

Hari Kesaktian Pancasila

Penggambaran Garuda Pancasila dalam poster; setiap sila-sila Pancasila ditulis di samping atau bawah lambangnya.

Pada 30 September 1965, terjadi suatu peristiwa yang dinamakan Gerakan 30 September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif di belakangnya. Namun, otoritas militer dan kelompok keagamaan terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan usaha Partai Komunis Indonesia (PKI) mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis. Mereka berusaha untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa pembantaian di Indonesia 1965–1966.

Pada hari itu, enam jenderal dan satu kapten serta berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Fungsi dan Kedudukan Pancasila

Berikut ini adalah beberapa fungsi dan kedudukan Pancasila bagi negara kesatuan Republik Indonesia.

  1. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia merupakan nilai-nilai kehidupan dalam masyarakat bangsa Indonesia melalui penjabaran instrumental sebagai acuan hidup yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai, serta sesuai dengan napas jiwa bangsa Indonesia dan karena Pancasila lahir bersama dengan lahirnya bangsa Indonesia.
  2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia merupakan bentuk peran dalam menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat dibedakan dengan bangsa lain, yaitu sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa Indonesia
  3. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia merupakan kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai norma, dan etika yang telah melahirkan pandangan hidup.
  4. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia untuk mengatur tatanan kehidupan bangsa Indonesia dan negara Indonesia, yang mengatur semua pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai Pancasila.
  5. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara Republik Indonesia karena segala kehidupan negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan harus berlandaskan hukum. Semua tindakan kekuasaan dalam masyarakat harus berlandaskan hukum.
  6. Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia karena pada waktu mendirikan negara Pancasila adalah perjanjian luhur yang disepakati oleh para pendiri negara untuk dilaksanakan, dipelihara, dan dilestarikan.
  7. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia karena dalam Pancasila mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia adalah menjadikan Pancasila sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa.

Butir-Butir Pengamalan Pancasila

Berdasarkan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  1. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  2. Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
  3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
  2. Saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Mengembangkan sikap menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain, karena bangsa Indonesia adalah bagian dari seluruh umat manusia.
3. Persatuan Indonesia
  1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
  2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
  3. Cinta tanah air dan bangsa.
  4. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
  5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
  1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
  2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Meliputi semangat kekeluargaan untuk mencapai mufakat dalam musyawarah.
  5. Menerima dan melaksanakan hasil musyawarah dengan iktikad yang baik dan lapang dada.
  6. Melakukan musyawarah dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
  2. Bersikap adil.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak-hak orang lain.
  5. Suka menolong kepada orang lain.
  6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak bersifat boros.
  8. Tidak bergaya hidup mewah dan berfoya-foya.
  9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
  10. Suka bekerja keras.
  11. Menghargai dan mengapresiasi hasil karya orang lain.
  12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003

Sila pertama
Bintang
  1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Percaya dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Menghargai dan bekerja sama dengan pemeluk agama lain dengan kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
  5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
  6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap orang lain.
Sila kedua
Rantai
  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajat, kewajiban, dan hak asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Tidak bersikap semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Sila ketiga
Pohon Beringin
  1. Mampu menempatkan persatuan dan kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
  2. Sanggup rela berkorban demi kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
  3. Mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa.
  4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
  5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
  7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat
Kepala Banteng
  1. Sebagai warga dan masyarakat negara Indonesia, setiap manusia memiliki kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
  2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
  4. Menjalankan musyawarah dengan semangat kekeluargaan.
  5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
  6. Menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab.
  7. Mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan dalam musyawarah.
  8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
  9. Keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
  10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dapat dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima
Padi dan Kapas
  1. Mengembangkan sikap perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
  2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
  3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
  4. Menghormati hak orang lain.
  5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
  6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
  7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan, gaya hidup mewah, dan berfoya-foya.
  8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan dan pihak umum.
  9. Gemar bekerja keras.
  10. Mengapresiasi hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
  11. Gemar melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.

Psikologi Pancasila

Sikap dan perilaku berpancasila diharapkan dari setiap warga negara Indonesia. Psikologi sebagai ilmu jiwa dan tingkah laku berperan dalam menjelaskan dan meramalkan sikap maupun perilaku ini melalui riset empiris. Sejumlah studi tentang psikologi Pancasila telah dilakukan di Indonesia. Studi paling awal tentang uji psikometris validitas konkuren keberpancasilaan menghasilkan bukti bahwa pengukuran perilaku untuk sila pertama hingga sila kelima Pancasila bersesuaian masing-masing dengan pengukuran, yaitu:

  1. Sikap terhadap Tuhan.
  2. Identifikasi dengan kemanusiaan.
  3. Patriotisme.
  4. Dukungan terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
  5. Humanitarianisme.

Pengukuran keberpancasilaan juga sejalan dengan keutamaan karakter berupa transendensi, kemanusiaan, keberanian, kendali diri, dan keadilan. Hasil studi psikologis juga menunjukkan bahwa identitas religius bukan melunturkan melainkan menguatkan keberpancasilaan remaja Indonesia.

Nilai-nilai sejarah yang telah dimiliki bangsa Indonesia sejak masa prasejarah menjadi dasar sumber filsafat pembentuk Pancasila. Kelak menjadi ideologi pemersatu kemajemukan budaya di Nusantara, menjadi satu kesatuan NKRI.

Pancasila yang menjadi dasar filsafat negara dan filsafat hidup bangsa Indonesia mengandung nilai-nilai yang bersifat sistematis, fundamental, dan menyeluruh.

Dalam buku karangan Sulastomo, dengan judul Cita-Cita Negara Pancasila, dijelaskan secara tidak langsung Pancasila merupakan alat pemersatu, sehingga tidak perlu dipaksakan dalam bentuk satu kesatuan. Pancasila memiliki unsur ideologi sosialisme yang religius, bukan matrialistik maupun komunis.

Rayno Dwi Adityo dalam artikelnya yang berjudul Geneologis Nilai-Nilai Islam dalam Pancasila dan UUD 1945 menambahkan bahwa kelahiran Pancasila merupakan hasil penggalian yang dalam dari sumber, silsilah, dan nilai-nilai ajaran agama Islam begitu juga UUD NKRI 1945.

Nah, itulah informasi mengenai sejarah perumusan dan lahirnya Pancasila, serta butir-butir pengamalannya. Pancasila juga seringkali didefinisikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang memiliki makna bahwa kristalisasi pengalaman hidup dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia yang telah membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai, pandangan filsafat, moral, dan etika yang telah melahirkannya.

Sejarah dan Makna Proklamasi Kemerdekaan bagi Indonesia

Makna Proklamasi Kemerdekaan – Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945, secara resmi Bangsa Indonesia menyatakan dengan tegas mengenai kemerdekaannya. Sang proklamator yang memproklamasikan kemerdekaan Indonesia adalah Soekarno. Kala itu, Soekarno diberikan kesempatan membacakan naskah teks dari proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Meskipun peristiwa proklamasi kemerdekaan, merupakan peristiwa yang terjadi dalam waktu singkat, yaitu hanya terjadi selama kurang dari satu jam, namun lebih dari itu, proklamasi kemerdekaan adalah peristiwa yang memberikan perubahan besar bagi bangsa Indonesia.
Dengan alasan tersebut, peristiwa proklamasi kemerdekaan merupakan tonggak sejarah pembaruan yang terjadi dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, tentunya perubahan ini juga merubah dan memperbarui sistem kehidupan bangsa Indonesia dalam segala aspek.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat terlaksana karena adanya perjuangan panjang dan hebat dari pahlawan bangsa. Tentunya proklamasi kemerdekaan juga memiliki makna yang sangat berarti dalam hati masyarakat Indonesia. Karena itu perlu bagi kita untuk mengetahui apa saja makna yang terkandung dalam proklamasi kemerdekaan, ditinjau dari berbagai macam aspek.

Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

1. Makna proklamasi kemerdekaan dari aspek politik

Dengan adanya proklamasi kemerdekaan Indonesia, tentunya hal ini sangat berpengaruh terhadap dalam aspek politik. Proklamasi kemerdekaan Indonesia membuat Indonesia memiliki kedaulatan bagi rakyatnya sendiri, hal ini dibuktikan dengan adanya pengakuan yang dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia, bahwa segala bentuk kekuasaan dan pemerintahan diatur dan dikuasai oleh pemerintah Indonesia, dan tentunya bangsa Indonesia telah terbebas dari kolonialisme, Indonesia telah bebas dari penjajah.

Keinginan bebas dari penjajah sendiri merupakan cita -cta bangsa Indonesia yang begitu lama dijajah oleh bangsa dari negara lain. Karenanya terbebas dari segala bentuk penjajahan merupakan makna dari aspek politik yang sangat mendalam. Indonesia kini bebas mengatur dan menjalankan pemerintahannya sendiri.

2. Makna proklamasi kemerdekaan dari aspek sosial

Proklamasi kemerdekaan melahirkan adanya penghapusan segala hal yang bersifat diskriminasi. Lebih dari itu, proklamasi kemerdekaan juga mendukung adanya kesetaraan. Setiap warga negara Indonesia berhak untuk memiliki apa yang dia inginkan dalam bidang apapun, selain itu juga setiap warga negara memiliki kewajiban yang sama dalam bidang apapun.

Tentunya perubahan kesetaraan ini memberikan makna yang besar dalam lini kehidupan sosial masyarakat. Masyarakat akan lebih bebas untuk berpartisipasi dalam hal apapun sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Warga Negara Indonesia bisa berkarya tanpa ada batas serta sekat yang membedakan hanya karena berbeda suku, ras, agama, pandang politik dan lainnya.

3. Makna proklamasi kemerdekaan dari aspek ekonomi

Selanjutnya dari aspek dalam bidang ekonomi, proklamasi kemerdekaan menunjukan adanya peluang untuk melahirkan masyarakat yang sejahtera yang mampu mengelola segala macam bentuk sumber daya alam yang ada di Indonesia dengan sebaik mungkin.

Sumber daya ekonomi dapat dikembangkan bahkan dengan cara mandiri, dan terbebas dari campur tangan penjajah. Proklamasi kemerdekaan sangat bermakna bagi bidang ekonomi karena menjadi titik awal untuk tidak adanya lagi monopoli-monopoli yang melakukan kejahatan dengan merampas segala hak kekayaan yang ada dalam negara karena dijajah oleh bangsa asing.

4. Makna proklamasi kemerdekaan dari aspek budaya

Dalam aspek budaya, proklamasi kemerdekaan juga sangat berarti dan memiliki makna yang besar. Indonesia sendiri merupakan negara majemuk yang kaya akan budaya. Kebudayaan merupakan kepribadian yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tentunya proklamasi kemerdekaan melahirkan Pancasila, dan Pancasila mencerminkan bagaimana nilai-nilai kepribadian, diaan dimulai dari ketuhanan, kemudian kemanusiaan, demokrasi dan persatuan dan juga tentunya keadilan sosial.

5. Makna proklamasi kemerdekaan dari aspek pendidikan

Proklamasi kemerdekaan juga bermakna dalam aspek pendidikan, apabila tidak ada proklamasi kemerdekaan maka pendidikan di Indonesia tidak akan bisa merdeka secara seutuhnya seperti saat ini. Dengan adanya proklamasi setiap anak di Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dengan wajib belajar selama 12 tahun. Baik miskin maupun kaya, baik dia laki-laki maupun perempuan, semua anak memiliki hak yang setara untuk memperoleh pendidikan dengan layak.

Kemudian sistem pendidikan juga kini memiliki stada dan kualitasnya yang setara hal ini dilakukan agar terciptanya generasi yang unggul dan berkualitas.

Dalam berbagai aspek dan bidang tersebutlah proklamasi kemerdekaan dapat dimaknai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara warga negara Indonesia. Dalam pemaknaannya, proklamasi kemerdekaan Indonesia ini dapat dirangkum menjadi satu pemaknaan yang sama yaitu Indonesia telah sampai ke depan pintu gerbang kemerdekaannya, yang berdaulat, adil dan makmur.

Proklamasi Kemerdekaan Tonggak Sejarah Indonesia

Selain makna dari berbagai bidang sesuai dengan apa yang telah dijabarkan sebelumnya, proklamasi kemerdekaan Indonesia juga memiliki makna sebagai tonggak sejarah bagi bangsa Indonesia. Dengan adanya proklamasi, sudah jelaslah proklamasi merupakan tiang paling utama dalam segala upaya dan perjuangan yang telah bangsa Indonesia lakukan demi terciptanya kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

Proklamasi adalah martabat yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Proklamasi juga merupakan garis yang menjadi tanda bahwa segala penderitaan yang dirasakan oleh bangsa Indonesia di bawah tangan penjajah telah resmi berakhir. Kolonialisme di bumi pertiwi telah ditiadakan dan sekaligus juga menjadi bukti serta tanda bahwa Indonesia telah sepenuhnya menjadi bangsa dan negara yang mandiri dalam berbagai macam aspek dan bidang.

Proklamasi Kemerdekaan Tanda Lahirnya NKRI

Makna penting dari proklamasi kemerdekaan Indonesia, juga tentunya menjadi sejarah awal bagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terlahir. Dengan adanya NKRI maka secara resmi sebuah negara kesatuan yang berdaulat telah terbentuk di bawah bumi pertiwi.

Hal ini juga tercantum jelas dalam Pasal 1 UUD RI, yang secara gamblang menjelaskan mengenai pernyataan bahwa Indonesia merupakan negara kesatuan yang berdiri dalam bentuk republik. Dan Proklamasi kemerdekaan adalah simbol nyata dan juga simbol awal sebuah konstitusi, kemudian pemerintahan dan juga wilayah yang ada di Indonesia terbentuk.

Secara De Facto, Proklamasi adalah Simbol Kemerdekaan

Makna Proklamasi Kemerdekaan yang sangat penting berikutnya adalah, proklamasi kemerdekaan merupakan simbol de facto yang membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka. De Facto sendiri memiliki arti sebagai suatu kenyataan atau realita yang sesuai dengan fakta yang terjadi. Karena itu, Proklamasi Kemerdekaan adalah simbol kemerdekaan De Facto yang merupakan kenyataan yang sesuai dengan fakta bahwa Indonesia telah merdeka.

Dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia telah menyatakan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, dan diakui secara De Facto. Dan tak lama setelah simbol De Facto tersebut dideklarasikan, selanjutnya Indonesia juga kemudian mendapatkan pengakuan dan juga simbol De Jure yang dinyatakan telah merdeka dan sangat sah di mata hukum yang ada, bahwa Indonesia telah merdeka.

Proklamasi Kemerdekaan adalah Martabat Bangsa Indonesia

Terakhir dan sangat penting kemerdekaan Indonesia merupakan simbol dari martabat yang dimiliki oleh bangsa. Dengan pernyataan diri, yang menyatakan bahwa Indonesia telah merdeka maka menjadi bukti dan juga simbol bahwa bangsa Indonesia memiliki martabat di mata dunia dan bukan negara jajahan semata.

Berikutnya kita juga tahu bahwa semua negara yang dijajah, tentunya akan dianggap sebagai golongan dari masyarakat yang dipandang rendah dan tidak memiliki kewenangan atas peraturan dalam menjalankan pemerintahan. Dengan adanya proklamasi kemerdekaan, Indonesia pada akhirnya menjadi negara yang bebas dari jajahan dan secara utuh telah merdeka. Sehingga Indonesia berubah menjadi negara yang bermartabat sama dan layak seperti negara lainnya yang bebas dari jajahan negara lain. Indonesia juga naik level dalam pandangan dunia, serta bisa menunjukkan segala eksistensinya pada dunia.

Baca Juga: Latar Belakang, Konflik, dan Penyelesaian Konflik Sampit

Makna Proklamasi Kemerdekaan Masa Kini

Kita semua telah mengetahui makna proklamasi kemerdekaan yang dapat ditinjau dari beragam macam aspek dan juga secara umum. Tentunya sebagai pemilik masa depan kita juga harus mengetahui makna proklamasi yang harus dimaknai oleh bangsa kita di masa kini.

  • Proklamasi kemerdekaan dapat dimaknai sebagai jembatan untuk mewujudkan masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur.
  • Memaknai proklamasi kemerdekaan dengan menuju pada masyarakat yang dapat memiliki kekuasaan atas segala macam bentuk pengelolaan sumber daya ekonomi dengan cara mandiri
  • menjadikan proklamasi kemerdekaan sebagai alat dan juga instrumen internasional yang bisa digunakan sebagai jalan menjalin kerja sama dengan negara lainnya.
  • Sebuah kesempatan bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia untuk berkembang dan tumbuh menjadi masyarakat cerdas, mandiri dan juga memiliki nilai budaya luhur yang tinggi
  • Sebagai pernyataan yang menegaskan bahwa Indonesia memiliki kedudukan yang sama setaranya dengan bangsa lain.

Latar Belakang, Konflik, dan Penyelesaian Konflik Sampit

Latar Belakang, Konflik, dan Penyelesaian Konflik Sampit – Konflik Sampit adalah kerusuhan antaretnis yang terjadi di Sampit pada awal Februari 2001.

Konflik ini dimulai di kota Sampit, Kalimantan Tengah yang kemudian meluas ke seluruh provinsi, termasuk ibu kota Palangka Raya.

Konflik ini terjadi antara suku Dayak asli dan warga migran Madura.

Kala itu, para transmigran asal Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah.

Akibatnya, Kalimantan Tengah merasa tidak puas karena terus merasa disaingi oleh Madura.

Karena adanya permasalahan ekonomi ini, terjadi kerusuhan antara orang Madura dengan suku Dayak.

Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang Madura harus mengungsi.

Baca juga: Inilah Sejarah Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki

Latar Belakang

Konflik Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama yang terjadi antara suku Dayak dan Madura.

Sebelumnya sudah terjadi perselisihan antara keduanya.

Penduduk Madura pertama kali tiba di Kalimantan Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah kolonial Belanda.

Hingga tahun 2000, transmigran asal Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah.

Suku Dayak mulai merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari Madura.

Hukum baru juga telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi tersebut, seperti perkayuan, penambangan, dan perkebunan.

Hal tersebut menimbulkan permasalahan ekonomi yang kemudian menjalar menjadi kerusuhan antarkeduanya.

Insiden kerusuhan terjadi tahun 2001.

Kericuhan bermula saat terjadi serangan pembakaran sebuah rumah Dayak.

Menurut rumor warga Madura lah yang menjadi pelaku pembakaran rumah Dayak tersebut.

Sesaat kemudian, warga Dayak pun mulai membalas dengan membakar rumah-rumah orang Madura.

Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna mempertahankan diri setelah beberapa warga Dayak diserang.

Disebutkan juga bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.

Konflik

Situasi kericuhan antara suku Dayak dengan Madura diperparah dengan kebiasaan dan nilai-nilai berbeda yang dimiliki keduanya.

Seperti adat orang Madura yang membawa parang atau celurit ke mana pun, membuat orang Dayak berpikiran bahwa tamunya ini siap untuk berkelahi.

Konflik Sampit sendiri diawali dengan perselisihan antara dua etnis ini sejak akhir 2000.

Pertengahan Desember 2000, bentrokan antara etnis Dayak dan Madura terjadi di Desa Kereng Pangi, membuat hubungan keduanya menjadi bersitegang.

Ketegangan semakin memuncak setelah terjadi perkelahian di sebuah tempat hiburan di desa pertambangan emas Ampalit.

Seorang etnis Dayak bernama Sandong, tewas akibat luka bacok yang ia dapat.

Kejadian ini kemudian membuat keluarga dan tetangga Sandong merasa sangat marah.

Dampak

Dua hari setelah peristiwa tersebut, 300 warga Dayak mendatangi lokasi tewasnya Sandong untuk mencari sang pelaku.

Tak berhasil menemukan pelakunya, kelompok warga Dayak melampiaskan kemarahannya dengan merusak sembilan rumah, dua mobil, lima motor, dan dua tempat karaoke, milik warga Madura.

Penyerangan ini lantas membuat 1.335 orang Madura mengungsi.

Penyelesaian

Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit.

Polisi menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan ini.

Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit.

Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta pembebasan para tahanan.

Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001, militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan.

Dari Konflik Sampit ini sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.

Konflik Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap provokator.

Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura.

Guna memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk sebuah tugu perdamaian di Sampit.

Inilah Sejarah Bom Atom Hiroshima dan Nagasaki

Inilah Sejarah Abad Pertengahan di Eropa Secara Singkat

Inilah Sejarah Abad Pertengahan dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15 Masehi. Abad Pertengahan bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat dan masih berlanjut ketika Eropa mulai memasuki Abad Pembaharuan dan Abad Penjelajahan. Sejarah Dunia Barat secara tradisional dibagi menjadi tiga kurun waktu, yakni Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern. Dengan kata lain, Sejarah Abad Pertengahan adalah kurun waktu peralihan dari Abad Kuno ke Zaman Modern. Sejarah Abad Pertengahan masih terbagi lagi menjadi tiga kurun waktu, yakni Awal Abad Pertengahan, Puncak Abad Pertengahan, dan Akhir Abad Pertengahan.

Penurunan jumlah penduduk, kontraurbanisasi, invasi, dan perpindahan suku-suku bangsa, yang berlangsung sejak Akhir Abad Kuno, masih berlanjut pada Awal Abad Pertengahan. Perpindahan-perpindahan penduduk berskala besar pada Zaman Migrasi juga mencakup perpindahan suku-suku bangsa Jermanik yang mendirikan kerajaan-kerajaan baru di bekas wilayah Kekaisaran Romawi Barat.

Pada abad ke-7, Afrika Utara dan Timur Tengah—bekas wilayah Kekaisaran Bizantin—dikuasai oleh Khilafah Bani Umayyah, sebuah kekaisaran Islam, setelah ditaklukkan oleh para pengganti Muhammad. Meskipun pada Awal Abad Pertengahan telah terjadi perubahan-perubahan mendasar dalam tatanan kemasyarakatan dan politik, pengaruh Abad Kuno belum benar-benar hilang.

Kekaisaran Bizantin yang masih cukup besar tetap sintas di kawasan timur Eropa. Kitab undang-undang Kekaisaran Bizantin, Corpus Iuris Civilis atau “Kitab Undang-Undang Yustinianus”, ditemukan kembali di Italia Utara pada 1070, dan di kemudian hari mengundang decak kagum dari berbagai kalangan sepanjang Sejarah Abad Pertengahan.

Sebagian besar dari kerajaan-kerajaan yang berdiri di kawasan barat Eropa melembagakan segelintir pranata Romawi yang tersisa. Biara-biara didirikan seiring gencarnya usaha mengkristenkan kaum pagan (penganut kepercayaan leluhur di Eropa). Orang Franka di bawah pimpinan raja-raja wangsa Karoling, mendirikan Kekaisaran Karoling pada penghujung abad ke-8 dan permulaan abad ke-9. Meskipun berjaya menguasai sebagian besar daratan Eropa Barat, Kekaisaran Karoling pada akhirnya terpuruk akibat perang-perang saudara di dalam negeri dan invasi-invasi dari luar negeri, yakni serangan orang Viking dari arah utara, serangan orang Magyar dari arah timur, dan serangan orang Sarasen dari arah selatan.

Terminologi dan Periodisasi

Abad Pertengahan adalah salah satu dari tiga kurun waktu utama dalam skema terlama yang digunakan dalam kajian Sejarah Eropa, yakni Zaman Klasik atau Abad Kuno, Abad Pertengahan, dan Zaman Modern.

Para pujangga Abad Pertengahan membagi sejarah menjadi sejumlah kurun waktu, misalnya “Enam Zaman” atau “Empat Kekaisaran”, dan menganggap zaman hidup mereka sebagai zaman akhir menjelang kiamat. Apabila mengulas zaman hidup mereka, zaman itu akan mereka sebut sebagai “zaman modern”. Pada era 1330-an, humanis sekaligus penyair Italia, Petrarka, menyebut kurun waktu pra-Kristen sebagai zaman antiqua (kuno) dan kurun waktu Kristen sebagai sebagai zaman nova (baru).

Baca Juga: Sejarah Peradaban Mesir Kuno dari Periode Pradinasti Hingga Dominasi Romawi

Leonardo Bruni adalah sejarawan pertama yang menggunakan periodisasi tripartitus (tiga serangkai) dalam karya tulisnya, Sejarah Orang Firenze (1442). Dia dan para sejarawan sesudahnya berpendapat bahwa Italia telah banyak berubah semenjak masa hidup Petrarka, dan karenanya menambahkan kurun waktu ketiga pada dua kurun waktu yang telah ditetapkan oleh Petrarka.

Istilah “Abad Pertengahan” pertama kali muncul dalam bahasa Latin pada 1469 sebagai media tempestas (masa pertengahan). Mula-mula ada banyak variasi dalam pemakaian istilah ini, antara lain, medium aevum (abad pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1604, dan media saecula (zaman pertengahan) yang pertama kali tercatat pada 1625. Istilah “Abad Pertengahan” adalah terjemahan dari frasa medium aevum. Periodisasi tripartitus menjadi periodisasi standar setelah sejarawan Jerman abad ke-17, Christoph Keller, membagi sejarah menjadi tiga kurun waktu: Kuno, Pertengahan, dan Modern.

Tarikh yang paling umum digunakan sebagai permulaan Abad Pertengahan adalah tarikh 476 M, yang pertama kali digunakan oleh Leonardo Bruni. Bagi Eropa secara keseluruhan, tarikh 1500 M sering kali dijadikan tarikh penutup Abad Pertengahan, tetapi tidak ada kesepakatan sejagat mengenai tarikh penutup Abad Pertengahan. Tergantung kepada konteksnya, tarikh peristiwa-peristiwa penting seperti tarikh pelayaran perdana Kristoforus Kolumbus ke Benua Amerika (1492), tarikh penaklukan Konstantinopel oleh orang Turki (1453), atau tarikh Reformasi Protestan (1517), kadang-kadang pula digunakan.

Para sejarawan Inggris sering kali menggunakan tarikh Pertempuran Bosworth (1485) sebagai tarikh penutup Abad Pertengahan. Tarikh-tarikh yang umum digunakan di Spanyol adalah tarikh kemangkatan Raja Fernando II (1516), tarikh kemangkatan Ratu Isabel I (1504), atau tarikh penaklukan Granada (1492).

Para sejarawan dari negara-negara penutur rumpun bahasa Romawi cenderung membagi Abad Pertengahan menjadi dua kurun waktu, yakni kurun waktu “Tinggi” sebagai kurun waktu yang “terdahulu”, dan kurun waktu “Rendah” sebagai kurun waktu yang “terkemudian”.

Para sejarawan penutur bahasa Inggris, mengikuti jejak rekan-rekan mereka di Jerman, umumnya membagi Abad Pertengahan menjadi tiga kurun waktu, yakni kurun waktu “Awal”, kurun waktu “Puncak”, dan kurun waktu “Akhir”. Pada abad ke-19, seluruh Abad Pertengahan kerap dijuluki “Abad Kegelapan”, tetapi semenjak Abad Pertengahan dibagi menjadi tiga kurun waktu, pemakaian istilah ini pun dibatasi untuk kurun waktu Awal Abad Pertengahan saja, setidaknya di kalangan sejarawan.

Awal Abad Pertengahan

Tatanan politik Eropa Barat berubah seiring tamatnya riwayat Kekaisaran Romawi bersatu. Meskipun pergerakan-pergerakan suku-suku bangsa yang terjadi kala itu lazimnya digambarkan sebagai “invasi”, pergerakan-pergerakan ini bukan semata-mata merupakan pergerakan militer melainkan juga gerak perpindahan seluruh warga suku-suku bangsa itu ke dalam wilayah kekaisaran.

Pergerakan-pergerakan semacam ini dileluasakan oleh penolakan para petinggi Romawi di wilayah barat untuk menyokong angkatan bersenjata maupun untuk membayar pajak-pajak yang mampu memberdayakan angkatan bersenjata guna membendung arus migrasi. Para kaisar abad ke-5 kerap dikendalikan oleh orang-orang kuat dari kalangan militer seperti Stiliko (wafat 408), Esius (wafat 454), Aspar (wafat 471), Ricimer (wafat 472), dan Gundobad (wafat 516), yakni orang-orang peranakan Romawi atau sama sekali tidak berdarah Romawi.

Meskipun wilayah barat tidak lagi diperintah oleh kaisar-kaisar, banyak di antara raja-raja yang memerintah di wilayah itu masih terhitung kerabat mereka. Perkawinan campur antara wangsa-wangsa penguasa yang baru dan kaum bangsawan Romawi sudah lumrah terjadi. Akibatnya, budaya asli Romawi pun mulai bercampur dengan adat istiadat suku-suku yang menduduki wilayah barat, termasuk penyelenggaraan sidang-sidang rakyat yang semakin memberi ruang bagi warga suku laki-laki yang merdeka untuk urun rembuk dalam perkara-perkara politik, berbeda dari kebiasaan yang dulu berlaku di negeri Romawi.

Barang-barang peninggalan orang Romawi sering kali serupa dengan barang-barang peninggalan suku-suku yang menduduki wilayah barat, dan barang-barang buatan suku-suku itu sering kali dibuat dengan cara meniru bentuk barang-barang buatan Romawi. Sebagian besar budaya tulis dan ilmiah di kerajaan-kerajaan baru itu juga didasarkan kepada tradisi-tradisi intelektual Romawi.

Salah satu perbedaan penting kerajaan-kerajaan baru ini dari Kekaisaran Romawi adalah kian susutnya penerimaan pajak sebagai sumber pendapatan pemerintah. Banyak dari kerajaan-kerajaan baru ini tidak lagi menafkahi angkatan bersenjata mereka dengan menggunakan dana penerimaan pajak, tetapi dengan anugerah lahan atau hak sewa lahan. Dengan demikian, penerimaan pajak dalam jumlah besar sudah tidak diperlukan lagi, sehingga tatanan perpajakan Romawi akhirnya ditinggalkan. Saat itu, perang menjadi sesuatu yang lumrah, baik perang antarkerajaan maupun perang di dalam suatu kerajaan. Angka perbudakan menurun karena pasokan berkurang, dan masyarakat pun semakin bercorak pedesaan.

Invasi-invasi membawa masuk suku-suku bangsa baru ke Eropa, meskipun beberapa kawasan dibanjiri lebih banyak suku bangsa baru dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain. Sebagai contoh, suku-suku bangsa yang menginvasi Galia lebih banyak menetap di daerah timur laut daripada di daerah barat daya. Orang Slav menetap di kawasan tengah dan kawasan timur Eropa, serta di Jazirah Balkan.

Menetapnya suku-suku bangsa di suatu kawasan menyebabkan pula perubahan bahasa-bahasa di kawasan itu. Bahasa Latin, bahasa Kekaisaran Romawi Barat, lambat laun tergantikan oleh bahasa-bahasa turunan bahasa Latin, tetapi berbeda dari bahasa Latin, yakni bahasa-bahasa yang kini tergolong dalam rumpun bahasa Romawi. Peralihan dari bahasa Latin ke bahasa-bahasa baru ini berjalan selama berabad-abad.

Bahasa Yunani di sisi lain masih tetap menjadi bahasa Kekaisaran Bizantin, tetapi migrasi-migrasi orang Slav ke Eropa Timur membawa serta bahasa-bahasa rumpun Slav yang menambah keanekaragaman bahasa di wilayah kekaisaran itu.

Tatkala kerajaan-kerajaan baru bertumbuh di Eropa Barat, Kekaisaran Romawi Timur justru tetap utuh dan mengalami kebangkitan perekonomian yang bertahan sampai dengan abad ke-7. Wilayah timur Kekaisaran Romawi ini juga didera invasi, tetapi dalam jumlah yang lebih kecil; sebagian besar terjadi di kawasan Balkan.

Perdamaian dengan Kekaisaran Sasani, musuh bebuyutan Roma, bertahan hampir sepanjang abad ke-5. Hubungan negara dan Gereja juga menjadi semakin akrab di Kekaisaran Romawi Timur, sampai-sampai perkara doktrin Gereja pun menjadi urusan politik negara. Keadaan semacam ini tidak pernah terjadi di Eropa Barat. Salah satu kemajuan yang dicapai di bidang hukum adalah kodifikasi hukum Romawi; upaya kodifikasi yang pertama, yakni penyusunan Kitab Undang-Undang Teodosius (bahasa Latin: Codex Theodosianus), rampung pada 438.

Mosaik yang menampilkan gambar Kaisar Yustinianus bersama Uskup Ravena, para pengawal, dan para bentara.

Pada masa pemerintahan Kaisar Yustinianus (memerintah 527–565), upaya kodifikasi lainnya dilakukan, yakni penyusunan Kumpulan Hukum Sipil (bahasa Latin: Corpus Juris Civilis). Kaisar Yustinianus juga menitahkan pembangunan Hagia Sophia di Konstantinopel, serta mengerahkan bala tentara Romawi di bawah pimpinan Belisarius (wafat 565) untuk merebut kembali Afrika Utara dari orang Vandal, dan merebut kembali Italia dari orang Ostrogoth.

Penaklukan Italia tidak kunjung tuntas akibat merebaknya wabah maut pada 542 yang mendorong Kaisar Yustinianus untuk mengerahkan seluruh kekuatan militer bagi kepentingan pertahanan negara ketimbang bagi usaha-usaha penaklukan sampai masa pemerintahannya berakhir.

Ketika Kaisar Yustinianus mangkat, orang-orang Bizantin telah menguasai sebagian besar wilayah Italia, Afrika Utara, dan sejumlah kecil daerah tempat berpijak di kawasan selatan Spanyol. Upaya Kaisar Yustinianus untuk merebut kembali wilayah-wilayah itu dicela oleh para sejarawan sebagai suatu usaha perluasan wilayah yang melebihi kesanggupan dan membuat Kekaisaran Bizantin menjadi rentan terhadap aksi-aksi penaklukan perdana kaum Muslim.

Meskipun demikian, banyak dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para pengganti Yustinianus bukan semata-mata disebabkan oleh pengenaan pajak secara berlebihan guna mendanai perang-perang pada masa pemerintahan Yustinianus, melainkan juga disebabkan oleh sifat sipil yang merupakan sifat asasi kekaisaran itu, sehingga kekaisaran sukar untuk merekrut rakyat menjadi prajurit.

Penyusupan orang Slav di wilayah timur Kekaisaran Romawi secara perlahan-lahan ke kawasan Balkan menambah jumlah masalah yang harus dihadapi para kaisar pengganti Yustinianus. Proses penyusupan ini berlangsung sedikit demi sedikit, tetapi pada penghujung era 540-an, suku-suku Slav sudah menduduki Trakia dan Iliria (bahasa Latin: Illyricum), setelah mengalahkan bala tentara kekaisaran di dekat Adrianopel pada 551.

Pada era 560-an, orang Avar mulai meluaskan wilayah kekuasan dari pangkalan mereka di tepi utara Sungai Donau; pada penghujung abad ke-6, orang Avar sudah merajalela di Eropa Tengah dan mampu secara rutin memaksa kaisar-kaisar wilayah timur untuk mempersembahkan upeti. Orang Avar terus merajalela sampai 796.

Masalah lain yang harus dihadapi kekaisaran muncul sebagai akibat dari campur tangan Kaisar Maurisius (memerintah 582–602) dalam sengketa alih kepemimpinan di Persia. Campur tangan Kaisar Maurisius dalam urusan politik Persia ini memang membuahkan hubungan damai antara kedua kekaisaran, tetapi ketika Kaisar Maurisius digulingkan dari takhta, orang-orang Persia kembali menyerang.

Pada masa pemerintahan Kaisar Heraklius (memerintah 610–641), orang-orang Persia telah menguasai sebagian besar wilayah Kekaisaran Bizantin, termasuk Mesir, Suriah, dan Anatolia, sebelum akhirnya dapat dipukul mundur oleh Kaisar Heraklius. Pada 628, Kekaisaran Bizantin berhasil mengikat perjanjian damai dengan Persia dan menguasai kembali seluruh wilayahnya yang pernah direbut.

Puncak Abad Pertengahan

Puncak Abad Pertengahan bermula sesudah tahun 1000 Masehi, yaitu ditandai dengan populasi Eropa yang meningkat pesat berkat munculnya inovasi-inovasi di bidang teknologi dan pertanian, yang memungkinkan berkembangnya perniagaan. Lonjakan populasi Eropa juga disebabkan oleh perubahan iklim selama periode Suhu Hangat Abad Pertengahan yang memungkinkan peningkatan hasil panen.

Ilustrasi naskah Prancis dari Abad Pertengahan yang menampilkan ketiga golongan masyarakat Abad Pertengahan: golongan yang berdoa (rohaniwan), golongan yang bertarung (kesatria), dan golongan yang bekerja (petani). Hubungan di antara ketiga golongan ini diatur menurut tatanan feodalisme dan manorialisme (Li Livres dou Sante, abad ke-13).

Ada dua tatanan kemasyarakatan yang diterapkan pada Puncak Abad Pertengahan, yakni manorialisme dan feodalisme. Manorialisme adalah penertiban rakyat jelata menjadi pemukim di desa-desa, dengan kewajiban membayar sewa lahan dan bekerja bakti bagi kaum ningrat; sementara feodalisme adalah struktur politik yang mewajibkan para kesatria dan kaum ningrat kelas bawah untuk maju berperang membela junjungan mereka sebagai ganti anugerah hak sewa atas lahan dan tanah perdikan (bahasa Inggris: manor).

Perang Salib yang mula-mula diserukan pada 1095 adalah upaya militer umat Kristen Eropa Barat untuk merebut kembali kekuasaan atas Tanah Suci dari umat Islam. Raja-raja menjadi kepala dari negara-negara bangsa yang tersentralisasi. Sistem kepemimpinan semacam ini mengurangi angka kejahatan dan kekerasan, tetapi membuat cita-cita untuk menciptakan suatu Dunia Kristen yang bersatu semakin sukar diwujudkan.

Kehidupan intelektual ditandai oleh skolastisisme, filsafat yang mengutamakan keselarasan antara iman dan akal budi, dan ditandai pula oleh pendirian universitas-universitas. Teologi Thomas Aquinas, lukisan-lukisan Giotto, puisi-puisi Dante dan Chaucer, perjalanan-perjalanan Marco Polo, dan katedral-katedral berlanggam Gothik semisal Katedral Chartres, adalah segelintir dari capaian-capaian menakjubkan pada penghujung kurun waktu Puncak Abad Pertengahan dan permulaan kurun waktu Akhir Abad Pertengahan.

Akhir Abad Pertengahan

Akhir Abad Pertengahan ditandai oleh berbagai musibah dan malapetaka yang meliputi bencana kelaparan, wabah penyakit, dan perang, yang secara signifikan menyusutkan jumlah penduduk Eropa; antara 1347 sampai 1350, wabah Maut Hitam menewaskan sekitar sepertiga dari penduduk Eropa.

Kontroversi, bidah, dan Skisma Barat yang menimpa Gereja Katolik, terjadi bersamaan dengan konflik antarnegara, pertikaian dalam masyarakat, dan pemberontakan-pemberontakan rakyat jelata yang melanda kerajaan-kerajaan di Eropa. Perkembangan budaya dan teknologi mentransformasi masyarakat Eropa, mengakhiri kurun waktu Akhir Abad Pertengahan, dan mengawali kurun waktu Awal Zaman Modern.

Sejarah Peradaban Mesir Kuno dari Periode Pradinasti Hingga Dominasi Romawi

Sejarah Peradaban Mesir Kuno adalah peradaban kuno di sebelah timur laut benua Afrika, yang berpusat di daerah hilir sungai Nil, yakni kawasan yang kini menjadi wilayah negara Mesir. Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium.

Sejarahnya mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Peradaban Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir.

Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.

Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian keseimbangan yang baik antara sumber daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh irigasi teratur terhadap Lembah Nil, pendayagunaan mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya, perkembangan sistem tulisan dan sastra, organisasi proyek kolektif, perdagangan dengan wilayah Afrika Timur, Afrika Tengah, dan Mediterania Timur, serta kegiatan militer yang menunjukkan kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa tetangga pada beberapa periode berbeda.

Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang berada di bawah pengawasan sosok firaun. Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno meliputi teknik pembangunan monumen seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi dan agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui; teknologi tembikar glasir bening dan kaca; seni dan arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah diketahui.

Periode Peradaban Mesir Kuno

Pada akhir masa Paleolitik, iklim Afrika Utara menjadi semakin panas dan kering. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut terpaksa berpusat di sepanjang sungai Nil. Sebelumnya, semenjak manusia pemburu-pengumpul mulai tinggal di wilayah tersebut pada akhir Pleistosen Tengah (sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi urat nadi kehidupan Mesir. Dataran banjir Nil yang subur memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan pertanian dan masyarakat yang terpusat dan mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban mesir kuno manusia.

1. Periode Pradinasti

Pada masa pra dan awal dinasti, iklim Mesir lebih subur daripada saat ini. Sebagian wilayah Mesir ditutupi oleh sabana berhutan dan dilalui oleh ungulata yang merumput. Flora dan fauna lebih produktif dan sungai Nil menopang kehidupan unggas-unggas air. Perburuan merupakan salah satu mata pencaharian utama orang Mesir. Selain itu, pada periode ini, banyak hewan yang didomestikasi.

Sekitar tahun 5500 SM, suku-suku kecil yang menetap di lembah sungai Nil telah berkembang menjadi peradaban yang menguasai pertanian dan peternakan. Peradaban mereka juga dapat dikenal melalui tembikar dan barang-barang pribadi, seperti sisir, gelang tangan, dan manik. Peradaban yang terbesar di antara peradaban-peradaban awal adalah Badari di Mesir Hulu, yang dikenal akan keramik, peralatan batu, dan penggunaan tembaga.

Badari di Mesir Utara diikuti oleh peradaban Amratia dan Gerzia, yang menunjukkan beberapa pengembangan teknologi. Bukti awal menunjukkan adanya hubungan antara Gerzia dengan Kanaan dan pantai Byblos.

Sementara itu, di Mesir Selatan, peradaban Naqada, mirip dengan Badari, mulai memperluas kekuasaannya di sepanjang sungai Nil sekitar tahun 4000 SM. Sejak masa Naqada I, orang Mesir pra dinasti mengimpor obsidian dari Ethiopia, untuk membentuk pedang dan benda lain yang terbuat dari flake.

Setelah sekitar 1000 tahun, peradaban Naqada berkembang dari masyarakat pertanian yang kecil menjadi peradaban yang kuat. Pemimpin mereka berkuasa penuh atas rakyat dan sumber daya alam lembah sungai Nil. Setelah mendirikan pusat kekuatan di Hierakonpolis, dan lalu di Abydos, penguasa-penguasa Naqada III memperluas kekuasaan mereka ke utara.

Budaya Naqada membuat berbagai macam barang-barang material, yang menunjukkan peningkatan kekuasaan dan kekayaan dari para penguasanya, seperti tembikar yang dicat, vas batu dekoratif yang berkualitas tinggi, pelat kosmetik, dan perhiasan yang terbuat dari emas, lapis, dan gading. Mereka juga mengembangkan glasir keramik yang dikenal dengan nama tembikar glasir bening. Pada fase akhir masa pra dinasti, peradaban Naqada mulai menggunakan simbol-simbol tulisan yang akan berkembang menjadi sistem hieroglif untuk menulis bahasa Mesir kuno.

2. Periode Dinasti Awal Peradaban Mesir Kuno

Pelat Narmer menggambarkan penyatuan Mesir Hulu dan Hilir.

Pendeta Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho mengelompokan garis keturunan firaun yang panjang dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem ini masih digunakan hingga hari ini. Ia memilih untuk memulai sejarah resminya melalui raja yang bernama “Meni” (atau Menes dalam bahasa Yunani), yang dipercaya telah menyatukan kerajaan Mesir Hulu dan Hilir (sekitar 3200 SM).

Transisi menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih bertahap, berbeda dengan apa yang ditulis oleh penulis-penulis Mesir Kuno, dan tidak ada catatan kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli kini meyakini bahwa figur “Menes” mungkin merupakan Narmer, yang digambarkan mengenakan tanda kebesaran kerajaan pada pelat Narmer yang merupakan simbol unifikasi.

Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat kekuasaan mereka terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibu kota di Memphis. Dengan ini, firaun dapat mengawasi pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke Levant yang penting dan menguntungkan.

Peningkatan kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal dilambangkan melalui mastaba (makam) yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di Abydos, yang digunakan untuk merayakan didewakannya firaun setelah kematiannya. Institusi kerajaan yang kuat dikembangkan oleh firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah, pekerja, dan sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno.

3. Kerajaan Lama Peradaban Mesir Kuno

Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa Kerajaan Lama. Kemajuan ini didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian, yang dimungkinkan karena pemerintahan pusat dibina dengan baik. Di bawah pengarahan wazir, pejabat-pejabat negara mengumpulkan pajak, mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan petani untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan untuk menjaga keamanan.

Dengan sumber daya surplus yang ada karena ekonomi yang produktif dan stabil, negara mampu membiayai pembangunan proyek-proyek kolosal dan menugaskan pembuatan karya-karya seni istimewa. Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan keturunan mereka, merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang paling diingat.

Seiring dengan meningkatnya kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis (sesh) dan pejabat berpendidikan, yang diberikan tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa mereka. Firaun juga memberikan tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memuja firaun setelah kematiannya.

Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik feudal pelan-pelan mengikis kekuatan ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai pemerintahan terpusat yang besar. Dengan berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM, sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan perselisihan selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.

4. Periode Menengah Pertama Mesir

Setelah pemerintahan pusat Mesir runtuh pada akhir periode Kerajaan Lama, pemerintah tidak lagi mampu mendukung atau menstabilkan ekonomi negara. Gubernur-gubernur regional tidak dapat menggantungkan diri kepada firaun pada masa krisis.

Kekurangan pangan dan sengketa politik meningkat menjadi kelaparan dan perang saudara berskala kecil. Meskipun berada pada masa yang sulit, pemimpin-pemimpin lokal, yang tidak berhutang upeti kepada firaun, menggunakan kebebasan baru mereka untuk mengembangkan budaya di provinsi-provinsi. Setelah menguasai sumber daya mereka sendiri, provinsi-provinsi menjadi lebih kaya.

Fakta ini dibuktikan dengan adanya pemakaman yang lebih besar dan baik di antara kelas-kelas sosial lainnya. Dengan meningkatnya kreativitas, pengrajin-pengrajin provinsial menerapkan dan mengadaptasi motif-motif budaya yang sebelumnya dibatasi oleh Kerajaan Lama. Juru-juru tulis mengembangkan gaya yang melambangkan optimisme dan keaslian periode.

Bebas dari kesetiaan kepada firaun, pemimpin-pemimpin lokal mulai berebut kekuasaan. Pada 2160 SM, penguasa-penguasa di Herakleopolis menguasai Mesir Hilir, sementara keluarga Intef di Thebes mengambil alih Mesir Hulu. Dengan berkembangnya kekuatan Intef, serta perluasan kekuasaan mereka ke utara, maka pertempuran antara kedua dinasti sudah tak terhindarkan lagi.

Sekitar tahun 2055 SM, tentara Thebes di bawah pimpinan Nebhepetre Mentuhotep II berhasil mengalahkan penguasa Herakleopolis, menyatukan kembali kedua negeri, dan memulai periode renaisans budaya dan ekonomi yang dikenal sebagai Kerajaan Pertengahan.

5. Kerajaan Pertengahan Peradaan Mesir Kuno

Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara, sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen. Mentuhotep II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibu kota ke Itjtawy di Oasis Faiyum.

Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur pertahanan di Delta Timur, yang disebut “tembok-tembok penguasa”, sebagai perlindungan dari serangan asing.

Maka populasi, seni, dan agama negara mengalami perkembangan. Berbeda dengan pandangan elitis Kerajaan Lama terhadap dewa-dewa, Kerajaan Pertengahan mengalami peningkatan ungkapan kesalehan pribadi. Selain itu, muncul sesuatu yang dapat dikatakan sebagai demokratisasi setelah akhirat; setiap orang memiliki arwah dan dapat diterima oleh dewa-dewa di akhirat.

Sastra Kerajaan Pertengahan menampilkan tema dan karakter yang canggih, yang ditulis menggunakan gaya percaya diri dan elok, sementara relief dan pahatan potret pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian yang lembut, yang mencapai tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.

Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos.

6. Periode Menengah Kedua dan Hyksos

Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan, imigran Asia yang tinggal di kota Avaris mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah pusat mundur ke Thebes. Di sana firaun diperlakukan sebagai vasal dan diminta untuk membayar upeti. Hyksos (“penguasa asing”) meniru gaya pemerintahan Mesir dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Maka elemen Mesir menyatu dengan budaya Zaman Perunggu Pertengahan mereka.

Setelah mundur, raja Thebes melihat situasinya yang terperangkap antara Hyksos di utara dan sekutu Nubia Hyksos, Kerajaan Kush, di selatan. Setelah hampir 100 tahun mengalami masa stagnansi, pada tahun 1555 SM, Thebes telah mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk melawan Hyksos dalam konflik selama 30 tahun.

Firaun Seqenenre Tao II dan Kamose berhasil mengalahkan orang-orang Nubia. Pengganti Kamose, Ahmose I, berhasil mengusir Hyksos dari Mesir. Selanjutnya, pada periode Kerajaan Baru, kekuatan militer menjadi prioritas utama firaun agar dapat memperluas perbatasan Mesir dan menancapkan kekuasaan atas wilayah Timur Dekat.

7. Kerajaan Baru

Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa kesejahteraan yang tak tertandingi sebelumnya. Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik dengan tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I dan cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh firaun ke Suriah dan Nubia, memperkuat kesetiaan, dan membuka jalur impor komoditas yang penting seperti perunggu dan kayu.

Firaun-firaun Kerajaan juga memulai pembangunan besar untuk mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis di Karnak. Para firaun juga membangun monumen untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik nyata maupun imajiner. Firaun perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda semacam itu untuk mengesahkan kekuasaannya. Masa kekuasaannya yang berhasil dibuktikan oleh ekspedisi perdagangan ke Punt, kuil kamar mayat yang elegan, pasangan obelisk kolosal, dan kapel di Karnak.

Sekitar tahun 1350 SM, stabilitas Kerajaan Baru terancam ketika Amenhotep IV naik tahta dan melakukan reformasi yang radikal dan kacau. Ia mengubah namanya menjadi Akhenaten. Akhenaten memuja dewa matahari Aten sebagai dewa tertinggi. Ia lalu menekan pemujaan dewa-dewa lain.

Akhenaten juga memindahkan ibu kota ke kota baru yang bernama Akhetaten (kini Amarna). Ia tidak memperdulikan masalah luar negeri dan terlalu asyik dengan gaya religius dan artistiknya yang baru. Setelah kematiannya, kultus Aten segera ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya, yaitu Tutankhamun, Ay, dan Horemheb, menghapus semua penyebutan mengenai bidah Akhenaten.

Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak kuil, mendirikan patung-patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih banyak daripada firaun-firaun lain dalam sejarah. Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya melawan bangsa Het dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan (stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar 1258 SM.

Kekayaan menjadikan Mesir sebagai target serangan, terutama oleh orang-orang Laut dan Libya. Tentara Mesir mampu mengusir serangan-serangan itu, tetapi Mesir akan kehilangan kekuasaan atas Suriah dan Palestina. Pengaruh dari ancaman luar diperburuk dengan masalah internal seperti korupsi, penjarahan makam, dan kerusuhan. Pendeta-pendeta agung di kuil Amun, Thebes, mengumpulkan tanah dan kekayaan yang besar, dan kekuatan mereka memecahkan negara pada masa Periode Menengah Ketiga.

8. Periode Menengah Ketiga Peradaban Mesir Kuno

Setelah kematian firaun Ramses XI tahun 1078 SM, Smendes mengambil alih kekuasaan Mesir utara. Ia berkuasa dari kota Tanis. Sementara itu, wilayah selatan dikuasai oleh pendeta-pendeta agung Amun di Thebes, yang hanya mengakui nama Smendes saja.

Pada masa ini, orang-orang Libya telah menetap di delta barat, dan kepala-kepala suku penetap tersebut mulai meningkatkan otonomi mereka. Pangeran-pangeran Libya mengambil alih delta di bawah pimpinan Shoshenq I pada tahun 945 SM.

Mereka lalu mendirikan dinasti Bubastite yang akan berkuasa selama 200 tahun. Shoshenq juga mengambil alih Mesir selatan dengan menempatkan keluarganya dalam posisi kependetaan yang penting. Kekuasaan Libya mulai mengikis akibat munculnya dinasti saingan di Leontopolis, dan ancaman Kush di selatan. Sekitar tahun 727 SM, raja Kush, Piye, menyerbu ke arah utara. Ia berhasil menguasai Thebes dan delta.

Martabat Mesir terus menurun pada Periode Menengah Ketiga. Sekutu asingnya telah jatuh kedalam pengaruh Asiria, dan pada 700 SM, perang antara kedua negara sudah tak terhindarkan lagi. Antara tahun 671 hingga 667 SM, bangsa Asiria mulai menyerang Mesir. Masa kekuasaan raja Kush, Taharqa, dan penerusnya, Tanutamun, dipenuhi dengan konflik melawan Asiria. Akhirnya, bangsa Asiria berhasil memukul mundur Kush kembali ke Nubia. Mereka juga menduduki Memphis dan menjarah kuil-kuil di Thebes.

9. Periode Akhir Peradaban Mesir Kuno

Dengan tiadanya rencana pendudukan permanen, bangsa Asiria menyerahkan kekuasaan Mesir kepada vassal-vassal yang dikenal sebagai raja-raja Sais dari dinasti ke-26. Pada tahun 653 SM, raja Sais Psamtik I berhasil mengusir bangsa Asiria dengan bantuan tentara bayaran Yunani yang direkrut untuk membentuk angkatan laut pertama Mesir. Selanjutnya, pengaruh Yunani meluas dengan cepat. Kota Naukratis menjadi tempat tinggal orang-orang Yunani di delta.

Di bawah raja-raja Sais, Mesir mengalami kebangkitan singkat ekonomi dan budaya. Sayangnya, pada tahun 525 SM, bangsa Persia yang dipimpin oleh Cambyses II memulai penaklukan terhadap Mesir. Mereka berhasil menangkap firaun Psamtik III dalam pertempuran di Pelusium. Cambyses II lalu mengambil alih gelar firaun. Ia berkuasa dari kota Susa, dan menyerahkan Mesir kepada seorang satrapi. Pemberontakan-pemberontakan meletus pada abad ke-5 SM, tetapi tidak ada satupun yang berhasil mengusir bangsa Persia secara permanen.

Setelah dikuasai Persia, Mesir digabungkan dengan Siprus dan Fenisia dalam satrapi ke-6 Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Periode pertama kekuasaan Persia atas Mesir, yang juga dikenal sebagai dinasti ke-27, berakhir pada tahun 402 SM. Dari 380–343 SM, dinasti ke-30 berkuasa sebagai dinasti asli terakhir Mesir. Restorasi singkat kekuasaan Persia, kadang-kadang dikenal sebagai dinasti ke-31, dimulai dari tahun 343 SM. Namun, pada 332 SM, penguasa Persia, Mazaces, menyerahkan Mesir kepada Alexander yang Agung tanpa perlawanan.

10. Dinasti Ptolemeus

Pada tahun 332 SM, Alexander yang Agung menaklukan Mesir dengan sedikit perlawanan dari bangsa Persia. Pemerintahan yang didirikan oleh penerus Alexander dibuat berdasarkan sistem Mesir, dengan ibu kota di Iskandariyah.

Kota tersebut menunjukkan kekuatan dan martabat kekuasaan Yunani, dan menjadi pusat pembelajaran dan budaya yang berpusat di Perpustakaan Iskandariyah. Mercusuar Iskandariyah membantu navigasi kapal-kapal yang berdagang di kota tersebut, terutama setelah penguasa dinasti Ptolemeus memberdayakan perdagangan dan usaha-usaha, seperti produksi papirus.

Budaya Yunani tidak menggantikan budaya asli Mesir. Penguasa dinasti Ptolemeus mendukung tradisi lokal untuk menjaga kesetiaan rakyat. Mereka membangun kuil-kuil baru dalam gaya Mesir, mendukung kultus tradisional, dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Beberapa tradisi akhirnya bergabung. Dewa-dewa Yunani dan Mesir disinkretkan sebagai dewa gabungan (contoh: Serapis).

Bentuk skulptur Yunani Kuno juga memengaruhi motif-motif tradisional Mesir. Meskipun telah terus berusaha memenuhi tuntutan warga, dinasti Ptolemeus tetap menghadapi berbagai tantangan, seperti pemberontakan, persaingan antar keluarga, dan massa di Iskandariyah yang terbentuk setelah kematian Ptolemeus IV.

Lebih lagi, bangsa Romawi memerlukan gandum dari Mesir, dan mereka tertarik akan situasi politik di negeri Mesir. Pemberontakan yang terus berlanjut, politikus yang ambisius, serta musuh yang kuat di Suriah membuat kondisi menjadi tidak stabil, sehingga bangsa Romawi mengirim tentaranya untuk mengamankan Mesir sebagai bagian dari kekaisarannya.

Baca Juga: Sejarah Candi Prambanan, Sempat Menjadi Situs Warisan Dunia

11. Dominasi Romawi

Mesir menjadi provinsi Kekaisaran Romawi pada 30 SM setelah Augustus berhasil mengalahkan Mark Antony dan Ratu Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium. Romawi sangat memerlukan gandum dari Mesir, dan legiun Romawi, di bawah kekuasaan praefectus yang ditunjuk oleh kaisar, memadamkan pemberontakan, memungut pajak yang besar, serta mencegah serangan bandit.

Meskipun Romawi berlaku lebih kasar daripada Yunani, beberapa tradisi, seperti mumifikasi dan pemujaan dewa-dewa, tetap berlanjut. Seni potret mumi berkembang, dan beberapa kaisar Romawi menggambarkan diri mereka sebagai firaun (meskipun tidak sejauh penguasa-penguasa dinasti Ptolemeus). Pemerintahan lokal diurus dengan gaya Romawi dan tertutup dari gaya Mesir asli.

Pada pertengahan abad pertama, Kekristenan mulai mengakar di Iskandariyah. Agama tersebut dipandang sebagai kultus lain yang akan diterima. Namun, Kekristenan pada akhirnya dianggap sebagai agama yang ingin menggantikan paganisme dan mengancam tradisi agama lokal, sehingga muncul penyerangan terhadap orang-orang Kristen. Penyerangan terhadap orang Kristen memuncak pada masa pembersihan Diokletianus yang dimulai tahun 303, tetapi Kristen berhasil menang.

Pada tahun 391, kaisar Kristen Theodosius memperkenalkan undang-undang yang melarang ritus-ritus pagan dan menutup kuil-kuil. Iskandariyah menjadi latar kerusuhan anti-pagan yang besar. Akibatnya, budaya pagan Mesir terus mengalami kejatuhan. Meskipun penduduk asli masih mampu menuturkan bahasa mereka, kemampuan untuk membaca hieroglif terus berkurang karena melemahnya peran pendeta kuil Mesir. Sementara itu, kuil-kuil dialihfungsikan menjadi gereja, bahkan ditinggalkan begitu saja.

Nah, itulah informasi mengenai sejarah peradaban Mesir Kuno dari periode pradinasti hingga dominasi Romawi. Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru, dan barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-reruntuhan monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.

Sejarah Candi Prambanan, Sempat Menjadi Situs Warisan Dunia

Sejarah Candi Prambanan, Sempat Menjadi Situs Warisan Dunia – Candi Prambanan dibangun sekitar pertengahan abad ke-9. Candi Hindu terbesar di Indonesia ini diduga dibangun oleh raja dari Wangsa Sanjaya, yaitu Raja Balitung Maha Sambu.

Dugaan tentang pembangunan Candi Prambanan didasarkan pada isi Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 Masehi) ini dibuat pada periode kepemimpinan Rakai Pikatan, seperti dikutip dari laman Borobudur Park.

Prasasti Syiwagrha yang ditemukan di sekitar Prambanan dan saat ini tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Prasasti berangka tahun 778 Saka (856 M) ini ditulis pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

Sejarah Candi Prambanan

Memuliakan Dewa Siwa

Menurut prasasti Syiwargha, pembangunan candi ini ditujukan untuk memuliakan Dewa Syiwa. Berangkat dari situ, kompleks candi ini dikenal juga dengan nama Syiwargha yang artinya Rumah Syiwa dan Syiwalaya yang artinya Ranah Siwa atau Alam Siwa, seperti dikutip dari Seni Rupa Indonesia dalam Perspektif Sejarah oleh Purwo Prihatin, S.Sn., M.Hum.

Menjadi Kompleks

Bangunan Candi Prambanan disempurnakan terus-menerus oleh raja-raja Medang Mataram, seperti Raja Daksa dan Raja Tulodong. Pembangunan kompleks Candi Prambanan juga diperluas dengan membangun ratusan candi tambahan di sekitar candi utama. Candi ini juga berfungsi sebagai tempat pergelaran upacara-upacara penting Kerajaan Mataram.

Kompleks Candi Prambanan punya empat arah penjuru mata angin. Candi utama menghadap ke timur. Kompleks candi sendiri terdiri dari 3 Candi Trimurti, yaitu Candi Syiwa, Wisnu, dan Brahma, lalu 3 Candi Wahana yaitu Candi Nandi, Garuda, dan Angsa, 2 Candi Apit di antara candi-candi Trimurti dan Wahana di utara dan sekatan, 4 Candi Kelir di 4 mata angin tempat di belakang pintu masuk zona inti, 4 Candi Patoh di 4 sudut zona inti, dan 224 Candi Perwara.

Candi Perwara tersusun dalam 4 bagian memusat dengan jumlah candi per baris sebanyak 44, 52, 60, dan 68 candi. Dengan demikian, ada 20 candi di Candi Prambanan.

Baca Juga: Asal Usul Candi Borobudur, Warisan Budaya Pernah Masuk Keajaiban Dunia

Ciri khas arsitektur Candi Prambanan yaitu berpedoman pada tradisi akstektur Hindu dalam kitab Wastu Sastra. Candinya mengikuti pola mandala dan tinggi menjulang khas Hindu.

Bentuk Candi Prambanan mengikuti gunung suci Mahameru yang disebut sebagai tempat dewa bersemayam. Model kompleksnya sendiri mengikuti model alam semesta yang menurut konsep kosmologi Hindu terbagi atas beberapa lapisan tanah, alam, atau loka.

Penemuan dan Penjarahan Candi Prambanan

Candi Prambanan ditemukan pada tahun 1733 oleh C.A. Lons, surveyor Belanda di bawah Sir Thomas Stamford Raffless. Raffless memerintahkan penyelidikan lebih lanjut. Namun, reruntuhan Candi Prambanan tetap terlantar hingga berpuluh-puluh tahun.

Penggalian lalu dilakukan pada tahun 1880-an. Namun, upaya ini malah menyuburkan penjarahan ukiran dan batu candi, seperti dikutip dari Wisata Ziarah oleh Gagas Ulung.

Dokter Belanda pemerhati arkeologi dan budaya Isaac Groneman lalu melakukan pembongkaran besaran pada candi ini. Batu-batu candi diletakkan sembarangan di sepanjang Sungai Opak. Arca dan relief candi diambil warga Belanda untuk dijadikan hiasan taman. Sementara itu, batu candi digunakan warga lokal untuk bahan bangunan dan fondasi rumah.

Perawatan dan Situs Warisan Dunia UNESCO

Pada 1902-1903, pemimpin pemugaran Candi Borobudur Theodoor van Erp mulai memelihara bagian Candi Prambanan yang rawan runtuh. Pemeliharaan dilanjutkan pada 1918 oleh Jawatan Purbakala (Oudhiedkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin dengan cara sesuai kaidah arkeologi.

Perawatan Candi Prambanan diteruskan De Haan pada 1926 hingga akhir hayat pada 1930. Ia digantikan Ir. V.R. van Romondt hingga 1942.

Renovasi Candi Prambanan lalu diserahkan pada Pemerintah Indonesia dan berlanjut hingga 1993. Pemugaran Candi Syiwa, candi utama kompleks Candi Prambanan sendiri rampung pada 1953.

Pada 1999, Candi Prambanan ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO.

Kisah-kisah Candi Prambanan

Ada sejumlah kisah yang menjadi legenda di Candi Prambanan. Contoh, sejarah perembutan kekuasaan antara Dinasti Sailendera dan Sanjaya untuk berkuasa di Jawa tengah. Prabu Baka pada kisah ini mungkin dimaksudkan sebagai Raja Samaratungga dari Sailendra, Rakai Pikatan adalah Bandung Bondowoso, dan Pramodhawardhani, putri Samaratungga serta istri Rakai Pikatan, merupakan Rara Jonggrang.

Sementara itu, legenda Rara Jonggrang mengisahkan tentang candi-candi Bandung Bondowoso yang tidak rampung dan kini dikenal sebagai Candi Sewu. Arca Durga di ruang utara candi utama Prambanan sendiri disebut sebagai perwujudan Rara Jonggrang yang dikutuk menjadi batu karena ingkar janji.

Beberapa Jadi Reruntuhan

Denah asli Candi Prambanan berbentuk persegi panjang, terdiri atas halaman luar dan tiga pelataran, yaitu Jaba di luar, Tengahan di tengah, dan Njeron di dalam. Pelataran luar saat ini hanya merupakan pelataran kosong. Belum diketahui apakah semula terdapat bangunan atau hiasan lain di pelataran ini.

Pelataran luar dan tengah dahulu dikelilingi pagar batu yang kini telah runtuh. Di pelataran tengah terdapat candi-candi memusat yang bentuk dan ukurannya sama, yaitu luas denah dasar 6 m persegi dan tinggi 14 m. Hampir semua candi di pelataran tengah hancur, tersisa reruntuhannya saja.

Sementara itu di pelataran dalam, terdapat tempat suci yang semula dikelilingi gerbang-gerbang. Kini, hanya gapura paduraksa di sisi selatan Candi Prambanan yang masih utuh.

Asal Usul Candi Borobudur, Warisan Budaya Pernah Masuk Keajaiban Dunia

Asal Usul Candi Borobudur, Warisan Budaya Pernah Masuk Keajaiban Dunia – Candi Borobudur merupakan candi bercorak Buddha yang berada di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Berbicara mengenai asal usul Candi Borobudur, memiliki sejarah panjang sejak berabad-abad lalu. Situs ini merupakan bukti sejarah perkembangan agama Buddha di Indonesia.

Meskipun masih berdiri kokoh, Candi Borobudur ternyata sempat terbengkalai sehingga harus mengalami pemugaran beberapa kali. Berikut asal usul Candi Borobudur seperti dirangkum oleh Cleaningserviceofdc.com.

Asal usul Candi Borobudur

Hingga saat ini, belum ditemukan secara pasti bukti yang menjelaskan pendiri Candi Borobudur, berikut tahun pembangunannya. Sejumlah temuan ahli baru berupa dugaan.

Berdasarkan informasi dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Candi Borobudur diduga didirikan pada pemerintahan Dinasti Syailendra antara 750 – 842 masehi.

Pendiriannya, diperkirakan dilakukan secara bertahap dan bergotong royong sebagai wujud kebaktian ajaran agama Buddha.

Sementara, menurut Sejarawan J.G. de Casparis, pendiri Candi Borobudur adalah Raja Samaratungga, seperti dikutip dari laman Balai Konservasi Borobudur.

Baca Juga: Sejarah Danau Toba, Letusan Gunung Api yang Sangat Dahsyat

Adapun, Raja Samaratungga memerintah pada 782-812 masehi, pada masa Dinasti Syailendra. Pembangunan candi bertujuan untuk memuliakan agama Budha Mahayana.

Pendapat itu berdasarkan interpretasi prasasti berangka tahun 824 masehi dan prasasti Sri Kahulunan 842 masehi.

Sempat terbengkalai

Masih dari sumber situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ternyata Candi Borobudur pernah terbengkalai.

Dugaan sementara sejumlah ahli, penyebab kompleks candi tersebut ditinggalkan adalah bencana Gunung Merapi meletus pada 1006. Namun, hasil penelitian geologi, vulkanologi, dan arkeologi belum dapat membuktikan letusan hebat tersebut.

Pada 1814, Candi Borobudur kembali ditemukan oleh Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stanford Raffles, seperti dikutip dari Balai Konservasi Borobudur. Rafflesmendapatkan informasi bahwa di daerah Kedu ditemukan susunan batu bergambar.

Kemudian, ia mengutus seorang Belanda bernama Cornelius untuk memimpin pembersihan situs yang saat itu tertutup oleh tanah, semak belukar, dan pepohonan.

Pemugaran candi

Kondisi Candi Borobudur pada saat ditemukan mulanya berbeda jauh dengan kondisi saat ini. Oleh sebab itu, situs tersebut mengalami beberapa kali pemugaran.

Adapun, pemugaran besar-besaran Candi Borobudur tercatat sebanyak dua kali, berdasarkan informasi dari Balai Konservasi Borobudur.

Pemugaran pertama pada 1907-1911, dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah Hindia Belanda di bawah komando Van Erp. Pemerintah Hindia Belanda sepakat untuk menggelontorkan dana 48.000 gulden untuk pemugaran candi.

Sedangkan, pemugaran kedua pada 1973 – 1983 dilakukan oleh Pemerintah Indonesia di bawah komando Soekmono.

Berdasarkan informasi dari situs Cagar Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada 1955 Pemerintah Indonesia mengajukan permintaan kepada UNESCO guna membantu menangani masalah Candi Borobudur.

Setelah dilakukan serangkaian penelitian, tenaga ahli UNESCO mendiagnosa bahwa Candi Borobudur menderita penyakit kanker batu yang berpotensi menghancurkan batu-batu candi secara perlahan.

Akhirnya, pada 1960, Borobudur dinyatakan dalam keadaan darurat, serta UNESCO terlibat lebih aktif dalam upaya pelestarian candi.

Pada 1971, dilakukan upaya penyelamatan Candi Borobudur secara besar-besaran, setelah UNESCO menyetujui pemberian bantuan pemugaran candi.

Pada 23 Februari 1983, pemugaran Candi Borobudur dinyatakan selesai. Selanjutnya, Presiden Soeharto meresmikan pembukaan Candi Borobudur bagi masyarakat luas.

Menjadi Warisan Budaya Dunia

UNESCO menetapkan Candi Borobudur sebagai Warisan Budaya Dunia. UNESCO memberi nama situs ini Borobudur Temple Compounds.

Candi Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia bersama-sama dengan Candi Pawon dan Candi Mendut. Saat ini, Candi Borobudur masih kokoh berdiri, baik sebagai tempat wisata sejarah maupun tempat ibadah umat Buddha.

Sejarah Danau Toba, Letusan Gunung Api yang Sangat Dahsyat

Sejarah Danau Toba – Danau Toba menjadi salah satu objek wisata alam terkemuka di Indonesia. Danau yang terletak di Sumatera Utara ini memiliki luas mencapai 1.130 kilometer (km) persegi.

Danau Toba dinobatkan sebagai danau terbesar di Indonesia dan merupakan danau vulkanik terbesar yang pernah ada.

Supervolcano puluhan ribu tahun silam

Dilansir dari situs resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Danau Toba merupakan kaldera yang terbentuk karena erupsi besar gunung berapi di kawasan tersebut.

Kaldera merupakan sebuah kawah vulkanik yang terbentuk akibat adanya proses erupsi yang sangat besar. Pembentukan kaldera ini biasanya disertai runtuhnya batuan penyangga ke dalam dapur magma di dalam gunung.

Supervolcano yang meledak pada zaman dahulu tersebut kini dalam istirahat atau temasuk dalam golongan gunung berapi Tipe B.

Mengutip “Seri Negeri Cincin Api: Toba Mengubah Dunia”, yang disusun Litbang cleaningserviceofdc.com pada 2019, letusan Supervolcano Toba terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu.

Letusan dahsyat itu menciptakan kaldera besar yang seiring waktu terisi air dan kini dikenal sebagai Danau Toba.

Hampir musnahkan manusia

Dilansir dari digital library Universitas Negeri Medan, erupsi Supervolcano yang membentuk Danau Toba menjadi salah satu letusan gunung berapi paling besar di sejarah bumi.

Letusan tersebut bahkan diperkirakan hampir memusnahkan umat manusia. Hanya sedikit orang yang bisa selamat darinya.

Akibat bencana tersebut, populasi manusia mengalami penurunan yang sangat drastis. Diperkirakan hanya 5.000 sampai 10.000 orang saja yang mampu bertahan dari erupsi besar itu.

Sebabkan perubahan iklim

Kapasitas letusan yang besar tak hanya menyebabkan guncangan hebat di berbagai belahan dunia saat itu. Pasca-erupsi Supervolcano Toba, bumi disebut mengalami perubahan iklim ekstrem.

Tak tanggung-tanggung, gunung berapi di pulau Sumatera itu memuntahkan sekitar 2.800 kilometer kubik abu.

Muntahan material dan abu dalam jumlah besar tersebut membuat atmosfer bumi tertutup hingga 6 tahun lamanya. Akibatnya, suhu udara menjadi dingin.

Erupsi Supervolcano Toba juga menyebabkan gelombang tsunami besar di berbagai belahan dunia.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Universitas dengan Jurusan Kedokteran Terbaik di Indonesia